Disinilah Nina berada. Di sebelah Nanta yang setia memberinya tatapan tajam. Dan di depan Nathan yang berusaha mengintimidasinya.
Sesaat setelah Nanta berseru heboh tadi, Nanta langsung menelpon Papa dan Mama untuk menyuruhnya pulang cepat dengan alibi menginterogasi Nina.
Nina yang diperlakukan seperti itu mendesah sebal. Wajahnya tertekuk, bete pada abangnya yang terlalu berlebihan.
Lagian, bukannya Nanta bilang akan menginap di apartemen? Kenapa siang-siang sudah pulang kerumah? Memikirkan kebohongan yang dibuat abangnya membuat Nina mendecih sinis.
"Mulut lo, Nina. Mau gue potong pake belati?" Nanta mengancam dengan mata mendelik. Mereka bertiga ditambah Leo sedang menunggu Nissa yang mengambil cookies dan minuman agar menyegarkan pikiran.
Leo yang duduk anteng menatap Nina dengan tatapan jahil dan bibir berkedut sedari tadi
Nina melotot garang melihat Leo yang seolah-olah mengejeknya lewat tatapan. "Mampus lo kak!"
"Leo!" tegur Nathan yang tentu mengerti akan tatapan Leo pada Nina.
Kalau saja tidak ada Nathan dan Nanta disebelahnya, sudah Nina pastikan dia menghapiri Leo kemudian tertawa keras-keras di depan wajahnya.
"Mama, ayo cepet! Nanti Nina-nya kabur." ujar Nathan dengan lantang. Mungkin dia sudah lelah dengan keheningan yang tercipta sedari tadi.
"Iya, sebentar!" balas Nissa setengah berteriak. Dia berjalan dengan nampan di tangannya.
"Kenapa masih diem? Kok enggak ngomong-ngomong?" tanyanya heran melihat keempat orang disana hanya berniat duduk dengan tatapan lurus ke depan.
"Biarin tersangka yang jelasin semuanya." Nanta berujar ringan.
Nina menoleh dan menatap tak percaya pada abangnya itu. Dikira dia maling apa seorang tersangka?
Nissa yang menyaksikan semua itu mengulum senyum. Dia duduk disebelah Leo setelah meletakkan nampan di meja.
Nina mendesah pasrah saat Nathan menatapnya tajam seolah meminta kejelasan.
"Itu bohong Pah, bang. Nina cuma bercanda. Baru aja Nina mau bil-"
"Bilang kalo elo baru aja pacaran sama dia gitu?" potong Nanta cepat. Dia sudah terlampau marah mengetahui Nina melangkahinya pacaran.
Nina memukul paha Abangnya sebagai tanda protes. "Abang bilang biarin tersangka yang jelasin. Ngapain abang motong?"
Nanta terkekeh kecil sebelum kembali mendatarkan wajahnya.
"Abang salah sangka, Pa. Dia langsung motong ucapan Nina sewaktu Nina mau bilang Aprilmop. Iya kan, Leo?" Jelas Nina singkat diakhir dengan menatap Leo melas. Dia berharap semua ini cepat selesai. Perutnya sudah berbunyi sedari tadi minta diisi.
Tangannya tergerak mengambil cookies karena tidak mendapat respon dari Leo.
Plak
Nissa meringis saat Nanta dengan tega memukul tangannya. "Sebelum ini selesai lo gaboleh makan itu."
Nina cemberut. Dia duduk kembali menatap Nissa berharap mendapat pertolongan.
"Nanta, biarin Nina ambil cookiesnya,"
"Tapi ma---"
Nathan dengan cepat menyela. "Kamu mau adik kamu mati kelaparan sebelum kamu potong mulutnya dia?"
Nina makin cemberut. "Papa ih.. jahat banget sama Nina."
Nathan tertawa kecil. Ketegangan pura-pura yang tadi terasa sudah hilang diganti kehangatan.

KAMU SEDANG MEMBACA
CINLOK
Fiksi RemajaSequel -Nissa&Nathan- --- Cinlok. Satu kata yang menyenangkan bagi Nina. Duduk bersama kakak kelas ganteng yang mampu membuatnya merindu ketika tiba dirumah. Cowok jail dengan segala tingkahnya yang membuat Nina langsung jatuh hati dan kesal disaat...