19. AS IF

37 6 10
                                    

Chapter Nineteen | As If
❝Katakan apa yang dikehendaki, bukan malah berdalih dia tidak peka terhadap keadaan. Ingat, dia bukan cenayang.❞

Happy Reading...🍫

• ^ •

BARU dua hari, kegiatan Fanie tanpa kehadiran cowok itu. Vino benar-benar menuruti apa perkataannya. Untuk tidak menghubunginya selama seminggu dan jangan sampai menampakkan diri di hadapannya. Tapi kenapa Fanie merasa kesal dengan fakta itu. Seakan-akan tidak rela bahwa Vino menuruti perkataannya begitu saja. Tapi, kan, tidak mungkin juga ia menarik kembali kata-katanya.

Gengsi, lah!

“Ah, gak ikhlas!” Erangan Fanie tampak frustasi. “Tuh cowok kenapa nurut amat, sih! Giliran sama si Alana aja berontak.”

Fanie menggenggam ponselnya kuat-kuat seraya menatap layarnya yang menyala. “Plis, Vin, telepon gue! Gue gak mungkin telepon duluan, kan? Argh!” Ia memejamkan matanya, berharap.

Tiba-tiba ponselnya bergetar dan ia sontak terkejut. Begitu melihat nama layar yang tertera, ia mengembuskan napas kecewa.

Kenapa malah mantan gue, sih?!

Sontak, Fanie melempar ponselnya hingga membentur bantal. Ia berguling-guling di atas kasur karena merasa kesal. Suara dering yang cukup nyaring itu pun tidak ia gubris sama sekali. Paling dari orang yang sama.

Kalau sudah seperti ini, ia hanya ingin makan sebanyak-banyaknya. Saking kesalnya namun karena mager ia malah menggigiti tali guling yang tidak berdosa itu.

“Fanie!”

Pintu kamarnya terbuka lebar dan menampilkan sosok pria paruh baya. Dia menatap Fanie dengan raut wajah bingung melihat tingkah kekanak-kanakannya.

“Itu kamu lagi ngapain?”

“Laper, Yah. Tapi mager.”

“Kaum rebahan banget ya, kamu, hm.”

Fanie nyengir dibilang seperti itu oleh Ayahnya. Ia pun sempat terkekeh. Walaupun Ayahnya itu sering pergi ke luar kota, tapi ternyata dia tetap tahu apa yang menjadi kebiasaannya.

“Mau makan bareng Ayah, gak?”

“Mau banget! Aku gak mungkin nolak ih jarang-jarang Ayah baik, ehee.”

Danish mengacak-acak rambut Fanie gemas. “Ayah baik tiap hari, lho, ya.” Ia pun terkekeh kemudian.

“Iya, baik, tapi selingan. Baik sejam, jahat sejam juga. Tapi Ayahku yang terbaik!” Fanie tertawa kencang dan Ayahnya kian mengacak-acak rambutnya sampai berantakan.

“Ah, Ayah!” rengek Fanie. “Rambutku berantakan banget.”

“Siap-siap. Ayah tunggu di bawah, ya.”

“Siap, Kapten!”

Keduanya tertawa kian lepas.

Setidaknya, Fanie menunda dahulu kekesalannya terhadap Vino.

^^^^

Fanie bergegas keluar menemui Ayahnya yang sudah menunggu di dalam mobil. Ia pun menghampirinya dan berusaha membuka gerbang utama karena perintahnya. Lalu, tiba-tiba suara yang sangat familier menyapa telinganya.

“Halo, Fanie!” ucap Alana menyapa ketika cewek itu terlihat oleh pandangannya. Lalu setelah itu terlihat Danish menyembul dari jendela mobil sembari tersenyum lebar. “Eh, ada Om Danish juga.”

[SHS 2] - ANNI(Ad)VERSARY ME!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang