5. Cause Aprilmop

16 5 0
                                    

Nina menahan tawa melihat Veron yang bingung menyimpan ponselnya.

Hendak menawarkan bantuan, tapi dia fikir biarkan Veron yang memintanya duluan.

"Sialan! Gue lupa taruh hp gue lagi." Veron berkata frustasi. Tangannya yang memegang hp diletakkan di sela-sela pahanya guna tidak ketahuan pengawas.

Seakan tersadar orang disebelahnya memiliki kotak pensil yang cukup besar, Veron berujar pelan, "Nin, gue titip HP di kotak pensil lo, ya?"

Nina menimbang-nimbang sebentar, ingin menggoda Veron. "Kalo gue enggak mau?"

Tatapan Veron berubah putus asa dan melas. "Yahh... jangan gitu dong. Masa gue megang hp terus. Kalo ketauan terus gue dikeluarin gimana?" Cercanya dengan suara kecil.

Nina mengulum bibirnya melihat Veron yang begini. Dia berdehem sebentar sebelum kembali fokus pada kertas di hadapannya.

"Nina! Ntar gue bantu deh, ya.. ya.." Nina tertawa kecil melihat Veron disaat pengawas keluar ruangan.

Tangannya mengambil kotak pensil pinknya yang cukup besar untuk menampung HP Veron. "Lo kali yang gue bantu."

Veron tertawa renyah. "Nina baik banget deh."

Nina memutar bola matanya malas mendengar pujian tidak ikhlas Veron.

"Giliran gini baru dipuji." Nina mencibir keras, sengaja agar Veron mendengarnya.

Matanya yang semula pada soal, melotot tajam melihat Veron yabg seenak jidat mengambil salah satu pulpennya. Pulpen berwarna pink yang berisi gambar biasnya.

"Pinjem! Punya gue macet."

"Terserah." Nina menarik dan membuang nafasnya kasar.

20 menit berlalu. Nina melirik diam-diam Veron yang gusar sedari tadi. Minta jawaban sana-sini yang berakhir dengan dengusan karena tidak mendapat apa yang diinginkan.

Ya.... meskipun Nina juga begitu sih kali ini. Maklum, ekonomi bukan ahlinya.

Wajahnya segera berbalik melihat Ken saat dirasa pengawas sedang lengah.

"Ken," bisik Nina cukup keras yang mampu membuat Ken menoleh.

Tanpa suara, Nina berucap nomor yang masih kosong.

Ken melihat jawabannya kemudian sama seperti Nina, dia berucap tanpa kata hingga deheman pengawas membuatnya terkejut.

Dag dig dug

Jantungnya berdegup takut. Dia sadar tidak baik menyontek jawaban teman. Papanya sudah sering sekali memberi ceramah dan Nina sempat terpengaruh. Namun jiwa-jiwa setan di otaknya menang karena selalu merapalkan kata-kata jimat yang terus dia ingat hingga kini. "Nyontek engga salah kok, Nin. Lagian lo nyonteknya cuma 1 sampe 5 soal. Kalo nyalin semua jawaban baru salah. Enggah usah takut, engga usah sungkan. Nyontek aja."

Nina kembali merapalkan itu di hatinya. Diam-diam Nina berucap syukur karena ternyata pengawas menegur kakak kelasnya, bukan dia.

"Aman."

"Nyontek tu kaya gue. Kalo lo nyontek gitu terus, gue jamin besok ketauan." Nina menoleh menatap Veron. Alisnya terangkat satu kemudian berdecih.

"Bodo amat."
Hembusan nafas gusar terus menerus keluar melihat Ken, Ananda, dan temannya yang lain yang pura-pura sombong ketika dipanggil.

Bilang aja mau bales dendam kampret! Umpatnya dalam hati.

"Jangan keras-keras gitu lo napas, anjing!"

Nina melotot marah pada Veron. Enak aja dikata anjing. Ditengah-tengah kepanikan melanda karena tidak mengerti, Nina menyadari satu hal. Veron merupakan cowok termunafik yang dia temui. Dirinya secantik ini dikatai anjing. Mukaknya dia kali yang mirip anjeng. Anjeng jalanan Haha.

CINLOKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang