KECUPAN SINGKAT

168 24 7
                                    

Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak 5 menit yang lalu. Tetapi, baik Sila maupun Acha mereka belum keluar kelas.

Acha sedari tadi mencoba membangunkan Sila yang tengah tertidur pulas paska pelajaran Bu Desi, tetapi, hasilnya nihil.

"Silaaa bangun! Ini udah jam pulang sekolah ya ampun!" Acha berteriak keras tepat di telinga Sila.

Entah yang keberapa kali nya ia berteriak hari ini. Mungkin pita suara nya akan rusak bila ia terus menerus berteriak sepanjang hari. Tapi, apakah Acha bisa menghentikan kebiasaan nya berteriak? Sepertinya tidak.

"Astaga Acha Lo mau buat gua budek hah?!" Sila menatap Acha kesal. Sedang mimpi enak-enak, eh, malah mendengar suara yang berpotensi membuat gendang telinga nya rusak.

"Lo mau tidur di kelas sampe kapan, hah?! Lo harusnya berterima kasih sama temen lo yang cantik membahana ini. Coba bayangin kalo gue gak bangunin lo? Mungkin lo bakalan terus tidur ampe Fir'aun ngojek!" teriak Acha geram.

"Oh udah pulang," datar Sila sembari mengemasi barang-barang nya.

"Sabar, Cha. Sabar ini cobaan," ujar Acha sembari mengelus dada, mencoba menenangkan diri nya.

"Bebepp where are you?! Mau pulang bareng Tio gaaa? Pastinya mau dong, kalo pun Acha Gamau, Tio bakalan paksa Acha sampe mau, tanpa ada penolakan, karena kalo Acha nolak Tio nanti Tio bakalan atit ati," teriak Tio ketika menginjakkan kaki di kelas XI IPA II.

Sekedar info Tio dan Ravin adalah kakak kelas Sila beserta Acha. Tio dan Ravin berada di kelas yang sama yaitu XII IPS I. Bukan kelas nya doang yang sama, tapi, isi otak mereka pun sama. Sama-sama geser.

"Emang, ya, gak cewek nya gak cowok nya sama-sama hobby ngebuat gendang telinga orang rusak." Sila berujar kesal. "Emang kalian, tuh, cocok banget jadi pasangan. Pasangan terheboh sedunia," Sila berujar sembari melangkah kan' kakinya pergi dari hadapan Pasangan tersebut.

"Eitsss, tunggu dulu, mau kemana, Sayang?"

Lantas apalagi ini? Baru saja Sila merasa lega karena hampir terbebas dari Tio dan Acha, tetapi, betapa malang nasibnya. Kini Sila malah di pertemukan dengan kembarannya Tio, mungkin bukan kembaran, tetapi, guru dari segala kerusuhan yang ada di muka Bumi ini.

"Mau ke akhirat." Sila menjawab kesal.

"Astaghfirullah Sila gak boleh ngomong gitu, Sayang. Ntar kalo kamu beneran mati nasib aa Ravin gimana?"

"Ya bodoamat emang gua pikirin?" Sila berujar ketus, ia berusaha melangkah pergi dari hadapan Ravin.

"Pulang bareng gue, yaaa. Gue ga nerima penolakan yaa. Kalo lo nolak gue berarti lo harus, kudu, wajib jadi pacar seorang Ravin Aldebaran Madhava Keano." Ravin berujar tegas. "Busyettt dah gue baru ngeh kalo nama gue kepanjangan," lanjut Ravin sembari menarik pergelangan tangan Sila.

"Suruh siapa nama lo panjang-panjang, hah?!" Sila berujar sinis sembari menarik pergelaran tangannya.

"Iih, apaan sih! Ravin. Lepasin gak?"

"Nggak sayang Lo harus pulang bareng gua T. I. T. I. K. Gua ga Nerima penolakan."

"Oke fine gua pulang bareng lo. Tapi bisa ngga lepasin dulu tangan Gua?."

"Engga entar yang ada Lo Kabur."

"Sakit tau gak?" Sila berujar kesal sembari menarik kasar pergelangan tangannya.

"Apa?! Sakit?! Sila kok gak bilang, Sih?! Tau gitu gue bakalan lepasin tangan Lo!" Ravin berujar heboh sembari menarik kembali pergelangan tangan Sila secara lembut tanpa ada paksaan.

My Princess PriscillaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang