Perjalanan

130 3 1
                                    

Beranjak telah usai, kini saatnya menyusuri indahnya setiap lekukan di tubuh aspal panas, walau terkadang dingin kala hujan. Helm sudah dikenakan dengan rapih, jaket sudah terpasang di badan yang dioles minyak telon satu untuk bersama dengan aroma khas yang bisa mengembalikan sejenak kenangan di waktu kecil di kala ibu masih sering mengolesi itu ke tubuh kita.

Ntah apa yang ingin diceritakan saat perjalanan ini, aku ingin bercerita tentang aspal tapi sudah pasti dia keras. Ini perjalanan pertama kami bertiga menuju rumah dengan bermodalkan sepeda motor. Karena perjalanan yang lumayan jauh, serta tempat berbeda untuk dituju. Perbedaan tempat bukanlah masalah karena tujuan kami bertiga sama yaitu tiba di rumah dengan selamat.

Sepanjang jalan kami diserang beberapa serangga, mungkin ini daerah kekuasaan mereka. Kami melintas perbukitan yang dikiri kanan masih terdapat banyak pohon tua, serta dibaliknya ada pantai yang indah bak surga, bukan bak kamar mandi. Sebenarnya dalam perjalanan ini kami tidak dihantam sejuta rindu, hanya beberapa serangga dan air hujan. Kami tidak begitu merisaukan masalah kepadatan jalan karena sudah tau kondisi, tidak memikirkan masalah kelengkapan surat karena motor kawanku yang sudah diujung tanduk tidak memiliki surat apapun. Kami hanya memikirkan masalah penyemprotan desinfektan dan pemeriksaan suhu. Bisa bisa jika disetiap perbatasan kami disemprot bukan hanya virus yang mati, kami juga bisa. Bisa berubah jadi monster virus.

"Apa kau tidak sayang pada hidupmu? Nyawamu ? Orang tuamu ? Pertanyaan yang sering terlontar dari orang orang yang sayang padaku. Mungkin pada kami lebih tepatnya. Namun aku sayang kepada hidupku, kepada nyawaku, lebih dari yang kalian pikirkan. Aku merasa tidak berguna jika hidupku tidak digunakan menikmati rotasi dalam perjalanan, aku merasa sayang jika nyawaku tidak dipertaruhkan untuk melihat betapa indahnya dunia. Karena beberapa orang merasa kalau uang itu segalanya, sampai lupa indahnya hidup."

Sabar beberapa saat lagi, karena didalam perjalanan ini kita akan singgah sejenak. mungkin kamu haus, karena perjalanan kita ini masih panjang.

Sekitar 66 km perjalanan yang baru kami tempuh kami mengurangi kecepatan dari sepeda motor yang kami kendarai. Sembari melihat kiri kanan karena ada pemandangan yang disuguhkan oleh pagi yang masih diselimuti embun tipis. Ditempat ini memang banyak ditemui berpasang pasang kera yang kocar kacir di bahu jalan. Apa tujuan mereka aku juga tidak tau, apa mereka juga ingin ikut serta dibawa pulang kerumah ? tapi yang pasti sudah tidak ada ruang di kendaraan kami untuk mereka. Kami terus melanjutkan perjalanan sambal berbincang mengenai kera tadi, mungkin dia ingin memelihara satu dari mereka.

Sekitar 80 km sudah kami lalui, disini kami akan berhenti di SPBU mengisi bahan bakar, bahan bakar kami terkuras cukup banyak, karena sebelumnya kami melewati jalur perbukitan yang lumayan panjang. Semakin panjang tanjakan semakin banyak motor kami ingin minum. Akhirnya kami menemukan SPBU ditempat ini, diawali dengan kebodohan, aku memasuki jalur pengisian bahan bakar roda 4 yang pada akhirnya membuat tawa sedikit kepada karyawan pengisian bahan bakar. Mudah mudahan apa yang kulakukan bisa menghibur kepenatan kakak sama abang yang berjuang ditengah situasi sekarang ini." Semoga lelahmu menjadi Lillah kak." Aku nyemangatin kakak aja, abangnya gausah. Setelah mengisi penuh bahan bakar, kami istirahat sejenak menikmati udara yang masih segar. Minum, membersihkan helm dari kotoran. Oh iya terimakasih kepada rekan yang telah berpartisipasi bagi bagi tisu basah.

Lanjut perjalanan, kiri kanan pohon kelapa melambai, diikuti gemuruh ombak laut yang merdu. Kami sempat mengabadikan momen ini walaupun merdu suara ombak disaingi oleh tingginya suara mesin motor yang beriringan bersama kami. Kira kira pukul 11.00 kami sudah menempuh sekitar 238 km perjalanan. Kami memutuskan beristirahat di salah satu Masjid di tempat itu. Kami singgah untuk sekedar mencuci muka dan makan siang. Tapi sepertinya keamanan di masjid ini tidak mengizinkan kami untuk makan. Tapi kami juga sadar ini tempat beribadah bukan tempat makan. Bisa bisa kami mengotori tempat ini dengan sampah makanan kami, atau kemungkinan terburuknya keamanan di Masjid ini ikut makan mengurangi jatah kami. Aku bercanda.

PerjalananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang