Satu kelas dibuat heboh oleh perkataan Leo. Mereka tidak menyangka bahwa murid yang baru pindahan itu ternyata memiliki pacar yang satu sekolah dengannya. Mereka juga berpikir bahwa kepindahan Leo ada sangkut pautnya dengan Lara yang notabenenya korban dari kebohongan Leo. Bahkan berita itu cepat sekali sampai di telinga kelas lain.
Lara langsung diboyong berbagai pertanyaan, salah satunya mengapa menyembunyikan pacar setampan dan sekece Leo. Lara hanya bisa tersenyum saja, entah harus merasa senang atau sedih karena ia terjebak di situasi seperti ini. Sedang Leo menanggapi semua ini dengan tampang yang biasa saja. Padahal sedari tadi tidak henti-hentinya beberapa teman dari kelas lain mondar-mandir untuk menanyakan Lara atau hanya sekadar melihat Leo. Belum ada satu hari dan efeknya sudah sebesar itu, Lara tidak bisa membayangkan seperti apa hari-harinya ke depan.
Saat ini jam istirahat sedang berlangsung. Terhitung sudah berlalu sepuluh menit lamanya. Kelas kali ini lumayan ramai karena beberapa siswa baru saja tiba dari kantin. Termasuk Lara.
Gadis itu memiliki niat untuk berbicara dengan Leo. Menanyakan maksud dari ucapan laki-laki itu agar ia mengerti bagaimana harus bersikap.
"Leo, bisa bicara sebentar?" tanya Lara mencoba tenang, karena sedari tadi ia sudah berdebar tak karuan. Bohong kalau ia tidak menyukai Leo seperti teman-temannya. Nyatanya, sedari awal ia melihat Leo masuk ke dalam kelas Lara sudah jatuh pada pesona laki-laki itu.
Leo hanya mengangkat satu alisnya sebagai respons. Sebelum ia sadar bahwa gadis di depannya ini bernama Lara, gadis yang ia klaim sebagai pacarnya. Sejenak Leo melirik ke arah teman sekelas yang juga sedang menatap ke arahnya.
Akhirnya Leo mengangguk dan bangkit dari posisi duduknya, "Ayo, jangan di sini," ucapnya sambil menggandeng tangan Lara. Sontak kejadian itu mengundang pekikan dan seruan, terutama dari para cewek di kelas.
"ANJIR TANGANNYA DIPEGANG DONG!"
"LARA BERUNTUNG BANGET WOY!"
"SIAPAPUN PLEASE PEGANGIN, GUE BISA OLENG NIH!"
Lara makin berdebar tak karuan kala Leo menggenggam pergelangan tangannya. Hangat. Itulah yang Lara rasakan sekarang, bahkan pipi gadis itu sudah memerah dibuatnya. Bayangkan jika setiap hari bisa mendapatkan genggaman sehangat itu.
Mikir apa sih lo, La. Batin gadis itu.
Sesampainya di koridor yang cukup sepi, Leo melepas genggamannnya dan seketika Lara merasa kehilangan.
Bunda, Lara nggak kuat! Batin gadis itu berteriak.
"Lo mau ngomong apa?" tanya Leo.
"Leo kenapa tadi ngomong kayak gitu?" Harus Lara akui kalau sampai ia menjadi pacarnya Leo, Lara akan sangat beruntung dan senang, tetapi kenyataannya 'kan tidak.
"Kayak gitu gimana?" tanya Leo sambil memasukkan tangannya ke dalam saku celana.
"Iya, ngaku-ngaku jadi pacar," ucap Lara setengah mati. Berbicara dengan Leo sedekat ini rupanya tidak baik untuk kesehatan jantungnya ditambah wangi dari laki-laki itu yang menguar cukup mengganggu kewarasan otak Lara.
Ayo Lara, fokus! pikirnya menguatkan.
"Oh. Lo nggak keberatan 'kan?" Bukannya menjawab, Leo malah membalikkan dengan pertanyaan.
NGGAK LAH! NGGAK SAMA SEKALI! batin gadis itu berseru. Justru Lara senang karena ia memiliki alasan untuk berdekatan dengan laki-laki itu.
"Maksudnya?" Lara berusaha menjaga nada suaranya agar tidak terdengar seperti orang yang sedang kegirangan.
"Lo nggak keberatan 'kan jadi pacar pura-pura gue?"
WHAT! PACAR PURA-PURA! KENAPA NGGAK BENERAN AJA SIH!
KAMU SEDANG MEMBACA
DOUBLE L
Teen FictionPemberontak. Sekiranya itulah kata yang pantas untuk menggambarkan seorang Leonardo Xaviero Rajendra. Laki-laki yang terkenal jauh dari kata basa-basi itu paling tidak suka dikekang dan diatur. Hidup dibeda-bedakan membuat Leo keras kepala dan tak...