"Jika kutahu pertemuan itu adalah titik penting takdir menyulam benang rumit untuk kita. Maka lebih baik kuputuskan saja benangnya dari awal sebelum akhirnya membelenggu" – Candragitha A.F
***
Detik, menit, dan jam pun berlalu. Setelah pembukaan resmi masa orientasi oleh rektor empat hari yang lalu. Disinilah Githa berada, hari terakhir masa orientasi. Mengelilingi kampus tiada akhir yang entah seberapa luas kampusnya itu sebenarnya.
"Ssst," seseorang berbisik dari sebelahnya yang Githa ketahui adalah Kea. Githa hanya menoleh, mengerutkan keningnya bingung bertanya-tanya. Sementara itu Kea masih saja celingak-celinguk mencari sesuatu.
Kea menyapu wajahnya dengan sapu tangan pink sambil berbisik, "Lo capek gak sih?"
"Ya begitulah," Jawab Githa singkat. Kea menyenggolkan sikunya ke pinggang Githa pelan, "SPJ banget sih lo Gith, gak bosen apa mingkem mulu dari tadi?"
"Ke, diem deh sebelum kita ketauan ngobrol sama kating."
Kea seakan tidak menyadari situasi malah mencoba mengajak ngobrol Raina yang berada di barisan depannya. Ya, pada akhirnya Raina berkenalan juga dengan Keandra yang notabene nya saat itu duduk di sebelah kiri Githa. Dengan Githa yang selalu diseret kemana-mana oleh Kea, jadilah mereka selalu bertiga. Hanya saja saat ini Raina terpisah karena dua barisan yang dibentuk saat mengelilingi kampus.
"Yang bawa sapu tangan pink!" Teriak salah satu kating perempuan. Githa pun menoleh melihat senior yang tidak asing baginya.
Ah, dia kating yang teriak-teriak gajelas dari kemarin. Batin Githa
Sementara itu, melihat dari arah tunjuknnya Githa sadar siapa yang di tegur oleh kating tersebut. Kea pun menunjuk dirinya sendiri memastikan, "Saya kak?"
"Iya kamu,"
Dihampirinya Kea dan kemudian bertanya, "Coba kamu sebutkan apa fungsi gedung yang itu!" Kea pun mengikuti kemana arah jari telunjuk senior yang ada di hadapannya. Mengamati sepersekian detik dan kemudian.
"Gak tau kak," Gelengnya polos.
Githa hanya menghembuskan napasnya lelah. Seakan kepolosan Kea itu seperti beban tersendiri untuknya. Mau tidak mau Githa pun bertindak. Githa menyentuhkan ujung sepatunya ke sepatu Kea dan membisikan sesuatu. Sebelum kating dihadapan keduanya meluapkan amarahnya, "Oh itu gedung musik kak, fungsinya menyimpan alat music untuk anak-anak seni musik." Tambah Kea cepat
Kating yang jika dilihat dari pin namanya Cyntia itu pun menghela napas, "Kamu! Selama pemaparan berkaitan dengan orientasi berlangsung. Gak ada lagi ngobrol, paham?"
"Paham," Angguk Kea cepat.
Akhirnya! Setelah kira-kira satu setengah jam waktu berkeliling habis, waktu istirahat pun tiba. Kampus tour ini berakhir di fakultas masing-masing. Dan disinilah Githa, Kea, dan Raina berada. Di depan gedung fakultas ekonomi dan bisnis.
Semua orang mulai berpencar, mencari tempat rindang yang enak untuk memakan makan siang yang disediakan oleh panitia. Kea yang berjalan dengan semangat 45 di depan Githa pun lebih dahulu duduk terkapar di bawah pohon rindang.
"Ah gila! Capek banget untung hari ini udah terakhir," keluh Kea. Raina yang duduk setelah Kea pun ikut berkomentar, "Parah sih ini, berapa kilo dah kita jalan tadi?".
Githa yang sedari tadi jalan paling belakang pun akhirnya duduk dengan tenang. Membuka kotak nasi miliknya dan menyadari tatapan kedua teman di hadapannya, "Oh... iya capek tapi yaudah lah mau diapain lagi kan."
"Iya sih, tapi kan kita masuk kesini aja udah bersakit-sakit dahulu," ucap Kea mendramatisir.
Pada akhirnya ketiganya makan sambil tertawa dan berbincang. Beruntung, entah bagaimana Kea bisa menemukan tempat yang rindang dan agak jauh dari keramaian tadi. Sebenarnya, hanya Kea dan Raina saja yang benar-benar berbicang. Sementara Githa hanya menimpali sekedarnya.
YOU ARE READING
Si Vis Amari Ama
Teen FictionBenang yang mengikatmu lebih dari takdir ini, bagaimana akhir dari simpulnya? Akankah ada akhir bahagia, untuk dirimu yang pernah ditinggalkan dan takut ditinggalkan? Kisah ini terlalu rumit untuk hanya sekedar kisah cinta...