JUNI 2016

21 2 0
                                    

Hi Nila
Selamat pagi.
Maaf tak ada puisi. Tapi matamu akan selalu menjelma abjad yang tak pernah kalah memerangi jenuh. Akan ada puisi nantinya. Aku hanya ingin kamu tersenyum.
Semoga harimu menyenangkan.

_FD_

" Biii....
Bibi yang letakan surat di kamar Nila, ya ? "

" Iya, Nak. Bibi tidak bisa ke atas. Bibi lagi masak. "
Suara bibi keras dari lantai bawah.

Sontak Nila lompat dari tempat tidur dan terburu-buru menuruni tangga menuju dapur.

" Bi, emang tadi siapa yang antar ? "
Tanya Nila penasaran.

" Tadi Bibi sementara bersihkan halaman depan. Eh, ada yang antar surat terus dimasukin ke kotak surat. Bibi tidak sempat nanya. "

" Yaah....
Sudah dua kali surat ini diterima tapi tidak tahu asal usulnya. Sebenarnya siapa yang menulisnya ? "
Nila terlihat sangat penasaran.

_____________________________

Sebuah galeri seni yang baru saja dibuka pada dua bulan yang lalu, menarik perhatiannya Nila untuk sesegera mungkin mengunjunginya.
Untuk memuaskan rasa ingin tahunya, ia pun mengunjungi tempat itu. Bus yang ditumpanginya berhenti di seberang jalan dari tempat berdirinya galeri seni tersebut.

Bunyi notifikasi pesan masuk pada handphone Nila membuatnya berhenti sejenak di depan galeri seni.

Dirga : " Hi, lagi dimana ? Maaf ganggu. "
Nila : " It's ok. Lagi di galeri seni. "
Dirga : " Wah, asik. "
Nila : " Ya begitulah. Oh iya, mau sampaikan sesuatu ? "
Dirga : " Tidak apa-apa. Cuma mau mengingatkan. Jangan lupa bersyukur sama Leonardo da Vinci sebagai Pelopor Seni Dunia. "
Nila : " Akan selalu bersyukur kok ! Sudah dulu ya ! Sebentar baru saya kabari. "
Dirga : " Baiklah. "

Setiap orang berhak memilih apa yang mereka sukai. Tidak seorang pun yang bisa mengatur siapa yang harus kita idolakan. Atau mungkin apa yang harus menjadi kegemaran kita. Atau juga apa yang kita cita-citakan. Itu sudah menjadi urusan pribadi masing-masing orang. Entah seni ataupun olahraga, entah menjadi penyanyi, pelukis atau penulis, apapun itu harus dipilih oleh dan untuk diri mereka sendiri. Tidak harus dipaksakan.

Nila melihat lukisan-lukisan yang sangat indah. Ia terhenti sejenak membaca sebuah tulisan di dinding galeri seni tersebut.

" Seni adalah kebohongan yang menyadarkan kita akan kebenaran "

_Pablo Picasso_

Ya, dibalik lukisan-lukisan yang dipajang pasti ada maknanya. Lukisan itu memang benda mati. Tetapi kebenaran yang tersirat di dalamnya benar-benar hidup. Berkarya membuat kita abadi. Karya itu umurnya akan jauh lebih panjang dari hanya sekedar tubuh manusia. Maka, berkarya akan membuat namamu hidup untuk selamanya.

______________________________

Nila sedang membaca buku di ruang tamu berdinding putih dilengkapi TV Polytron 32 in dengan tipe LED dan sofa indigo berwarna hitam. Nila sedang santai di depan TV yang belum ingin dinyalakan. Ia masih sibuk dengan bukunya.

" Tidak ke kampus ? "
Tanya Mak Iyem sambil meletakan segelas cokelat panas di atas meja.

" Hari ini Nila tidak ada jadwal, Bi. "

" Ayah sama Bundamu, kapan pulang ? Tanyakan ! Jangan cuek-cuekan ah ! "

" Biarin saja, Bi. Masih sibuk berbisnis. Nanti juga pulang. Lagian Ayah kan bilang mereka di sana paling lama setahun, kan ? "

" Yah kamu harusnya tanya, Nak ! "

" Iya, nanti Nila tanyain ! "

" Yah sudah, jangan lupa minum cokelatnya. Bibi mau ke kamar dulu, mau beres-beres. "

" Terima kasih ya, Bi. I Love You. Pokonya Mak Iyem is the best. "
Nila tersenyum lebar.

" Halaaahhh.... sudah, Bibi mau ke kamar dulu. "

" Oke Boss. "

Krrriiiiiiiinggggg.....
Telepon rumah di ruang tamu berdering. Nila meletakan bukunya di atas sofa dan menghampiri bunyi telepon tersebut.

" Haloo..."

" Nila, ya ? "

" Binar, ada apa ? "

" Handphone itu dipake bukan dijadikan pajangan. "

" Sorry, ketinggalan di kamar.
Ada apa ? "

" Gayamu kaku, tuh anak udah jalan ke Australia. "

" Australia ? Siapa maksud kamu ?

" Siapa lagi kalau bukan si Nerd Guy ? "

" Dirga ? Serius ? Kok aku tidak dikasih tahu ? "
Seketika wajahnya Nila berubah. Matanya mulai berkaca-kaca.

" Katanya sudah dari kemarin. Aku pikir Leon sudah memberitahu kamu. Eh, ternyata belum. "

" Ya udah, Nar ! Nanti aku hubungi lagi ya ! Bye..."

Nila menutup teleponnya. Ia mematung. Seketika pikirannya tertuju pada pesannya Dirga kemarin saat ia sedang mengunjungi Galeri Seni. Nila berlari ke lantai atas kamarnya. Ia memeriksa kembali sms-nya Dirga.

" Mungkin kemarin Dirga ingin berpamitan. Ah, sudahlah ! Siapa aku sampai dia harus pamit ? "

Nila berbicara sendiri di kamarnya.

KERETA WAKTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang