Part 22. Senandika

2 2 0
                                    

❝Perasaan haru yang mengharu biru. Kayak cintaku padamu. Meskipun kamu marah-marah melulu. — Adhyastha Haris❞

BEGITU bel istirahat kedua dibunyikan, Haris berjalan tergopoh-gopoh keluar dari kelas. Bahkan, sampai meninggalkan kedua temannya Matt dan Dana. Demi cepat sampai ke kelasnya Fely. Lalu mengajak gadis itu makan di kantin, berdua saja. Biar romantis. Sekitar sepuluh langkah dari tempat Haris berdiri, ia melihat Fely dan gerombolan teman-temannya yang baru saja keluar dari kelas.

Lantas Haris berteriak, “FELY PACARNYA HARIS!”

Dari pandangan Haris, Fely yang baru saja keluar dari kelas langsung menghentikan langkah. Lalu berbalik, dan menatap Haris dengan mata yang mendelik tajam. Sedangkan Haris tersenyum bak orang tak berdosa. Langkah kakinya berjalan pelan mendekati Fely.

“Malu-malu-in tau!”

Tepat ketika berada di samping Fely, gadis itu mencubit perut Haris dengan keras. Sampai Haris meringis, “Awww ... sakit, Fel!”

“Makanya jangan malu-malu-in gue!” tegas Fely seraya melepas cubitan mautnya.

“Eh, Fel, kita bertiga duluan, ya,” ucap Vania tiba-tiba, ketiga teman Fely pun meninggalkan gadis itu berduaan dengan Haris.

“Woiiii! Tungguin napa?!” teriak Fely. Namun, teriakan gadis itu sama sekali tidak digubris oleh teman-temannya.

“Mending bareng gue aja!” Haris menggandeng tangan Fely, secara paksa. Sedangkan gadis itu mengikuti dengan langkah berat. Sesekali, Haris melirik wajah tak bersahabat milik Fely.

“Apa sih ngeliatin mulu!”

“Sensi banget, sih,” gumam Haris. “Kayak macan,” bisiknya lirih.

“Macan gundulmu!” Fely menempeleng kepala Haris.

“Sakit woy!”

“Bodo!”

Selama perjalanan menuju kantin, sampai kantin. Haris dan Fely tak henti-hentinya cekcok, ditambah mood Fely yang sepertinya sedang naik turun tidak stabil kayak anak gadis yang labil. Mana galak banget pula, kayak macan. Haris sengaja memilih kursi yang berhadapan, lalu menyuruh Fely untuk duduk duluan. “Mau pesen apa, Fely?” tanya Haris.

“Gue pengin indomi pake telor ceplok yang setengah mateng, terus minumannya jus jeruk. Pokoknya jangan kelamaan, karena gue laper. Kalo lama banget, lo gue pecat jadi pacar. Udah gih sana pergi!”

Haris berbalik seraya menghentakkan kakinya, kenapa sih Fely sangat menjengkelkan. Menyuruh memesan makanan seperti majikan pada babunya saja. Beberapa menit berlalu, kedua tangan Haris sudah ada nampan yang berisi pesanan milik Fely dan juga dirinya sendiri.

“Silakan dimakan, kanjeng ratu!”

“Lama banget diih.”

“Kok lo nyebelin banget, sih!”

Fely nampak acuh tak acuh, dia menyantap indomi miliknya dengan lahap. Haris sampai melongo melihat nafsu makan Fely, seperti orang kelaparan yang belum makan dua bulan.

“Kenapa sih liatin gue mulu?!”

Haris gelapan, ia segera mengubah ekspresi terkejutnya. “Enggak apa kok. Lo kalau lagi makan cantik, Fel.”

“Oh! Jadi biasanya gue jelek? Gitu?!”

“Enggh—.” Baru saja Haris hendak membuka mulut, Fely menyentak Haris.

AdiosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang