Sore yang damai, rumah tampak sepi. Biasanya Lola mendapati ibu-ibu tetangga berkumpul di rumah. Semenjak ibunya jadi reseller Tupperware, rumahnya seketika ramai dengan ibu-ibu yang berniat membeli benda itu.
"Ibu ke mana, Bang?" tanya Lola pada pemuda berambut gondrong yang sedang memainkan jarinya di layar ponsel. Berbaring dengan nyaman di sofa beludru yang tersedia dia ruang tengah.
Tampaknya lelaki berusia 22 tahun itu enggan menjawab dan kembali melanjutkan aktivitas setelah menguncir asal rambut gondrongnya. Mata yang bulat seperti Lola terlihat fokus pada layar ponsel. Lola meninggalkan sang kakak karena tidak ada jawaban.
Kaki kecil Lola bergerak menaiki anak tangga menuju kamar. Kamar dengan pintu berwarna cokelat itu segera terbuka setelah si empu memutar kenop pintu. Setelah seharian beraktivitas di sekolah dan ditambah drama menyebalkan oleh Chiko, Lola jadi ingin istirahat.
Tak begitu lama, terdengar suara Nani—ibunya—yang sedang berdiri di kusen pintu kamar. "Lola, Ibu boleh minta tolong?"
Dengan malas Lola berjalan ke arah pintu. "Ada apa, Bu?" tanya Lola seraya meneliti wajah wanita berusia akhir tiga puluhan itu.
"Belikan ibu lauk, dong. Buat nanti malam karena ada yang mau datang."
Baru saja merebah, ia sudah disuruh-suruh. "Mana uangnya?"
"Jangan lama-lama, ya. Sebentar lagi petang, nih," kata Nani memperingatkan.
Tiba-tiba Tirta muncul dari anak tangga. Rambutnya yang gondrong sudah berantakan lagi karena tidak terikat rapi. Nani berdecak melihat si sulung yang malas-malasan.
"Lola, kamu sekolah yang bener. Jangan kayak Tirta. Udah semester delapan, tapi belum lulus juga. Dipikir kuliah bayarnya pakai daun?" Untuk ke sekian kali Lola mendengar ibunya mengomel hal yang sama. "Belajar yang tekun, rajin, jangan pacaran melulu. Makanya Ibu nggak suka kamu pacaran, efeknya nggak bagus. Apalagi kamu masih kecil. Lihat Tirta, pacaran masih remaja sampai kuliah, lulusnya jadi nunda-nunda."
"Udahlah, Bu. Abang lagi berjuang, kok," kata Lola berusaha membela kakaknya.
Tirta malah sebaliknya. Sama sekali tidak berpihak pada Lola. "Ibu nggak tahu, sih, putri kesayangan Ibu ini gagal move on. Pasti nggak fokus belajar, tuh."
"Abang!" seru Lola seraya mengepalkan tangan di sisi tubuh. Percuma saja dibela.
"Pokoknya Ibu nggak mau tau, Lola. Jangan pacaran-pacaran dan belajar saja yang benar. Kalau ada olimpiade atau semacamnya, ikutlah seleksi." Nani menggeleng saat membagi tatapan antara anak sulung dan bungsunya. Sebelum menjauh dari kamar Lola, ia menambahkan, "Lauknya jangan lupa! Keburu petang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Putar Balik√
Novela JuvenilGawat! Lola dan Arsen berada di kelas yang sama. Sial sekali Lola gagal move on karena Arsen pacar pertamanya. Hal yang membuat Lola makin susah melupakan adalah sikap Arsen yang sangat berubah. Arsen menjadi begitu cuek dan dengan santai mendekati...