"Sesusah apa buat lo suka sama gue?" Ravin bertanya sembari menatap Sila. Kini, mereka tengah berada di sebuah taman sederhana. Ada beberapa anak kecil yang berlarian kesana-kemari, ada pula yang tengah menangis karena di jahili oleh teman sebayanya.
"Lo mau tau?" tanya Sila kembali.
"Gue gak tau sesusah apa," lanjut Sila.
"Kenapa gak jawab aja? Kenapa harus gak tau? Gue udah suka sama lo hampir 2 tahun lebih Sil." Ravin berujar lesu.
"Sesusah ngerubah lautan merah jadi bening."
Ravin melongo mendengar seruan Sila. Apakah sesulit itu? "Segitu nya?" tanya Ravin miris.
"Lo udah tau kalo gue gak suka sama lo. Tapi, kenapa lo masih ngejar gue? Apa kelebihan yang lo liat dari diri gue?" Sila bertanya datar. Apa kah Ravin tak bisa berhenti untuk mencintainya? Sebenarnya, sedalam apa cinta Ravin untuknya?
"Dan, lo udah tau kalo gue suka sama lo. Tapi, kenapa lo masih aja nyuruh gue buat pergi Sil? Itu nggak mudah. Di mata gue, lo itu istimewa."
"Lo suka sama gue karena fisik gue? Di luaran sana masih ada yang lebih cantik, lebih baik, dan bisa suka balik sama lo. Ngapain lo masih ngarepin gue?" tanya Sila.
"Fisik? Gue suka sama lo bukan karena fisik lo Sil. Gue bisa dapetin yang lebih cantik dari lo, Ariani Grande bisa gue dapetin. Tapi, perlu lo Inget. Semua tentang lo itu istimewa, itu yang buat gue suka sama lo. Di mata gue, lo itu sempurna." ujar Ravin sedikit sombong.
"Lo bayangin Vin,"
"Kalo di peranin dalam minuman. Lo sbucks yang harganya dua ratus lima puluh ribu, sedangkan gue cuman air mineral gelas yang harga lima ratus perak. Dua ratus lima puluh ribu cuman bisa ngebeli satu Starbucks, sedangkan dua ratus lima puluh ribu buat air mineral gelas, bisa ngebeli lima ratus gelas air mineral, bahkan lebih. Lo tau perbandingan nya? Jauh kan. Itu kaya gue sama lo, Jauh beda." Sila berujar panjang. Bahkan, Sila rela berujar panjang hanya untuk memperingati Ravin.
"Kalo lo air mineral, biarin gue jadi Ravin, bukan sbucks. Karena, seorang Ravin lebih membutuhkan air mineral yang harga nya cuman lima ratus perak, dari pada sbucks yang harganya ratusan ribu. Iya, bener Sil. Lo itu kaya air mineral, sederhana tapi lo yang paling penting, seluruh makhluk hidup yang ada di bumi ini lebih butuh air mineral, dari pada sbucks. Lo penting di hidup gue, itu yang gue tau. Nggak ada yang bisa ngebantah." Skak. Sila terbungkam, ia tak bisa berkata-kata. Sila tak habis pikir bahwa Ravin akan sepandai itu membalikkan ucapannya.
***
Sila termenung di balkon kamar Acha, menatap indahnya pemandangan ibu kota, bersama dengan lampu-lampu gemerlap menghiasi gelapnya malam hari. Sesuai rencana, untuk beberapa hari kedepan ia akan menginap di rumah Acha, demi menghindari Marchel. Untuk saat ini, Sila tak memikirkan Marchel, yang ia fikir kan adalah ucapannya pada Ravin, pria jangkung yang selalu merecoki hidup Sila. Apakah ucapannya terlalu kasar? Tetapi, bila dengan cara halus Ravin akan sangat enggan untuk menjauh.
Flashback on
"Kalo lo air mineral, biarin gue jadi Ravin, bukan sbucks. Karena, seorang Ravin lebih membutuhkan air mineral yang harganya cuman lima ratus perak, dari pada sbucks yang harganya ratusan ribu. Iya, bener Sil. Lo itu kaya air mineral, sederhana. Tapi, Lo yang paling penting. Seluruh makhluk hidup yang ada di bumi ini, termasuk gue, lebih butuh air mineral dari pada sbucks. Lo penting di hidup gue, itu yang gue tau. Nggak ada yang bisa ngebantah." Ravin berujar panjang bersama tatapan teduhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Princess Priscilla
Teen FictionFollow sebelum baca💞 *** "Kalo lo Ravin, Gue tetep jadi Sila. Sila yang nggak suka sama lo, Sila yang gak bisa nerima lo, dan Sila yang gak pernah ngarepin lo hadir di hidupnya." ujar Sila penuh penekanan sembari me...