Jangan lupa vote, vote itu gratis loh😘
~Happy Reading 💞
***
"Baru pulang? Tadi malem ngelayanin berapa om-om?" Mario bertanya, ketika Sila baru saja menginjak kan kakinya di pekarangan rumah. Mario Guntur, adik kandung Kirana, ibu tiri Sila. Mario lelaki berumur 18 tahun yang amat menyebalkan. Mario selalu saja ikut campur dalam urusannya. Memangnya dia siapa? Lancang sekali lelaki itu!
"Masalah buat lo?" tanya Sila sinis.
"Daripada layanin om-om, mending lo layanin gue."
"Najis," cetus Sila.
"Darimana kamu?" tanya Bagas tajam, bersama Kirana di sisinya.
Cih, Sila berdecih sinis. Dasar wanita tak tau diri, wanita itu hanya bisa berlindung kepada Ayahnya saja. Wanita itu yang telah merebut Bagas darinya, bukan hanya Bagas. Tetapi wanita itu pula yang telah merenggut semua kebahagiaan nya.
"Apa urusannya buat papah?" Sila bertanya sembari tersenyum sinis. Bukan kah selama ini Bagas tak pernah perduli tentang apa yang Sila perbuat? Lantas, untuk apa Bagas bersikap seolah ia perduli padanya? Pencitraan? Seperti nya iya.
"Jaga ucapan kamu, Sila!"
"Kamu selalu saja seperti ini. Kenapa sih kamu?" tanya Bagas sembari mengacak rambutnya frustasi. Bagas sudah sangat lelah menghadapi sifat Sila. Apa mau putrinya ini?
"Kenapa? Tanya sama diri papah sendiri," ujar Sila sembari menaiki anak tangga. Sila sangat muak berada di rumah ini. Ingin rasa nya ia pergi dari sini, lagi pun bila ia pergi, toh Bagas tak akan perduli padanya.
"Kamu itu mau nya apa sih?! Makin gede makin susah buat di atur. Papah udah pusing gimana cara ngeladenin sikap kamu ini," bentakan Bagas mampu menghentikan langkah Sila dan Marchel yang baru saja menginjak kan kakinya di pekarangan rumah ini.
"Papah yang mau nya apa?! Bisanya marah-marah terus!" bentak Marchel geram. Semalaman Marchel mencari-cari keberadaan Sila, ia sudah menghubungi Acha. Namun, hasilnya nihil. Marchel sangat bersyukur karena kini, Sila ada di hadapannya tanpa lecet sedikit pun.
"Kamu tanya sama adik kamu Marchel! Semalaman dia gak pulang. Mau jadi apa anak itu? Kerjaannya cuman bisa bikin malu papah aja," ucap Bagas tajam sembari menunjuk ke arah Sila yang diam mendengarkan.
Sila menggeram marah, kehangatan keluarga nya telah lenyap begitu saja. Bagas, yang menyayangi nya telah hilang seiring berjalannya waktu. Warna-warna dari kehidupan Sila, kini berubah menjadi kelabu. Semua nya kelam, Sila tak menyukai ini. Ingin sekali rasanya Sila berteriak marah, ingin sekali rasanya Sila melenyapkan orang-orang yang telah menghancurkan kebahagiaan nya.
"Papah ini cuman peduli sama adik kamu Marchel! Adik kamu aja yang engga pernah ngerti," bentak Bagas kembali. Sakit sekali rasanya ketika Bagas membentak anak-anaknya. Bagas sudah sangat lelah, ia ingin anak-anaknya kembali seperti dulu.
"Sejak kapan papah perduli sama aku?" tanya Sila tanpa membalikkan tubuhnya.
"Papah cuman perduli sama istri papah, dan anak tiri papah. Oh iya, papah juga perduli kan sama Mario?" lanjut Sila sembari berbalik kasar. Sila menatap sinis pada Bagas, ia ingin meluapkan emosinya, ia benar-benar muak. "Berapa banyak keperdulian papah buat aku? Enggak ada pah! Keperdulian papah buat aku itu cuman, nol besar!" bentak Sila sembari menatap tajam satu persatu manusia yang berada di hadapannya. Siapa yang mengerti dirinya? Tidak ada!
"Papah harusnya nanya sama diri papah sendiri. Bukan bisanya marah-marah gini," lanjut Sila masih belum puas. Bagas pikir, Sila begini karena siapa?
KAMU SEDANG MEMBACA
My Princess Priscilla
JugendliteraturFollow sebelum baca💞 *** "Kalo lo Ravin, Gue tetep jadi Sila. Sila yang nggak suka sama lo, Sila yang gak bisa nerima lo, dan Sila yang gak pernah ngarepin lo hadir di hidupnya." ujar Sila penuh penekanan sembari me...