#H

19.7K 170 5
                                    

Sudah dua minggu sejak pertemuan mereka di reuni SMA, Bian dan Nadine semakin intens untuk bertemu hanya berduaan. Sekedar untuk berbagi cerita, tentang segala hal yang t'lah lalu atau sekedar menertawakan hal-hal konyol yang membuat mereka tertawa. Rasa nyaman itu masih melingkupi keduanya. Cinta masih terasa.

Tidak ada yang aneh dari sikap Raka, tidak ada amarah ataupun rasa curiga, melihatku yang sering meminta ijinnya untuk pergi keluar dengan alasan ini itu. Aku pun tidak peduli dengan kegiatannya yang sering menghabiskan waktu, bahkan dia pun sering pergi keluar kota belakangan ini. Dan sekali lagi, aku tidak peduli.

Hatiku berdebar untuk Bian. Hati yang lama membeku.

Raka memberikan semua yang ku butuhkan, menyetujui apapun yang ku inginkan, karenanya aku cukup menghargainya sebagai seorang suami yang baik. Hanya saja hidup bersamanya terasa hambar, seperti sebuah kewajiban istri kepada suaminya. Tidak ada cinta, bagiku.

Bukan salahnya, tentu saja aku lah yang aneh karena tidak bisa mencintai Raka. Aku yang masih butuh waktu untuk melupakan semua tentang Bian. Membersihkan namanya dari tiap sudut pandangku setiap melihat lelaki lain. Semakin aku berusaha melupakannya, semakin rasa rindu kian menggebu.

Tapi Bian disini sekarang, di sampingku dengan tangannya yang menggenggam tanganku erat, terjalin layaknya pasangan kekasih.

Aku menatapnya terang-terangan tanpa malu, begitupun senyum yang semakin merekah di bibirnya. "Apaan sih ? lagi bayangin yang enggak-enggak ya ? bisik Bian pelan.

Lampu yang temaram di dalam gedung bioskop tidak mengurangi ketampanannya. Sungguh, aku masih terpikat dengan senyumannya yang kini semakin menawan dengan kumis tipisnya.

"Iya." jawabku datar.

"Ya udah yuk!" sahutnya antusias.

"Sabar babi, filmnya belum kelar." kataku sambil menoyor pipinya.
Dan Bian pun membalas dengan mengecup punggung tanganku yang di genggamnya. Ah .. so sweet!

Lamunanku masih berlanjut, film New Moon yang di bintangi Thomas Jorgi tidak bisa mengalihkan perhatianku. Pikiranku beralih ke topik aneh-aneh yang di bilang Bian.
Selama pertemuan kembali dengan Bian, tidak pernah ada kejadian tidak senonoh yang kami lakukan, bahkan ciuman pun tidak. Ah, seandainya dia menciumku nanti.. apa ada hal selanjutnya yang akan terjadi ? gimana kalau hari ini pun berakhir tanpa terjadi apa-apa ?

"Serius amat lihat filmnya ? Aku di cuekin. "

Aku menoleh ke arahnya dan mendapati matanya yang sayu menatapku dengan mimik wajah yang tidak ke pahami. Aku hanya mengerti harus melakukan ini meskipun tidak sepantasnya.

Ku dekatkan wajahku dan ku kecup bibirnya yang tebal dengan mesra.
Meskipun aku melakukannya dengan cepat, tapi aku merasakan panas di sekujur tubuhku. Aku tahu aku tidak sedang demam. Hanya. .

Aku kembali menatap layar lebar di depanku, tanpa menatap mata tajam yang terus mengamatiku.
Mungkin aku bisa langsung kabur karena malu, tapi aku bukan lagi seorang gadis remaja. Aku harus kuat menghadapi tekanan darahku yang naik turun karena berdebar tidak karuan.

"Sayang.. " panggilnya sambil meremas tanganku. Aku hanya meliriknya sekilas saat dia mengangkat tanganku yang di pegangnya. Aku kira dia bakal mencium tanganku lagi, tapi salah. Bian meletakkan genggaman tanganku di depan dadanya. Merasakan jantung yang berdetak sama kerasnya denganku.

"Lihat, aku masih seperti bocah ingusan yang berdebar hanya karena sebuah ciuman singkat darimu. Jangan menggodaku Nana, pertahananku sangat lemah terhadapmu. Kamu tahu aku slalu mencintaimu, jangan sampai kamu menyesal menerima cintaku karena kebutuhanku akan dirimu." bisik Bian dengan suara yang menggetarkan jiwaku sebagai seorang wanita yang bersuami.

Aku hanya diam mendengarkan keluhannya. Aku tidak menyesal sudah menciumnya, aku juga mengharapkan lebih dari sekedar kecupan singkat. Aku menginginkan dia menyentuhku di setiap inchi tubuhku. Aku juga membutuhkannya.

"Jangan diem aja dong Na, kamu gak nyesel kan nyium aku ?"

"Nana ? jangan-jangan kamu malah jijik sama aku ?!" suaranya yang semakin keras, membuat orang yang duduk di depan kami sedikit menengok ke belakang.

"Hussttt! Berisik amat babiii." kataku sambil mencubit lengannya.
Untung bioskop disini tidak begitu ramai, hanya ada beberapa pasangan yang menonton saat ini. Di barisan duduk kami hanya ada kami berdua.  Selain harga tiketnya yang di atas rata-rata, memang mall disini juga sepi pengunjung karena terkenal dengan harga mahalnya.

Saat film hampir selesai, aku mengajak Bian untuk keluar dari ruangan dan menariknya langsung ke parkiran.

"Kamu mau pulang ?" tanyanya lesu.

"Boleh ?"

"Boleh, setelah kita makan di tempatku, aku yang masakin. Oke ?" tanya Bian yang tidak memerlukan jawabanku. Dan segera menginjak pedal gas.

Drrrt.

Aku lihat ada pesan masuk di ponselku. Raka.

"Sayang, kamu kemana ? aku mau ngajak kamu ke Malang nanti malam. Siap-siap ya, aku balik ke kantor bentar."

Aku memasukkan kembali ponselku ke dalam tas tanpa membalasnya terlebih dahulu.

"Bian, boleh aku minta cium ?" aku menatapnya lekat-lekat saat dia hendak keluar dari mobil saat di basement sebuah apartment.

Tanpa menjawab, Bian menutup kembali pintu mobilnya. Menangkup wajahku dengan kedua tangannya. Mengecup bibirku pelan dan singkat. Dan menarik diri untuk menatapku.

Permainan siapa yang sedang menunggu siapa.

Tapi aku tidak sabar. Ku tarik kaosnya agar dia mendekat dan kembali menciumku. Tapi Bian hanya tersenyum dan membelai pipi ku.

Waktuku tidak banyak.







Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 29, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mr. ExTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang