07

18 4 0
                                    

Alleta melangkah menuruni satu persatu anak tangga. Tadi, Bibi memanggilnya turun untuk makan malam. Katanya, sudah ditunggu.

Kaki nya terus melangkah hingga meja makan terlihat di pandangannya. Di meja makan ada Mama, Papa dan Kalila. Melihat pemandangan itu membuat Alleta geram. Sejak Mama dan Papa bertengkar, mereka tak pernah lagi makan bersama. Namun kini mereka kembali makan bersama tapi dengan tambahan orang. Orang yang tak mau Alleta akui.

Mama atau Papa nya belum memberi penjelasan kenapa Kalila tiba tiba menjadi kakak nya. Alleta juga tak akan mengejar mereka hanya untuk mendapat penjelasan. Jadi sampai malam ini, Alleta masih belum mendapat penjelasan setelah mendapat pernyataan itu tadi pagi.

Alleta terus melangkah hingga sampai di meja makan. Wajahnya suram saat mendapati kursi nya lagi lagi ditempati oleh Kalila. Semua mata sedang tertuju padanya, Alleta akhirnya pasrah duduk di kursi yang ada didekatnya. Ia sedang malas berdebat.

Selang beberapa detik Alleta duduk. Papa mulai memakan makan malamnya diikuti Mama dan Kalila. Alleta juga ikut mulai memakan makanannya. Alleta berlagak tak peduli, padahal sedari tadi Mama menatapnya lekat. Alleta juga masa bodoh dengan tatapan tak suka yang dilemparkan Kalila padanya sejak ia datang. Sedangkan Papa hanya fokus dengan makanannya, ia bahkan hanya melirik sekilas saat Alleta hendak duduk.

Makan malam berjalan hening hanya dihiasi dentingan piring dan sendok yang samar. Beberapa menit kemudian keempatnya menyudahi makan malam. Alleta yang tak memiliki kepentingan apa apa lagi bangkit dari duduknya. Namun, suara Papa membuatnya mengurungkan niatnya.

"Duduk Alleta." Ujar Papa dan kali ini Papa menatapnya. Alleta hanya bergumam lalu kembali ke tempatnya semula. Membatalkan niatnya yang ingin kembali ke kamar.

"Kalila, kembali ke kamar kamu." Suruh Papa pada Kalila.

Kalila langsung menyahuti Papa nya. "Baik Pa." Kalila menjawab sambil melempar senyum manis pada Papa. Kalila bangkit dari duduknya. Sebelum melangkah, Kalila menatap Alleta sebentar. Hanya menatap, namun tatapannya amat sinis. Alleta tak diam di tatap seperti itu, Ia balas menatap Kalila sinis.

Kalila tersenyum mengejek padanya. Lalu melangkah berlalu menjauhi meja makan dan kembali ke kamar nya. Alleta menatap punggung Kalila dengan tatapan permusuhan yang kentara. Hingga suara Papa mengentrupsinya.

"Alleta, mulai hari ini Kalila, kakak mu akan tinggal di sini." Ujar Papa sambil menatapnya lekat. Alleta menatap Papa nya dengan raut datarnya.

"Bersikap baiklah pada Kalila. Dia lebih tua dari kamu." Ucap Papa lagi. Setelahnya Papa bangkit dari duduknya dan melangkah meninggalkan meja makan. Alleta menatap punggung Papa nya protes.

"Kenapa dia jadi kakak ku?" Tanya Alleta. Disana Papa berhenti melangkah. Tanpa berbalik menatap Alleta, Papa menjawab. "Karena dia anak ku." Alleta menegang ditempat duduknya. Ia menatap punggung Papa yang semakin menjauh dengan pandangan kosong.

Brak

Alleta dikuasai emosi. Ia menggebrak meja dengan kencang. Mama yang masih ada di meja makan terkejut dibuatnya. Alleta langsung bangkit dari duduknya, ia melangkah menjauh menuju kamarnya. Meninggalkan Mama sendiri dengan keadaan terluka.

Blam

Alleta menutup pintu kamarnya kencang, menimbulkan suara bedebam yang keras. Alleta tak peduli. Ia marah. Kenyataan kembali menamparnya. Kenapa semua tiba tiba berantakan. Alleta tak sanggup. Kali ini ia tak menangis. Mungkin air matanya sudah kering.

Alleta melangkah menuju balkon kamarnya. Bertumpu pada pembatas balkon. Menatap langit malam yang dipenuhi bintang. Satu bulir air mata jatuh. Namun tak berlanjut, hanya satu yang jatuh.

Pita Merah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang