Berjajar rapi bangunan ruko dengan beraneka ragam jenis usaha di kawasan elit Surabaya Barat. Dan yang membuat Nadine tercengang adalah bangunan ruko di depannya. Ruko berlantai empat dengan banyak lampu biru menjadi dominan. Tampak elegan, seandainya dia tidak mengetahui reputasi dari ruko tersebut.
Banyak mobil mewah berjajar rapi di depannya, yang menandakan ruko tersebut sebagai hiburan yang tidak murah. Sebuah tempat Spa. Yang kebanyakan orang Surabaya tahu sebagai tempat memanjakan diri kaum laki-laki.
"Serius kita mau masuk kesana ?" tanya Nadine tidak yakin dengan reputasinya.
"Ya." jawab Bian senang. Dan bergegas turun dan membukakan pintu di sebelah Nadine.
Nadine dengan enggan mengikuti Bian dari belakang punggung lelaki itu.
Sapaan ramah dari dua orang security yang berada di depan pintu, memeriksa barang bawaan kami dan mempersilahkan masuk, yang dengan segera pintu terbuka oleh satu security yang berada di dalam. Senyum ramah yang di berikan oleh resepsionis tempat tersebut tampak canggung setelah melihat Nadine. Menunjukkan jika jarang sekali ada perempuan sebagai pelanggan tempat ini.
Setelah resepsionis tersebut memberikan sebuah buku menu dan menjelaskan setiap pilihan dengan rinci, Bian memilih Reflexy untuk dua orang.Kami pun di berikan dua gelang yang terdapat nomer pada tiap gelangnya dan di tuntun ke sebuah ruangan kecil di samping meja resepsionis, yang ternyata ada lift di dalamnya. Menuju lantai 2.
Kami pun di sambut ramah oleh resepsionis lain di lantai tersebut. Seperti umumnya, kita di persilahkan duduk sambil menunggu pesanan yang akan dibuatnya.
"Aku gak paham kenapa kita harus kesini.""Untuk bersantai aja Nana sayang."
"Gak harus kesini kan ? dan lagi, jangan panggil seperti itu Bian." jawab Nadine ketus.
"Trus mau kemana ? hotel ? Nana sayang, aku suka memanggilmu seperti itu, karena perasaanku masih sama seperti dulu. Dan lagi, kamu tadi juga memanggilku Bi kan ? aku berdebar loh dengernya." godanya sambil kedua tangan menyentuh dada.
Nadine hanya menghela nafas dengan kasar mendengarnya. Bian mendengarnya saat panggilan sayang itu terucap. Seharusnya Nadine menahan lidahnya untuk tidak berdebat. Tapi itu lah kesenangannya bersama Bian, slalu berdebat tentang berbagai hal.
"Bodoh, gak cuma perasaanmu ternyata, itu mu juga ketinggalan.""Itu apa hayo ?" tanyanya dengan senyum menggoda.
"Pikiranmu tuh ngeres aja, makanya rajin di pel! Ah.. Jangan-jangan kamu kesini mau pijet++ ?!" tanya Nadine antusias sekaligus ngeri. Jika iya, lalu bagaimana dengannya. Hatinya berdebar memikirkannya. Di tatapnya mata Bian untuk mencari jawabannya. Tapi lelaki itu hanya menatapnya dengan senyum bodohnya.
"Mau pesen minum dulu ? eh, tapi kita udah di panggil sama mbaknya. Yuk!" Bian pun menggandeng tangan Nadine dan memeluk pinggangnya. Berjalan ke ruang reflexy yang di tunjukkan oleh resepsionis yang diketahuinya bernama Rika tersebut.
Ruangan berbentuk persegi dengan lampu remang-remang dan berjajar lima kursi untuk reflexy.
Berdiri dua orang pria dengan seragam berwarna orange dengan nama tempat spa tersebut. Menyambut kami dan memberikan pelayanan ramah, hingga dimulainya proses reflexy tubuh. Setiap pijatan yang diberikan benar-benar membuat tubuh menjadi nyaman dan rileks."Nyaman banget ya sampai ngiler gitu ?" celoteh Bian yang di sambut tawa oleh mas-mas yang berseragam orange.
Untunglah hanya ada kami berdua pelanggan yang melakukan reflexy. "Iya, puas banget sama mas nya sampai ngiler-ngiler, kamu dong belajar muasin kayak mas nya." jawabku yang terdengar ambigu.
Aku melihat ekspresi Bian yang tampak kesal namun terpaksa harus tertawa agar tidak terlalu malu dengan ucapanku. Anehnya aku semakin gatal untuk menggodanya.
"Mas, bisa dipijet agak keras yang di atas pantat ?" pintaku sambil mata melirik ke arah sebelah, Bian.
"Ahh.. duhh, enak mas.. yaa, gi-tu." kataku dengan suara parau sambil tertawa."Kamu jangan bikin mas nya horni, ntar di suruh ganti room loh." kata Bian dengan senyum kesal.
"Masa sih mas ? emang bisa ya ?" jawabku asal.
"Bisa kalau mbaknya mau." jawab mas nya sopan.
"Jangan mas, dia suka minta aneh-aneh." sahut Bian.
"Gak kok mas, tergantung orangnya. Pasti yang ngomong gitu tipikal orang ngebosenin." jawabku sambil tertawa dan di balas suara tawa oleh orang-orang di sekitar. Hah ? ku tengadahkan kepalaku ke samping kanan kiri yang ternyata bertambah dua orang, satu pelanggan dan satu orang berseragam orange. Aku pun melirik Bian dan melihat ekspresinya yang susah dibaca. Tatapan sayunya yang tampak tajam membuatku bergidik ngeri. Apa aku keterlaluan ? ah.. bodoh amat.
Ternyata satu jam sudah berlalu, yang artinya waktu relaksasi sudah berakhir. Yah, sepertinya aku menyukai hal ini. Aku kira hanya ada pijatan-pijatan nakal dari para wanita yang bekerja sebagai terapis.
"Kita makan disini dulu ya ? aku laper, gak masalah kan ?" tanya Bian saat kita duduk di salah satu meja di area yang disebut lounge.
Ada sekitar enam meja dengan empat kursi di masing-masing setnya, dan beberapa pasang sofa panjang. Ruangannya cukup luas jika di lihat dari luar bangunan ruko.
Dengan lampu temaram dan alunan musik yang enak di dengar.Aku pun ikut memilih-milih makanan yang tersaji di buffet. Aneka menu makanan dan buah-buahan tersaji dengan sangat menggoda lidah, dan semua itu gratis kecuali semua jenis minuman.
"Kamu gak apa pulang malem Na ?" tanya Bian sambil memotong udang saos asam manis di piringnya.
"Ya, asal pulang." jawab Nadine sambil memasukkan satu iris buah melon.
"Kamu harus makan juga, jangan ada acara diet-diet segala." Bian menyodorkan satu sendok nasi dan udang ke depan mulut Nadine.
Dan Nadine pun membuka mulut menerima suapan lembut Bian.Aku slalu menyukai kehangatan dari perhatian Bian, dan kehangatan-kehangatan yang lain darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Ex
Romance18++ Hampir 15 tahun berpisah tanpa pernah tahu alasan yang menjadi akhir cinta kita, menyedihkan. Dan kini kamu datang, di saat cinta itu masih berdenyut di relung hati yang terdalam. Selalu. Sialan. " Tentu saja aku sudah menikah, Bian! Jangan kon...