⌓⌓⌓
✎ ZENA POV :
Entahlah, Aku tau ini bukan permulaan yang bagus, aku bahkan masih bingung harus berkata apa sebagai permulaan yang terdengar 'oke' bagi kalian yang disana.
Hei, baiklah!
Mungkin kau akan mudah mengenali ku dengan nama Zena? Baiklah... sebut saja aku Zena oke.Aku akan membagi kisahku dengan kalian kali ini. Tapi, jika kalian membacanya karena berpikir sesuai dengan apa yang kalian pikirkan dan menuntut ending sesuai kemauan kalian, aku akan jawab sekarang.
Aku tidak tau itu semua akan seperti yang kalian inginkan atau tidak. Tapi terima saja kisah ini sampai akhir.
Mungkin akan kedengaran aneh saat kalian mengetahui beberapa hal tentang ku dan apa yang kulakukan nanti. Namun, tidak jika kau sama seperti ku.
Dan jika kau berniat melanjutkan kalimat-kalimat serta paragraf demi paragraf setelah ini, aku ucapkan terimakasih karena telah meluangkan waktu berharga mu dan silahkan nikmati cerita ini. karena kuharap kita akan bertemu di akhir cerita nanti, jangan lupa tinggalkan jejak mu saat menyelam ke duniaku. Semoga kau beruntung.
Jika ini permulaan yang buruk, maaf. Semoga kedengarannya tidak begitu aneh.
⌓⌓⌓
"Selamat tinggal."
"Kau mengucapkan itu seperti kita tidak akan berjumpa lagi Zen," sahut ibu.
"Kalau begitu sampai jumpa," balasku padanya dan dia menoleh ke arahku lagi lalu memberi senyuman tipis.
"Oke baiklah, kami akan pergi sekarang. Sudah sangat terlambat," sahut ayah dari belakang dan berjalan ke pintu mobil sambil membawa beberapa barang keperluannya.
"Ya, kami akan berangkat sekarang. Jaga dirimu," ujar ibu sambil mengelus kepala ku lalu beranjak memasuki mobil dan mereka memberi lambaian padaku sambil tersenyum lebar.
"Oke," Aku tersenyum dan mendengar klakson mobil dan lalu pergi melewati pagar rumah.
Sudah menjadi kebiasaan perihal ditinggal di rumah sendirian, sejauh ini aku bisa menangani masalah sendirian. Orang tuaku terlalu sibuk bekerja, keduanya harus pergi keluar kota untuk itu. Beberapa kali aku mencoba untuk bertanya kepada mereka soal tinggal di kota besar, alih-alih untuk mengalihkan topik agar aku diperbolehkan ikut mereka tinggal disana. Well, aku tidak diperbolehkan untuk alasan yang berbeda setiap kali aku mencoba bertanya. Dan tiga tahun terakhir ini, aku tidak berniat untuk menanyakan hal itu lagi.
Aku menutup pintu depan dan menuju ke kamarku.
Aku melihat pantulan diriku di cermin dan mengerutkan kening pada bayanganku.
Agak kacau, batinku.Kaos abu-abu dibalut kemeja berbahan kulit dengan warna hitam, dan celana jins hitam.
Untuk beberapa alasan, rasanya aku begitu tak bisa terpisah kan dengan style ini, dengan sepatu berwarna maron gelap, ini benar-benar nyaman. Jangan tanya tentang riasan wajahku, itu benar benar nihil oke. Aku hanya mengoleskan pelembab bibir yang aku gunakan untuk mengoles bibir ku yang pecah pecah parah sesuai pesan ibu tadi pagi. Dia menceramahiku panjang lebar soal kebiasaan ku. Kesukaan memakan kulit bibir bagian luar dan aku baru bisa menggunakan lip balm pagi ini setelah ibu mengejarkanku semalam. Omong-omong, dia sangat peduli kalau perihal fashion dan kesehatan. Aku bahkan tidak suka dengan riasan, kecuali gelang tangan cincin antik yang diberikan paman saat sembilan tahun yang lalu. Mereka bilang itu sangat kuno, tapi aku menyukai riasan tangan itu, karena kupikir itu punya makna yang besar. Jadi aku menggunakan gelang tali seperti biasanya hingga menutupi sepertiga pergelangan tangan ku yang hampir ke siku. Aku selalu menyukainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHERE'S MY SHADOWS -The Guardian Legacy - [ H I A T U S ]
FantasyZena, gadis berambut merah keturunan Guardian yang berusia 17 tahun, dikenal dengan pikiran dan gaya hidupnya yang agak sinting sejak awal. Dia hidup ditemani bayang- bayang yang bangkit dari alam bawah sadarnya. Kehidupan pertemanannya tak seberant...