Author POV
Hari ini adalah hari pertama Nara mengikuti latihan basket di SMA. Nara sudah berganti pakaian dengan kolor selutut dan kaos yang sedikit kebesaran di tubuhnya.
Nara mulai melakukan pemanasan bersama murid lain yang juga mengikut ekstra basket. Ternyata banyak yang cewek minat masuk esktra basket. Namun Nara yakin kalau semakin lama pasti akan semakin berkurang yang mengikuti esktra basket, itu sudah hukum alam kata coach Ibra.
Setelah melakukan pemanasan, Nara dan yang lainnya di suruh berkumpul di tengah lapangan untuk perkenalan karena ini pertemuan pertama untuk kelas 10.
Perkenalan pun selesai, semuanya kembali melakukan latihan seperti biasanya. Latihan untuk kelas 10 sementara dibedakan dengan kelas 11 dan 12.
Nara mencebik sebal karena harus mengulang latihannya dari awal lagi. Coach Fajar menyuruh anak kelas 10 untuk latihan dasar bola basket seperti dribble dan passing.
Nara merasa hampa karena ini latihan peratamanya tanpa Sagia dan Yesi. Di tambah sepertinya Nara tidak cocok dengan pelatih barunya.
Nara mengedarkan matanya ke seluruh lapangan untuk mencari Arian, seketika ia ingat bahwa Arian tidak bisa ikut latihan basket kali ini. Arian bilang sebentar lagi ada turnamen futsal, sehingga porsi latihan futsal ditambah sampai jadwalnya bentrok dengan jadwal basket.
"Aaaaaaa males banget, ga asik latiannya," batin Nara mengeluh.
Nara pun menyelesaikan latihannya dengan malas-malasan, tidak seperti biasanya.
Setelah selesai latihan, Nara menuju loker untuk menaruh sepatu basketnya dan mengambil hoodienya.
Nara sengaja melewati lapangan futsal saat ia pulang, ternyata Arian masih belum selesai.
Nara mendudukan dirinya di tribun mini yang ada di pinggir lapangan futsal, ia tertarik untuk menonton futsal. Nara terus memperhatikan gerak-gerik Arian yang cukup lincah, yap Arian tidak hanya jago bermain basket tapi ia juga jago bermain futsal.
Arian merasakan kalau dirinya sedang diperhatikan, ia mencari di sekeliling lapangan dan akhirnya menemukan Nara yang memang sedang memperhatikan dirinya.
Nara mengangkat kepalan tangannya ke udara untuk memberi Arian semangat saat ia menyadari kalau Arian melihat dirinya. Melihat itu Arian hanya tersenyum mengangguk.
"Itu pacar lo?" tanya Rendi, teman Arian yang sedari tadi memperhatikan Arian dan Nara.
"Bukan, adik gue,"
"Lo punya adik? Bukannya lo anak terakhir,"
"Dia udah gue anggep adik sendiri,"
"Halah kakak adik tai anjing," ledek Rendi tak percaya.
"Ki! Lo kenapa?!" teriak Ilham, sang kapten membuat semuanya mengalihkan perhatian pada salah satu anak futsal yang sedang duduk dan memegangi kakinya kesakitan.
Arian dan Rendi pun menghampiri anak tersebut. "Yan bantu angkat ke pinggir, keram kayaknya. Yang lain lanjutin latihannya," ucap sang kapten pada Arian.
Arian hanya mengangguk dan memapah temannya yang sedang keram ke tribun yang sedang diduduki Nara.
Nara pun merasa heran saat melihat Arian memapah seseorang ke arahnya.
"Ra tolong beliin es batu gih, di warung depan sekolah aja, kalo di kantin pasti udah pada tutup," ucap Arian mendudukan temannya di sebelah Nara.
"G-gue? Ogah lah," elak Nara.
"Iya kalo bukan lo siapa lagi? Gue minta tolong Naraaa, kasihan tuh keram,"
"Ngga lah malu belinya pasti banyak anak cowo lagi nongkrong di warung,"
"Ngapain malu? Lo kan cowo juga," ledek Arian membuat Nara mencebikan bibirnya.
"Terus aja ledekin," ketus Nara.
"Iya becanda siying. Oh ya, lo ngga pulang?"
"Gue udah lama ngga nontonin doi futsal, kangen ceritanya,"
"Eleh bacot, inget janji lo kemarin,"
"Iyaaa bawel deh,"
"Udah sana beliin es batu, kasian nih temen gue," perintah Arian.
Akhirnya Nara mengalah, ia bangkit dari duduknya dan langsung menuju warung depan untuk membeli es batu.
Setelah mendapatkan es batunya, Nara langsung kembali ke tribun yang ia duduki tadi.
"Nih kak es batunya," ucap Nara memberikan bongkahan es batu yang cukup besar.
"Gimana makenya?" tanyanya sambil melihat es batu dengan ukuran yang cukup besar itu.
Nara berdecak kesal, ia merebut es batunya kembali. Nara membanting es batu tersebut dengan cukup keras, lalu ia mengambil handuknya yang belum sempat dipakai di tas miliknya. Nara mengambil pecahan es batu tersebut, dan mengumpulkannya di dalam handuk.
"Nih pake," ucap Nara memberikan es batu yang sudah dibalut pake handuk miliknya.
"Thanks," ucapnya saat menerima es batu tersebut.
"Mungkin ngga bakal tahan lama soalnya esnya udah kecil-kecil," ucap Nara memandangi kaki milik teman Arian yang keram. "Makanya kalo mau main pemanasan dulu yang serius," lanjut Nara.
Teman Arian hanya terkekeh mendengar omongan Nara, benar saja ia keram karena ia bermalas-malasan saat melakukan pemanasan.
"Kak kira-kira latihannya masih lama?" tanya Nara.
"Ngga tau, biasanya sampe maghrib baru selese," jawabnya.
Nara mengangguk paham, sebentar lagi ada turnamen dan pasti membutuhkan latihan keras untuk mencapai hasil yang maksimal.
"Bilangin ke Arian kalo gu-eh aku pulang duluan ya kak," ucap Nara menggendong tas miliknya. "Ngga papa kan di sini sendirian?" lanjut Nara.
"Gapapa, iya ntar gue sampein ke Rian," ucapnya.
"Pamit ya kak," ucap Nara meninggalkan teman Arian.
Niatnya Nara ingin pulang bareng bersama Arian, walaupun sama-sama membawa motor, tapi saat pulang latihan seperti ini mereka sering pulang bareng dengan iring-iringan, juga karena rumah mereka searah.
Nara pun mengurungkan niatnya itu karena ini sudah sangat sore, mamahnya akan mencak-mencak kalau Nara tidak pulang sekarang.
Semoga kalian suka dan enjoy baca cerita ini, see u on next chapter!
Salam manis,
Gabriel .A
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Hilang
Teen FictionYang paling dekat pun bisa menjadi sosok yang paling jauh di lain waktu. Begitulah orang-orang yang ada di kisah seorang gadis bernama Sefinara Ayuning Alaksa.