Kenapa aku harus menyukainya?
Kenapa aku harus betah berlama-lama di dekatnya?
Apa yang sudah dia perbuat padaku sehingga aku begitu tergila-gila padanya? Hanyut dalam pusaran egonya yang perlahan-lahan memudarkan cinta kasih untuk diriku sendiri?
Bukankah cinta yang benar--jika istilah itu sungguh-sungguh ada--hanya terjadi jika kau mampu mencintai dirimu sendiri terlebih dahulu, sebelum kau mencintai mereka--yang kau cintai?
Malam ini, di dalam kamarku yang terasa sempit dan pengap--karena aku sesak dengan rasa besar yang kumiliki padanya di relung hatiku yang kecil--aku tidak bisa tidur. Bukan karena aku sudah tidur siang--hell, aku tak pernah tidur siang--melainkan karena bayang dirinya terlalu sulit untuk kusingkirkan, kubuang dalam tong sampah di sudut kamarku.
Sekuat apa pun aku menolak perasaan ini, sekencang itu dia hadir kembali, tak kenal kata "penolakan", menghantam kewarasanku. Aku menangis dan berdoa kepada Tuhan, agar aku tidak usah merasakan perih akibat terlalu mencintai--merasa terlalu mencintai, lebih tepatnya--seseorang. Tahu apa anak umur 16 tahun tentang cinta? Aku tak tahu apa-apa. Papaku bilang, cinta adalah dia yang hadir dan menetap, sekali pun eksistensinya lenyap, di keabadian waktu. Aku tidak mengerti maksudnya. Kukatakan, bahasa Papa terlalu aneh. Papa menjelaskan lagi. Kehadiran sosoknya yang pada mulanya tidak terduga, lalu tinggal di dalam diri kita, meski pun itu tidak harus dalam bentuk "sosok" atau "tubuh" atau "fisik" atau apa pun itu yang bisa dilihat dan diraba. Tapi juga yang tak kasat mata berupa "kenangan", "bayangan", "perasaan", bahkan "jiwa" (sebagai puncak tertinggi penghargaan) yang mereka tumpahkan--sengaja atau tidak disengaja--ke dalam jiwa kita. Memenuhi kita. Tak peduli itu berimbal balik atau tidak. "Mencintai tidak berarti harus dicintai." Papa mengakhiri filosofinya.
"Lalu, ungkapan John Lennon di lirik lagunya itu tidak benar dong, Pa?" tanyaku dengan raut merengut karena kebingungan. Atau menyangkal.
Papa mengerutkan kening dan menyipitkan matanya seakan bertanya, Lirik yang mana, nak?
"Love is wanting to be loved; cinta itu ingin dicintai." balasku datar, menatap langit-langit kamar. Membayangkan wajahnya saat aku mengucapkan kata "cinta". Apa dia benar-benar cinta pertamaku? Apa dia layak menjadi cinta pertamaku? Aku menghela nafas frustasi. Apa aku layak menjadi cintanya? Walau entah yang ke berapa.
"Apa kamu sedang jatuh cinta?" Tahu problematika yang kuhadapi, Papa tersenyum menggoda sambil mengusap rambutku. Menyadarkanku yang sedang terbuai dalam pusarannya.
Aku mengangguk lalu menggeleng pelan, "Puput.. masih belum yakin apa ini cinta...atau bukan..." Kujawab pertanyaan Papa ragu-ragu, "Makanya... gimana menurut Papa, kata-kata John Lennon tadi?"
"Dan tolong jangan tanya siapa orang itu." tukasku lekas-lekas, sebelum Papa bertanya siapa orang yang menguasai pikiranku itu. Semoga Papa tidak menebak-nebak atau membaca pikiranku.
"Well, Papa nggak bakal maksa sebelum kamu sendiri yang bercerita," ujar Papa memahami, menyentuh pundakku. "Terkait itu, hm, Papa nggak bisa bilang definisi cinta dari Papa itu yang paling benar. Tapi setidaknya, itu yang Papa pribadi yakini."
"Dan apa yang dibilang Om John itu, itu lah yang dia yakini." Papa tersenyum tipis sambil mengangkat kedua alisnya ke arahku.
Aku tergelak mendengar Papa menjuluki musisi yang telah mati sewaktu berusia 40 tahun itu dengan sebutan "Om", usia yang lebih muda satu tahun darinya saat ini. Ya, Papaku baru menginjak 41 tahun. Dan pada usia tersebut dia sudah menjadi duda yang terlalu setia pada almarhum istrinya, Mamaku.
Pandangan wajahnya yang teduh dengan bulu mata tebal yang menjadi tirai di matanya yang bulat dan kecil, dipadu dengan kumis dan bulu-bulu rapat nan halus yang mengitari dagunya yang persegi, serta rambutnya yang mulai memutih, membuatnya jadi makin tampan dan tampak lebih berwibawa. Aku yakin saat muda Papa pasti jadi idola para wanita. Bukan hanya ketampanan yang dia punya, namun juga kehangatan yang tidak lepas dari pancaran sosoknya. Walau sekadar dia tatap, orang-orang suka merasa dekat. Kasarnya, geer.
Saat Papa hendak melanjutkan pemaparannya, saat itu pula ponselku bergetar dan berbunyi. Aku menatap Papa sebagai tanda meminta izin untuk memberi jeda, dia mengangguk dan menungguku dengan sabar.
Aku ambil ponselku yang sedang tergeletak di atas meja rias, dan kubaca isi chat yang masuk.
Dari Mia:
I miss you, you know.
Aku memelototkan mata tidak percaya. Kugoyang-goyangkan ponselku dan kubaca kembali isi chat tersebut dengan hati-hati. Masih sama. Masih ungkapan kata rindu.
Belum satu minggu dan dia duluan yang menyampaikan kalimat itu. Meski pun aku yakin aku yang lebih tersiksa batin.
Seketika air mataku luruh tanpa mampu kubendung. Jantungku berdetak hebat dan rasanya aku sulit bernafas.
Aku baru tahu ada jarak tipis antara kesedihan dan kebahagiaan; begini rasanya bahagia dalam untaian air mata. Aku pun merindukannya. Sungguh.
Papa yang melihatku langsung khawatir dan berdiri tegak dari kursinya yang berada di sisi tempat tidurku. Kucondongkan tanganku dan kubuka telapakku ke arahnya sebagai tanda bahwa aku tidak apa-apa; aku baik-baik saja. Kupertegas dengan senyuman di wajahku, walau pun air belum juga berhenti luruh dari mataku.
Kudekap ponsel yang dari tadi kugenggam ke dadaku untuk membuat perasaan itu semakin nyata: perasaan cinta. Kembali benda pipih itu terasa bergetar, namun bukan oleh karena ada chat lain yang masuk, melainkan, ada gejolak di dada yang tiba-tiba ingin menyeruak. Minta dibebaskan.
Tanpa kuminta, Papa mundur perlahan. Dia tahu tanpa aku harus memberitahu: bahwa anaknya sedang jatuh cinta, dan baru saja mendapat pesan cinta dari seseorang yang ia kira ia cinta.
Semacam itu lah.
"Jika aku adalah cinta
Aku hanya ingin mencinta
Menjadi kabut bukit
Menjadi kabut bukit di kulitmu
Menjadi alam liar lamunanmu"
KAMU SEDANG MEMBACA
P u t i ( h )
RomanceAku pernah menyayangi seseorang. Seseorang yang bukan anggota keluargaku. Seseorang yang pernah hadir mengisi dan mengusik hari-hariku dengan sapaan, senyuman, candaan, kebahagiaan hingga makian, siksaan, kepedihan, dan penyesalan. Seseorang yang se...