Beranjak

78 3 0
                                    

Persiapan sudah usai, semua sudah terkumpul dan kini waktunya untuk beranjak. Kami berencana untuk meninggalkan kota ini pada pukul 05.00 pagi. Sekarang pukul 01.00 dini hari, rasanya berat menutup mata, rasa senang dan enggan untuk meninggalkan tempat ini perlahan hadir. Semakin banyak yang menjadi pikiran, tentang bagaimana kondisi jalanan, apakah aku sudah siap untuk melewati apapun yang akan datang, ntahlah. Semakin larut semakin aku meyakinkan diriku untuk beranjak pergi. Sudah pukul 03.00 pagi aku memutuskan menutup mata sejenak, baru beberapa menit aku sudah terjaga kembali, hampir pukul 04.00.

Akhirnya aku memutuskan pergi keluar untuk memanaskan mesin sepeda motor yang akan kubawa. Pergi ke kos kru yang akan berangkat. Mungkin mereka juga memikirkan hal yang sama dan terjaga semalaman. Beberapa kotak nasi muncul dihadapan kami, sarapan pagi dan segala persiapan telah maksimal, waktunya berpamitan dengan semuanya. Karena bisa saja ini menjadi akhir bagi kami. Hari terakhir di kota ini, hanya beberapa saat pergi namun berat untuk meninggalkan. Karena rasanya sudah seperti kampung halaman sendiri beserta orang orang didalamnya. Malam terakhir berlalu, suasana yang biasa akan berubah, tapi yasudah.

Kami akhirnya berangkat setelah berpamitan dengan saudara yang masih menetap untuk beberapa saat menunggu waktu yang tepat untuk beranjak, menunggu waktu berpamitan dengan malam malam esok. Perlahan ponsel kubuka kukirim beberapa pesan kepada Ibu tersayang bahwa anaknya pulang ntah itu dengan rasa rindu atau keterpaksaan, yang ia inginkan hanya anaknya tiba dengan selamat.

Keberangkatan kami disambut dengan riang oleh langit pagi ini, udara yang menyelimuti juga sejuk. Perjalanan kali ini mungkin sedikit membuat telinga kalian sakit, sebaiknya kalian menggunakan penutup telinga sembari mengikuti perjalanan cerita ini, tapi tenang disini tidak ada yang sedih, semua gembira. Hanya iringan suara mesin babat yang knalpotnya sudah diujung tanduk yang menjadi pemanis cerita ini, pemanis bukan diawal tapi sampe akhir.

"Semesta juga tau aku takut melangkah kedalam lorong gelap itu, menelusuri seberapa panjang jalan itu, apa itu akan menyesatkanku atau tidak, aku terus mencoba memberanikan diri menikmati setiap rasa di dalam hati, hingga tersesat atau tiba di persinggahan dimana ibuku sudah menanti dengan penuh harap."

PerjalananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang