4. Melting her slowly

13 5 0
                                    

Nina mendesis kesal saat 3 orang menanyainya terus-terusan disaat dia belum selesai 2 soal.

Mungkin karena jam istirahat yang sebentar lagi tiba, mereka serempak memanggil Nina tanpa perduli dengan tatapan mengancam milik Bu Ana- pengawas mereka- yang sedari tadi melayangkan tatapan tajamnya.

Nina memasang wajah datar dan menantang saat Bu Ana menyorotnya tajam. Toh, siapa peduli?

Tapi Nina masih waras dengan tidak menggubris panggilan Krisna, Ken, dan Ananda yang terus memanggilnya.

Ananda duduk di depan, sedangkan Krisna dan Ken duduk paling belakang. Meskipun di belakang, Bu Ana terus berjalan sembari menatap tajam orang-orang yang mencurigakan.

"Nin, Nin," Nina melirik sekilas Veron yang memanggilnya. Dia berdehem.

"Mana punya lo? Sini tukerin sama punya gue." ujar Nina sangat pelan. Entah Veron mendengar atau tidak, bodo amat. Kalo enggak sukur, kalo iya.. ya gitu.

"Periksa kembali jawaban kalian anak-anak. 15 menit lagi soal sudah harus di atas meja saya. Kelas 11 di kiri, kelas 10 di kanan. Lembar jawaban berikan ke ibuk."

Nina menelan ludahnya gusar. Dia menenangkan hatinya yang gundah karena 2 soal belum terjawab ditambah Veron minta bantuannya. Ah.. mungkin Nina harus minta traktiran sehabis ini.

"Nih, gue taunya 30 sampe 40. Sisanya enggak."

"Thanks," Nina tersenyum tipis menutupi dadanya yang bergemuruh. Dia menumpukan tangannya di kaki yang baru ia naikkan ke kursi.

Pandangannya fokus pada soal, namun memang nikmat Tuhan di sebelahnya indah, fokusnya terbelah hingga yang kesekian kalinya.

Dia menoleh sekilas pada Veron. Menatap wajah dan kertas Veron bergiliran.

Deg

Pipinya bersemu melihat Veron yang membalas tatapannya dengan senyum miring menggoda. Jika tidak ada pengawas, Nina pastikan pipinya merona dengan Veron yang terus menggodanya.

Tahan Nina, tahan... jangan senyum.

Nina segera menunduk, kembali menatap soal dan membacanya lamat-lamat. Tangannya dengan lincah mencoret kertas buram yang disediakan.

"Yes.. akhirnya ketemu!" pekiknya senang dengan pelan.

"Yang sudah yakin dengan jawabannya silahkan dikumpul ke depan." Nina langsung bangkit dari duduknya dan hal itu mendapat perhatian hampir satu ruangan.

Dia meringis pelan. "Excuse me, kakak,"Nina berujar pada Veron yang masih setia dengan kertasnya. Mungkin sedang mencari jawaban dengan menghitung kancing baju.

Nina mendengus dan kembali duduk. "Excuse me, Kak Veron," kali ini lebih keras dan tegas. Dia sengaja menambah embel-embel Kak. Ingin mengetahui bagaimana responnya.

Veron menoleh sekilas. Dia lantas berdecak. "Ckck.. enggak usah sok manis gitu lo sama gue. Gue seleding juga pala lo kalo sok manis kaya gitu,"

"Kemarin aja nyuruhnya sopan dikit, sopan dikit. Sekarang nyuruh kebalikannya. Labil banget jadi cowok." cibir Nina yang mendapat pelototan tajam dari Veron. "Sama panggilan aja masih labil, gimana hati gue nantinya? Pasti di PHPin." gumamnya sepelan mungkin lalu berjalan menjauhi kursinya untuk mengumpulkan jawaban.

---

Nina memutuskan untuk makan di kelasnya bersama ketiga sahabatnya. Dia melirik ke seluruh penjuru hingga pandangannya tiba di satu titik. Veron sedang tertawa bersama temannya. Dengan tubuh tingginya, dia terlihat menjulang duduk di atas meja dengan kaki yang diletakkan dikursi. Duduknya begitu terus kayanya.

CINLOKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang