02. Perang Dunia

271 31 0
                                    

"Assalamualaikum, para manusia-manusia yang ada di rumah ini. Keluar lah!!!" itu ucapan seorang gadis yang baru saja memasuki rumahnya, siapa lagi kalau bukan Callie. "Kenapa sih lo dek? Kapan waras, huh?" Callie berdecak kesal mendengar penuturan kakak laki-lakinya--Bobby Frankie. Mahasiswa jurusan komunikasi lulusan S1. Umurnya dengan Callie terpaut empat tahun, yang berarti pria itu sudah berusia 21 tahun, tapi tak menutup ketampanannya.

"Tanya sama mami lah. Dia yang buat gue jadi belok otaknya," Callie berjalan menaiki satu persatu anak tangga dengan gaya angkuhnya, melirik sinis Bobby yang memeletkan lidahnya. "Eh kak!!" panggil Callie membuat langkah Bobby yang hendak masuk ke dapur terhenti. "What's up to?"

"Alah, sok Inggris lo. Mentang-mentang baru pulang dari Amerika, bahasa aliennya dipake." Bobby hanya memutar bola mata malas, "buruan elah. Apa?"

"Hehe. Papi mana?"

Ceklek.

"Assalamualaikum, gue pulang membawa sejuta berkah." mata Callie langsung berbinar, ia langsung berbalik untuk turun menghampiri ayahnya yang baru pulang dari luar kota selama satu Minggu. "Waalaikumsalam. Hua... Callie kangen papi." pria paruh baya itu terkekeh sambil membalas pelukan anak gadis kesayangannya. "Papi juga kangen Callie."

"Papi gak kangen Bobby?"

"Ngapain kangen sama lu?" ucap Delano--ayah Callie dan Bobby, sudah pasti itu adalah candaan.

"Ih. Sama anak sendiri juga," Bobby mendelik kesal tapi langsung berhambur untuk memeluk sang ayah, ayah yang dijuluki sebagai playboy international pada masa muda dan juga modern papa karena bahasa gue-lo yang selalu ia gunakan, mau itu bersama anak, istri maupun teman.

"Mami mana?" tanya Delano sembari menyapu seluruh ruangan dengan matanya, mencari sesosok istri yang sudah ia rindukan selama seminggu itu.

"Mami lagi keluar di kompleks sebelah. Ada arisan," Delano hanya manggut-manggut. "Yaudah, gue mau ke atas dulu. Bye, anak-anak ku."

"Pi, nanti malam Callie mau ngomong empat mata sama papi."

"Ngomong empat mata? Mata gue cuma dua,"

"Ihh, bukan gitu pi. Kan kita mau ngomong berdua, jadi dua mata papi di tambah dua mata Callie. Jadi empat mata,"

"Eh, bentar deh. Perasaan mata manusia itu ada 5," sahut Bobby membuat dahi Delano dan Callie berkerut. "Lima palakmu!" hardik Callie. "Eh serius. Coba deh lo hitung.  Mata dua, mata kaki dua, mata bokong satu."

"GOBLOK!" teriak Delano dan Callie sedangkan Bobby hanya nyengir kuda.

•••

Malam ini, suasana malam hari di keluarga Hamilton berjalan dengan harmonis. Ya, memang begitu kenyataannya. Keluarga Hamilton memang dikenal dengan keluarga yang harmonis, selalu ada canda tawa yang menemani setiap harinya di keluarga itu.

"Mi, pi! Kak Bobby rusakin DVD aku. Padahal kan mau nonton kartun," adu Callie pada ayah dan ibunya--Avianna yang sedang menonton film Titanic melalui laptop dengan saling merangkul.

"Besok beli lagi lah!!" Callie mencebikkan bibirnya kesal ketika mendapat jawaban dari Avianna, seorang mama modern yang tak kalah gaul nya dengan sang papa. Terlebih lagi kalau bicara suka ngegas, bukan tanda koma. Kalau bukan titik ya seru. Dan kalau menjawab pun seadanya, tapi jauh didalam hati, Avianna adalah sosok ibu yang sangat perhatian.

"Ck. Uang tabungan aku udah habis loh," ucap Callie yang masih kukuh mengadukan perbuatan kakaknya, berharap kakaknya dimarahi, bukan untuk menggantikan DVD nya. Ia tak peduli tentang itu, saat ini ia ingin membuat kakaknya kesal untuk mencapai suatu keinginannya.

"Diem deh dek. Nanti gue ganti," ucap Bobby sambil melirik Callie dengan tatapan kesal, tentu saja ia tahu apa yang adiknya itu inginkan. Callie tersenyum miring kemudian berjalan mendekati Bobby yang sibuk bermain ponsel.

Callie menarik ponsel Bobby lalu melemparkannya hingga retak. Bobby menganga dengan tangan yang mengepal. Delano dan Avianna hanya bersikap bodo amat dan kembali fokus pada film laknat itu. Callie tersenyum tanpa dosa kemudian mengambil ponsel kakaknya yang sudah tidak berbentuk.

"Kak. Kan barang-barang kita sama-sama rusak nih. Gelud yok?!" ajak Callie, ini lah yang ia inginkan. Gelud bersama kakaknya ketika ia gabut, itu hanya berlaku dalam keluarganya, tidak untuk diluar sana. Terlebih lagi rencananya yang ia yakini akan berhasil karena melihat kakaknya yang sudah berdiri dengan tangan mengepal.

"Awas aja lo!" Bobby mulai mencekik Callie dan tentu saja Callie tidak membiarkan kakaknya menang, gadis itu menusuk perut Bobby dengan jari-jarinya dan, see! Cekikan itu terlepas. Kesempatan itu tidak Callie sia-siakan, ia segera menarik rambut Bobby yang basah tanpa pomade, karena pria itu baru saja mandi. Bobby yang merasa kesal langsung membalas Callie dengan melakukan smack-down pada Callie hingga terjungkir balik di sofa.

Well, lihat siapa yang akan menang. Pertarungan kakak adik itu terus berlangsung sampai film Titanic itu selesai. Delano dan Avianna merasa ada hal aneh, mereka melirik ke samping kiri, dimana Bobby dan Callie sudah tampak acak-acakan dengan baju Bobby yang robek karena digigit oleh Callie, dan rambut Callie yang sudah seperti singa liar.

Bukannya membantu memisahkan, Delano langsung mengambil popcorn yang ada ditoples kemudian kembali merangkul istri tercinta, menikmati perkelahian sengit itu dengan tenang, sesekali mereka berdua berteriak memanggil nama Bobby maupun Callie untuk mendukung dua orang itu. Lihatlah, bahkan kedua orangtuanya sama bobrok dengan anaknya.

Karena, pada nyatanya, sikap anak tergantung sikap orangtua pada masa muda. Jika terus seperti itu, maka semua sikap akan sama sampai turun temurun.

Tapi, kebobrokan itulah yang menjadi alasan keluarga Hamilton selalu harmonis. Mereka saling peduli, menyayangi dengan cara sendiri. Mereka memang berbeda dari yang lain.

Saat tengah asik menonton, mereka mengerinyitkan dahi ketika Callie tiba-tiba berhenti dan menjadi patung seketika dengan posisi membungkuk sambil memegang pinggang.

"Kenapa lo dek? Encok?" Bobby tersenyum angkuh, Callie pasti sudah mengaku kalah, dengan begitu ponselnya yang rusak akan diganti. "Tunggu dulu. Jangan berisik!" titah Callie, sontak semuanya terdiam, menunggu apa yang akan Callie perbuat.

Bruuuuut.

Oh, okey. Itu adalah angin. Ingat, hanya angin yang keluar dari... hmm, you know lah. Bobby, Delano, dan Avianna membulatkan matanya sambil menahan nafas. Perlahan, mereka semua bangkit dan berjalan menuju Callie yang tampak bernafas lega. Callie yang merasa ada aura menerkam, langsung lari mengitari sofa untuk menghindari Bobby, Delano, dan Avianna yang siap menerkamnya.

"Sini lo! Kurang asem jadi anak." ucap Avianna sambil menunjuk-nunjuk Callie yang terus berlari. "Aduh, maaf deh. Callie kelepasan, gak bisa di lakban soalnya." mereka semua seakan menulikan pendengarannya dan terus mengejar Callie. Sampai saat dimana Callie dikepung dari dua arah yang berbeda. Ada Bobby dan Delano dari arah kiri, dan Avianna dari kanan.

Callie hanya berjongkok dan mengatupkan kedua tangannya. Tak selang lama, pukulan dari keluarganya mulai menyerang. Tapi itu hanyalah pukulan yang tidak ada sakitnya, tidak mungkin mereka menyakiti anak dan adik sendiri. Namun, jika dalam kartun, Callie sudah mengibarkan bendera putih mengaku kalah.

TBC.

International PlaygirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang