CHAPTER : 6

60 3 2
                                    

Aku melangkah cepat, menaiki undakan demi undakan anak tangga dengan derap sepatu kets yang saling bersahutan. Satu hal yang ingin kulakukan -- segera sampai ke kamar kos dan menghabiskan waktu bersama Erin. Pff! Hari yang sangat melelahkan usai kerja seharian berkutat dengan aktivitas pabrik yang memekakkan telinga.

"Rin, gue pulang!"

Kulepas sepatu begitu saja setelah masuk ke dalam, dan mendapati gadis itu duduk di sisi kasur tanpa merespon kata-kataku tadi. Aku semakin sadar ada yang berbeda dengannya. Ketika aku bisa melihat rintik air mata yang terlihat mengambang di kedua sudutnya.

"Rin, lu nangis? Kenapa emang?" tanyaku mendekat, seraya ingin menyentuh bahunya. Namun

Seketika ia menepis keras tanganku.

Aku tergugu diam. Menunggu apa yang akan ia katakan dalam keadaan seperti ini. Dan Erin mulai berpaling ke arahku.

"Belum lihat foto-foto yang udah gue kirim ke elu?"

Kutelan saliva sejenak. Ada apa ini? lalu tanpa menunggu waktu lama aku merogoh gawai di dalam saku celana jeans. Kuhidupkan benda persegi panjang itu, dan mulai menelusuri sesuatu yang dikirimkan Erin padaku.

Seolah bagai disambar petir, aku hanya bisa tercengang. Mendapati satu demi satu foto diriku bersama Siska yang sedang bermesraan. Bahkan apa yang kulihat barusan, terlalu intim untuk diketahui oleh gadis senormal Erin. Dan inilah sebabnya ... Erin menangis?

"R..Rin," aku mencoba bicara. Meluruskan apa yang bisa kuluruskan, sementara ia bangkit berdiri.

"Gue pikir ... Restu cuma asal ngebacot enggak jelas soal elu. Tapi gue nggak nyangka apa yang dia omongin emang benar! lu tahu?! gue jadi bahan gosip anak-anak sepabrik, kalau gue punya affair sama elu!!" kini aku mendengar suara Erin sedikit meninggi dengan gurat emosional yang terpancar melalui air mata yang berderaian. "Lu belok kan?!!"

Kupejamkan mata sesaat, ingin sekali aku bungkam. Tapi pantas kah aku bungkam ketika Erin sudah mengetahui bahwa aku ini seorang Butchy?

"Kenapa lu sembunyiin ini dari gue?! kenapa?!!!" Erin terdengar menjerit. Melampiaskan amarah dan kecewa yang mulai menghujam dadanya. "Lu cuma manfaatin gue! ketika gue udah terlanjur nyaman dan percaya sama lu!!"

Aku terkesiap, "Gue nggak bermaksud manfaatin elu, Rin!"

Gadis itu menatapku seakan tak mengerti apa yang ada di dalam kepalaku saat ini. Kulihat sepasang mata itu semakin berkaca-kaca.

"Rin, gue tahu lu pasti jijik sama gue setelah tahu rahasia ini. Apa yang dibacotin Restu emang benar. Gue suka sama lu. Tapi ... lu harus tahu, kalau semua perasaan yang gue punya itu, semua lahir dari hati terdalam gue."

Kurasakan seketika Erin memukul-mukul lenganku. Air matanya semakin berderaian tanpa henti, dan aku hanya mampu terdiam. Membiarkan ia melampiaskan semua amarah dan kecewa yang tengah bergumul dalam hatinya.

"Gue benci sama lu!!!!"

"Gue benci sama luuuu!!!!!!!"

Erin kemudian menyambar tas. Spontan aku menggamit tangannya, tak kupedulikan sentakan keras darinya saat ia akan pergi meninggalkanku.

"Rin, maafin gue. Tapi please ... jangan tinggalin gue. Lu boleh marah bahkan benci banget sama gue sekarang. Tapi biar bagaimana pun lu tetap sahabat gue. Dan gue juga masih butuh elu, Rin. Please."

Di sana Erin tak menggubrisku sama sekali. Ia akhirnya pergi begitu saja meninggalkan kamar kos, dengan membawa serta burai kecewanya. Aku yang masih terdiam. Merasa gagal mencegahnya pergi meski seberapa banyak aku memohon kepadanya untuk tetap tinggal.

Lututku lemas. Kini apa yang kutakutkan semua telah terjadi di depan mataku.

Kehilangan seorang yang sangat kusayangi sungguh teramat menyakitkan. Lebih menyakitkan daripada aku harus berbohong sekian lama demi membuat dia tetap di sini. Menganggapku normal seperti gadis-gadis lainnya.

APA ARTI KITA? [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang