Kami mulai dengan perencanaan, sebelum ada persiapan. Memikirkan kedepan tentang apa rintangan yang akan dilalui, karena lebih berat lebih seru, kira kira seperti itu. Ini kisah perjalanan pulang dengan rasa, rasa hampa atau terpaksa. Aku juga bingung kisah ini nyata atau fiksi belakang. Untukku ini nyata karena terjadi didepan mataku dan seluruh kru yang mendampingiku dalam perjalanan.
Kala itu wabah menyerang tanpa aba aba. Awalnya biasa saja, makin hari kian mencekam. Semua kegiatan dihentikan, dengan berat hati kami harus bergerak menuju rumah meninggalkan sumur tua yang menjadi khas bagi setiap tamu yang datang ke Rumah kami.
Mungkin ini menjadi pembuka cerita, cukup sedikit perkenalan dari kami. Teruslah membaca cerita ini, bila kau ingin merasakannya juga mungkin kau bisa ajak kawan disebelahmu untuk membaca atau beranjak pergi. Perjalanan ini tidak terlalu jauh, ikuti saja jangan sampai tersesat. Berhentilah sejenak bila hujan, beristirahatlah ketika malam sudah tiba. Beranjaklah ketika fajar ingin kembali. Jangan bergerak terlalu cepat karena perjalanan bukan tentang kecepatan tapi keindahan perpindahan dari waktu ke tempat dan tempat ke waktu. Terserah kalian anggap apa, ini sudut pandangku.
Baiklah anggap saja ini persiapan untukmu sebelum kita mulai berangkat, aku berjanji akan berada didepan untuk menuntunmu, tapi aku harap jangan terlalu cepat di beberapa tikungan karena bisa terjatuh dan jangan mendahului nanti bisa tersesat.
"Mari beranjak, bila hatimu tergerak ingin pergi bersama kami jangan lupa ajak kawan disebelahmu, siapkan dirimu. Walau ini awal tapi semua harus dipenuhi dengan persiapan, karena tak ada akhir bila tak ada awal"
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjalanan
Short StoryDari kos, hotel merah putih, gubuk istana, ditemani ragam cerita dan cinta sepanjang perjalanan.