04

18 4 0
                                    

Alleta melangkah menyusuri jalan dengan langkah pelan. Kepalanya menunduk kebawah melihat jalan yang ia pijak. Terkadang saat ia menemui batu, ia akan menendangnya dengan kaki yang dibalut sepatu sekolah.

Udaranya masih dingin. Jam tangan yang Alleta pakai menunjuk pukul enam lewat tujuh pagi. Kendaraan belum terlalu ramai mengisi jalan. Kedua tangan nya memegang tali tas erat. Dirumah ada Mama nya. Dan Alleta berangkat pagi untuk menghindari Mama nya.

Suasana nya masih sepi. Namun Alleta tak terlalu peduli. Pikirannya melayang memikirkan hidupnya. Ia masih melihat jalan yang ia lewati. Ia tak terlalu tenggelam dalam pikiran. Tenang saja, Alleta juga yakin ia tak akan mati tertabrak pagi ini.

Lama berfikir, akhirnya satu air mata jatuh ke pipi nya. Sedetik kemudian sebuah motor berhenti disebelahnya. Alleta langsung menyeka air matanya. Alleta tak berhenti melangkah. Ia tetap melangkah tanpa peduli motor itu. Bahkan ia mempercepat langkahnya.

Hap

Sebuah tangan mencekal pergelangan tangan Alleta dari belakang. Alleta berhenti melangkah lalu berbalik dan mendapati cowok yang kini menatap nya lekat. Sebuah motor terparkir tak jauh dari tempat mereka berdiri.

"Hey, are you okay?" Tanya cowok itu khawatir.

Alleta mengangguk pelan. Matanya menyiratkan kebingungan. Ia merasa familiar dengan wajah ini. Namun ia lupa.

"Lo, siapa?" Tanya Alleta sambil menunjuk wajah cowok itu dengan tangan yang tak tercekal.

"Rayyan." Ucapnya singkat, bibirnya menyeringai. Alleta merinding sesaat. Ia menurunkan tangan yang menunjuk wajah Rayyan. Ia melihat tangan Rayyan yang masih mencekal pergelangan tangannya.

Rayyan tersadar, ia mendesah kecil sambil melepas cekalannya dengan senyum canggung. Matanya kembali menatap Alleta lekat. Alleta lama lama risih dengan cowok yang bernama Rayyan ini. Rayyan memakai jaket ditubuhnya. Dan Ia pun baru tersadar jika seragam yang ia dan cowok itu kenakan sama saat jaketnya agak terbuka.

"Mau berangkat bareng?" Tanya cowok itu dengan ekspresi menunggu.

Alleta menggeleng. Ia berbalik lalu melangkah meninggalkan Rayyan yang tetap diam berdiri di tempatnya sambil menatap punggung Alleta.

Lima langkah Alleta berjalan, sebuah suara terdengar. Alleta berhenti melangkah. "Tujuh menit waktu lo terbuang karena gue. Itu artinya waktu lo makin sedikit." Alleta mengernyit ditempatnya. Ia menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Dan sekarang jadi sepuluh menit waktu lo terbuang. Jadi, mau bareng atau tetap mau jalan aja?" Sambung Rayyan dengan senyum di wajahnya sambil menatap punggung Alleta yang berdiri diam.

Alleta mendesah pelan. Cowok itu benar, ia kehilangan waktu. Dan Alleta sudah cukup lelah berjalan. Ia kini menyesal tak mengendarai mobil sendiri saja. Jarak rumahnya dan sekolah sangat jauh jika ditempuh dengan jalan kaki. Bodoh sekali dirinya.

Huft

Alleta berbalik dan menatap Rayyan yang menyinggungkan senyum kemenangan. Rayyan berucap, "Dan lo pasti udah capek jalan, iya kan?" Senyum Rayyan makin mengembang. Alleta mendengus kesal dan berjalan menghampiri Rayyan.

Alleta berhenti saat sampai dihadapan Rayyan. "Ayo bareng." Ucap Alleta pelan. Rayyan mengangguk dengan senyum diwajahnya. Rayyan berbalik dan melangkah menuju motornya. Alleta mengikutinya dari belakang.

Sambil melangkah, Rayyan membuka jaket yang menempel ditubuhnya hingga seragamnya dapat terlihat sepenuhnya oleh Alleta. Rayyan menaiki motornya, lalu ia menyodorkan jaketnya kepada Alleta yang masih berdiri disebelah motor Rayyan. Alleta tertegun sesaat, lalu ia meraih jaket itu. Ia sempat membaca badge name Rayyan, namanya 'Rayyan Damara Gibran'. Alleta lalu naik dan menutupi rok pendeknya.

Pita Merah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang