Prolog

71 9 5
                                    

"Te amo mi amor!" seru si cewek menatap sosok di samping sekilas lalu menatap pemandangan kota Barcelona di malam hari.

Sang lawan bicara mengerutkan kening. "Artinya apa?" tanyanya polos.

Si cewek mendelik. "Masa enggak tau, sih!" Lantas, ia melengos. Pura-pura merajuk.

"Perlu aku translate dulu?"

"GAK USAH!" sembur si cewek. Ia menatapnya gemas. "Ah, kesel!"

Belum sempat melengos lagi, tiba-tiba tubuhnya didekap dari samping. Sontak ia menegang. Sampai ia menahan napasnya karena helaan napas yang sedang mendekapnya itu begitu terasa di leher.

"Yo tambien te amo mi amor." Si cowok tersenyum jahil. "Sepuluh menit, ya?"

Ia membeliak karena mengerti maksudnya. "Heh! Lo mau bikin gue mati?" ucapnya seraya melepaskan diri.

"Lah?"

"Gue tadi tahan napas, woy!" Napasnya terengah.

Si cowok tergelak.

"Apa?" tantang si cewek.

"Salah tingkah juga, kan lo? Mau ngambek lagi?"

"Gak ada gitu, ya!"

Bukannya merasa diperingati, si cowok malah mengecup singkat bibir pink ceweknya itu. Tidak lebih dari dua detik. Namun cukup untuk membuat ceweknya itu bergeming. Si cowok tergelak dan berlari menjauh.

Ia mengerjap. Ia memegang bibirnya. Lantas tersadar dan berteriak.

"Jangan kabur, woy!"

Tiba-tiba kepalanya terantuk ujung nakas yang berada di samping tempat tidur.

Kesan pertama setelah membaca ini?

Selasa, 28 April 2020.
Best regard, Fani

AdiosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang