Nina menatap malas sekolah yang masih sepi. Bahunya melemas kala mobil yang mengantarnya sudah pergi.
Nina mendesah malas untuk kesekian kalinya. Karena skipping kemarin, dia harus berjalan pincang setiap kali melangkah. Betisnya tertarik, dan berdasarkan pengalamannya, butuh waktu seminggu agar bisa berjalan seperti semula. Ditambah dengan memar pada lututnya, mungkin lebih lama. Begitu pikirnya.
Dia mulai berjalan menaiki tangga yang akan menuntunnya menuju kelasnya sampai 2 hari kedepan dengan susah payah.
Seperti perkiraannya, hanya 2 orang yang baru tiba di kelasnya. Salah satunya Elena. Elena si gadis gempal dengan pipi tembam.
"Hai, Elena," sapa Nina dari tempat duduknya. Setelah meletakkan tasnya, dia kembali berjalan menuju meja Elena.
"Eh, Nina," Balas Elena setengah terkejut. Nina menumpukan kedua tangannya di meja Elena. "Kaki lo kenapa? Pincang gitu,"
Nina melirik sekilas betisnya. "Bukan kaki gue yang kenapa-napa. Betis gue ketarik gara-gara kemarin skipping enggak berhenti-berhenti. Lutut gue juga memar gara-gara jatoh dari tangga kemaren." Dia melihat jendela yang memang dekat dengan tempat Elena.
"Buset dah! Lo ngomong seolah udah sering aja,"
Nina memutar bola matanya. "Emang kali. Kalo di renang, gue udah sering ngerasain gini. Jadi, ini tuh udah biasa buat gue."
"Oh, iya. Lo sama Ken gimana?" tanya Elena seraya menaik turunkan alisnya menggoda.
Tak
"Ngomong sekali lagi, gue tendang juga lo kebawah." ancam Nina bercanda. Elena tertawa kecil.
"Cogan lo dateng, tuh. Samperin sono!" usir Elena dengan suara keras.
Sialan! Darimana Elena tau? Pikirnya.
Setelah melayangkan tatapan tajamnya, Nina berbalik dan berjalan menuju kursinya yang disebelahnya terdapat Veron sedang menatap dirinya seraya menaikkan sebelah alisnya.
Dia melirik sekilas jamnya. 06.40 AM.
Rajin juga veron ternyata. Ungkap batinnya tak percaya.
"Kaki lo kenapa dah?" tanya Veron setelah menginjinkan Nina lewat. Dia menghadap Nina dan menundukkan sedikit kepalanya.
"Lo ngintip gue, ya?!" tuduh Nina sembari mundur menempel tembok. Tangannya menutup roknya yang selutut.
Terdengar decakan kesal dari Veron. "Sok tau banget lo babi! Gue cuma pengen liat, kaki lo kenapa sampe pincang gitu." sahut Veron tak santai.
Nina melotot sebal. Kemarin dikatain anjing, sekarang babi. Ngajak berantem banget nih orang. Kesalnya.
"Heh! Kemaren lo manggil gue anjing gue diemin. Sekarang lo manggil gue babi gue enggak terima ya! Lo kira muka gue mirip 2 hewan itu apa? Seenak jidat lo manggil gue gitu, lo kira gue gak punya hati? Gue cewek. Lo sebagai cowok sopan dikit dong!" omel Nina berapi-api. Astaga.. kenapa dia semurka ini?
Veron menaikkan sebelah alisnya. "Terserah gue dong! Yang punya mulut juga gue. Yang manggil gue. Ngapain lo yang sewot? Lagian lo lagi PMS, ya? Cuma soal panggilan doang lo semurka ini."
Nina mendengus. Seakan teringat ini awal bulan, Nina mulai was-was. Sialan, jangan-jangan gue beneran PMS? Makinya dalam hati.
"Woy! Lo belum jawab pertanyaan gue!" Sentak Veron yang mengejutkan Nina.
Nina menarik nafasnya dalam-dalam kemudian menghembuskannya kasar. "Apa? Pertanyaan lo terlalu banyak dan enggak bermutu."
"Aishh.. sialan lo ya!" Nina tersenyum puas. Kekehan kecil keluar dari bibir Nina. "Iya, iya. Lo tanya apa? Gue lupa."
KAMU SEDANG MEMBACA
CINLOK
Roman pour AdolescentsSequel -Nissa&Nathan- --- Cinlok. Satu kata yang menyenangkan bagi Nina. Duduk bersama kakak kelas ganteng yang mampu membuatnya merindu ketika tiba dirumah. Cowok jail dengan segala tingkahnya yang membuat Nina langsung jatuh hati dan kesal disaat...