AKHIR SEPTEMBER 2018

22 3 0
                                    

         Bandung masih menyajikan hal-hal yang menyenangkan. Inspirasi indah seolah-olah tidak akan habis mengitari pikiran.
Setelah memakai toga setahun silam, Nila memilih untuk mendirikan sebuah toko buku dengan modal yang diberikan oleh Ayah dan Bundanya.

Di pinggir jalan tepat di sebelah kiri  taman bermain anak-anak, ada sebuah bangunan sederhana dengan tulisan berbahasa Spanyol " La librería de Nila " atau dalam bahasa Indonesianya adalah " Toko buku Nila " yang disertakan juga di bawah tulisan berbahasa Spanyol tersebut.

Toko buku dengan desain unik itu dibagi dalam dua ruangan. Sebelah kiri sebagai tempat untuk meletakan bukunya dan di sebelah kanan terdapat Coffee Shop. Hal tersebut dimaksudkan agar para pengunjung yang membeli buku atau hanya sekedar berkunjung melihat-lihat bukunya, bisa tertarik untuk membeli dan langsung membacanya sambil menikmati kopi. Toko buku yang menggunakan furniture berbahan kayu tersebut, disertakan juga dengan beberapa tipografi tentang buku dan membaca sehingga dapat memotivasi pengunjung dan bisa juga dijadikan sebagai spot untuk foto.

         " La, Bunda sama Ayah berangkat ya ! Kamu jangan lupa makan ! "

" Bunda sama Ayah kok sampai di sini ? Padahal Nila yang mau ke rumah tadi. "
Nila mencium tangan Ayah dan Bundanya yang setiap bulan pasti ada perjalanan bisnis ke luar negeri.

" Tadi juga mau tunggu kamu di rumah, tapi sudah mepet jadi Bunda sama Ayah ke Toko saja buat pamitan sama kamu. "

" Ayah, cepat pulang ! "
Nila memang lebih akrab sama Ayahnya. Jadi kalau mau mengukur siapa yang paling Nila harapkan untuk tetap di rumah, pasti Ayahnya yang mendapatkan poin terbanyak. Tetapi ia juga sangat menyayangi Bundanya.

" Iya Sayang. "
Ayah mencium kening Nila.

" Tadi Bunda sudah pesan sama Bibi biar selalu ingatkan kamu buat makan. Kamu suka lupa makan kalau lagi di Toko. "

" Iya, Bun. Hati-hati, yah ! "

" Iya sayang. "

_______________________________

           Dua tahun sudah berlalu sejak Dirga meninggalkan Nila tanpa pesan. Bahkan sampai saat ini, laki-laki tersebut belum juga memberinya kabar. Ia menghilang seperti tertelan mesin waktu. Leon dan Binar juga tidak pernah mendapatkan kabar dari Dirga.
Meskipun Nila berusaha untuk tidak memikirkan dia, tetapi dari matanya ia tidak bisa menjauhkan otaknya dari kenangan antara puisi, kopi, dan nikmatnya berada di Jln. Braga sambil berbicara perihal dunia seni dan sastra bersamanya.

" Selamat pagi, Sayang.
Belum makan, kan ? "

Seorang laki-laki berkulit putih dengan celana jeans panjang, berkaos putih dan memakai jaket hitam, datang membawa sekotak pizza dan meletakannya di atas meja Nila.
Ruang kecil yang didesain khusus sebagai ruang kerja Nila tersebut selalu didatangi oleh Aga.
Aga adalah sosok laki-laki yang menemaninya ketika wisuda. Ia teman masa kecil Nila yang baru selesai kuliah di London beberapa bulan setelah kepergiannya Dirga.

" Bisa nggak jangan pakai Sayang ? "
Nila masih sibuk dengan labtopnya.

" Aku emang sayang sama kamu kok. Ayo makan ! "

" Iya iya. Wah, makasih ya ! Peramal, ya ? "

" Peramal ? Kenapa ?

" Tau aja aku lagi lapar. "

" Inilah rasa sayangku kepadamu. "
Aga menggodanya. Ia memang selalu seperti itu. Humoris dan ceria.

"Jijik aku dengarnya. "
Nila masih sibuk menyantap Pizza.

Tiba-tiba....

" Hi guys...
Tega ya, makan nggak ngajak ? "
Suara Binar mengejutkan kedua manusia yang sedang sibuk menyantap pizza tersebut.

" Hi, Nar ! Sendirian ? "
Tanya Nila yang masih sibuk dengan pizza dan labtopnya.

" Sama Leon.
Lagi pesan kopi di depan. "

" Hi guys, heboh sekali ya ternyata ? "
Suara Leon sambil memegang secangkir kopi di tangan kanannya. Mereka lebih suka nongkrong di ruang kerja Nila. Padahal sering diusir keluar sama Nila karena ribut dan suka iseng.

" Lagi nyatain cinta sama Nila. "
Aga menjawab dengan raut wajah penuh percaya diri.

" Wah, diterima nggak ? "

" Bantuin dong, ni anak nggak bakalan mau. "

" Huss, bisa diam nggak ? "
Nila mengambil pulpen hendak melemparnya ke arah Aga.

" Iya iyaa.
Galak kok sampai level setan sih, La ? "
Aga mengacak-acak rambut Nila.

" Guys guys guys....
Diam dulu ! Aku mau bicara ! "
Binar menaikan volume suaranya.

Ketiga mata tersebut memandanginya.

" Emmmm...nggak jadi ! Iseng saja. Habisnya suara kalian bisa melunturkan make up-ku. "

" Yaaaaaaaa......"
Leon, Nila dan Aga berbicara bersamaan.

________________________

                     Jam dinding di ruang kerja Nila menunjukan pukul 17.00. Waktunya ia harus pulang ke rumahnya. Ia membuka pintu mobil dan meletakan tasnya. Dia melupakan sesuatu dan kembali ke ruang kerjanya. Ternyata handphone-nya ketinggalan.
Ia melihat sebuah pesan singkat dari Aga.

Aga : " Aku sayang sama kamu, La ! Hati-hati kalau pulang dan jangan lupa makan ! "

Nila : " Iya bawel. "

Perasaan Nila mulai kehilangan kompas. Tidak tahu ke arah mana hatinya akan berlabuh. Ia membiarkan segalanya berjalan seperti biasa tanpa memikirkan sebuah kepastian. Menunggu, melupakan, atau menganggapnya tidak pernah ada.
Entahlah...

             

KERETA WAKTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang