CHAPTER : 9

42 1 0
                                    


Dari balik kegelapan malam, suara deru motor baru saja melewati warung wedangan – persis di belakangku. Rasanya aku mengenal suara seorang gadis yang ada di motor itu tadi, bahkan si pengemudi yang meracaukan Satria FU-nya di tengah malam.

Kutinggalkan segelas jahe hangat yang masih tersisa sedikit dan motorku di warung. Sedangkan aku melangkah keluar. Mencari tahu kemana arah pergi motor itu. Tak butuh waktu lama aku mendapati sepasang muda-mudi yang tengah beradu asmara di atas motor. Berselimutkan udara dingin dan bising mesin pabrik tekstil.

Kudekati mereka. Sehingga jelas tampak olehku Siska bersama sosok yang sedang kucari saat ini. siapa lagi kalau bukan Restu sialan itu? kini dapat kurasakan ada sesuatu yang menghujam dadaku, kecewa dan amarah yang sebentar lagi akan meledak. Sungguh ... tidak kusangka gadis itu telah mengkhianatiku.

"Oh, jadi ini jawabannya ... kenapa lo kaga ada di kontrakan, heh?!!" semburku tiba-tiba. Hingga mereka berdua menjadi terkejut dan menoleh ke arahku – termasuk Siska.

"Iya. Emang kenapa?! Kaga suka?!" ujar Siska justru membalas dengan kata-kata yang semakin membuat hatiku teiris sembilu. "Terserah gue mau ngapain di belakang lo! Dan lo itu bukan siapa-siapa gue, ngerti?!!"

"Bangsat ya lo, sis!!! Lo dulu bilang kalo lo koleb. Dan nggak pernah tertarik sama makhluk brengsek kayak dia! munafik lo!!!!"

Belum usai kulampiaskan semua amarah pada Siska, bajingan bernama Restu itu pun segera turun dari motor dan menghadapiku. Seketika langsung kuhantam wajahnya dengan tinju. Tak peduli seberapa sakit jemari tangan yang kurasakan barusan.

"Lo juga makhluk paling bangsat yang pernah gue temuin!!!" jeritku. "Lo udah mempermalukan Erin di pabrik dan ngebikin persahabatan kami ancur!!!! Mau lo apa, hah?!!!!!!"

Bughh!!!

Kini pemuda itu membalas dengan hantaman bogem yang tak kalah mematikannya di wajahku. Lantas ia bergegas menarik kerah hoodie dan berkata, "Andaikan lu kaga ngehalangin gue saat itu ... gue nggak akan ngelakuin sampai kayak gini, sialan!"

Bughh!!! Kembali Restu menghantam perutku dengan tendangannya.

"Denger ya! mau dia pacar koleb lu atau bukan ... gue kaga peduli! Sekarang Siska udah milih gue. Dan lu kaga berhak ngata-ngatain dia!!!"

"Lagian sekarang gue udah nggak cinta lagi sama lo! Inget itu!!" Siska di sana ikut menimpali.

Akhirnya Restu melepaskan kerah hoodie-ku. Membiarkan diriku terbatuk-batuk dan tidak bisa bernapas karena nyeri ulu hati. Saat kakinya akan melangkah pergi ... aku masih menyimpan amarah yang ingin sekali kulampiaskan lagi. semua rasa ketidak terimaan sebab ia telah membuat Erin marah padaku, tetap bergumul dalam hati. Sampai aku bisa membuat dia tahu perasaan macam apa yang kini telah menderaku.

Kuambil batu, lalu melemparkankannya ke arah Restu.

"Aakhh!" pekiknya. "Sialan lu! Berani nantangin gue, hah?!!!!"

Perkelahian antara aku dan Restu tak bisa dihindari. Sementara Siska hanya diam di tempat. Tak melakukan apa-apa, bahkan menunjukkan rasa simpatinya kepadaku. Seakan aku memang sudah tak berharga lagi dalam hidupnya.

Tak ingat bahwa selama ini, aku berusaha mencurahkan rasa kasih sayangku kepadanya seperti yang pernah kulakukan pada Erin. Bahkan lebih dari itu. Dan aku sangat menyesal dipertemukan olehnya.

Bughh!!!

"Akkhh!!!" pekikku merintih kesakitan.

Merasakan seluruh tubuhku seakan remuk redam karena pukulan Restu yang datang bertubi-tubi. Dan kemudian ....

"Aaaaaaakhh!!!!"

Sekali lagi kurasakan sesuatu yang kini merobek perutku. Dan kini diikuti oleh kuncuran cairan yang merembes keluar. Aku semakin melemah. Tak berdaya. Sementara kulihat samar Restu bangkit, melepaskan benda yang menembus daging perutku dengan sangat kasar. Ia sempat berbicara pada Siska. Tetapi aku tak tahu apa yang tengah mereka bicarakan. Sampai kemudian mereka berdua pergi dengan motor terparkir tak jauh dari tubuhku yang terkapar.

Napasku makin tersengal berat. Mungkin menunggu detik demi detik aku sekarat.

Saat itulah aku mendengar jelas ... suara Erin memanggil namaku. Apakah Erin benar-benar datang? atau kah ... semua hanyalah khayalanku?

"E...Errinnn.nn ...."

Ingin sekali sepasang mataku ini tetap terjaga. Agar aku bisa menatap wajah Erin untuk terakhir kalinya, jika memang Tuhan akan mengambil nyawaku sekarang. Namun apa daya, justru mataku perlahan mulai menutup. Ketika masih sempat kudengar suaranya yang telah mendekat.   

APA ARTI KITA? [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang