[4] Rooftop

15 4 0
                                    

Matematika. Mungkin sebagian dari kalian suka sama pelajaran yang satu ini tapi tidak bagi Wulan.

Menurut nya Matematika adalah hal yang menyiksa pikirannya dan juga membuat bulu kuduk merinding.

Pasalnya yang mengajari pelajaran ini bukan sejenis manusia biasa, bisa dibilang setengah manusia dan setengah nya lagi singa atau ya sejenisnya.

Tri Gustiaraweni. Kerap dipanggil Bu Weni. Guru Matematika SMA KEMILAU BANGSA. Guru terkiler disekolah ini.

Jabatannya sebagai Pembina OSIS. Hobi make up, ya seperti nya. Kalian bisa liat dari cara dia ber-make up yang sedikit mencolok dengan lipstik merah membahana dan blush on unyu-unyu berwarna pink.

Apalagi dengan cara bicara dia yang tegas dan berwibawa membuat ia disegani dan ditakuti disekolah.

Merinding dan tegang. Itulah yang dialami Wulan saat ini, memperhatikan Bu Weni sama saja dengan menunggu ajal datang.

Pandangan nya lurus kedepan dan fokus dengan apa yang dijelaskan Bu Weni, karna kalau tidak fokus Bu Weni bisa saja dengan tiba tiba menyuruh murid nya untuk menjelaskan ulang didepan tentang apa yang ia sampaikan tanpa ada yang kurang.

Uhhh benar benar kejam bukan?

Wulan berdiri dari kursinya. Pelajaran ini membuat otaknya panas dan ingin meledak rasanya.

Keluar kelas mungkin akan membuat otaknya segar kembali. Apalagi kalau sampai bertemu dengan Zidan.

"Lan lo mau kemana?" tanya Nanda setengah berbisik takut Bu Weni dengar, bisa brabeh nanti urusannya.

"Nyari Zidan," jawab Wulan singkat.

"Lo udah gak sayang sama nyawa lo?" Nanda melirik Bu Weni yang sedang menuliskan rumus dipapan tulis.

"Bentar doang, 5 menit kok" Wulan segera pergi kedepan untuk meminta izin kepada Bu Weni.

"Buk saya izin ke toilet bentar ya," ujar Wulan sopan. Guru kayak gini harus dibaikin kalau nggak nyawa taruhannya. Tapi bukannya sama semua guru harus sopan?

Bu Weni menoleh. Menatap Wulan tajam.

"Gak bisa kamu tahan?" tanya Bu Weni seolah tak memberi izin.

"Gak bisa buk udah diujung nih" gelagat nya dibuat seperti orang yang benar benar kebelet.

Bu Weni menimang-nimang sebentar lalu mengangguk, "Ya sudah sana, tapi ingat jangan pake lama!"

"Oke ibu cantik," Wulan mengacungkan kedua ibu jarinya.

Ia segera keluar dari kelas. Ia berjalan dikoridor. Matanya menelusuri segala arah. Mencari keberadaan Zidan.

"Zidan mana ya? Biasanya kan dia bolos pas pelajaran Fisika" ujar Wulan pada dirinya sendiri.

Ia emang tau segala hal yang berkaitan tentang Zidan. Apalagi cowok itu sering bolos pelajaran Fisika. Wulan tau semua itu. Siapa lagi kalau bukan dari Danu. Wulan mengiming-imingi akan mendekatkannya dengan Zoya, incaran Danu dikelas Wulan.

Apa dia rooftop? pikir Wulan.

Mengikuti perintah otaknya, Wulan melangkahkan kakinya menuju rooftop sekolah.

Ia menaiki anak tangga satu persatu. Dan membuka pintu yang sedikit terbuka disana.

Dari jauh ia dapat melihat Zidan tengah duduk menyendiri dikursi panjang yang terbuat dari kayu. Ia sedang menatap jalanan yang dipenuhi kendaraan berlalu lalang.

Sekolah mereka memang berada ditepi jalan besar. Dan jika disaksikan dari atas akan terlihat langsung padatnya jalanan yang didominasi oleh kendaraan.

Wulan berjalan mendekati Zidan dan duduk disamping nya. Ia tak peduli Zidan akan memarahinya atau tidak. Ia sudah kebal dengan perlakuan seperti itu.

"Kamu kenapa gak masuk kelas?" tanya Wulan.

Zidan menoleh dan terkejut mendapati Wulan duduk disampingnya. Sedari tadi ia melamun menikmati pemandangan yang penuh polusi ini.

"Ngapain lo ada disini?" tanya Zidan datar.

"Ditanya malah balik nanya"

"Tau dari mana gue ada disini?" Tanya Zidan lagi seperti mengintrogasi Wulan.

"Kamu itu udah terhubung sama aku. Jadi kemana pun kamu pergi pasti aku tau" ucap Wulan.

"Kita gak ada apa apa" ujar Zidan penuh penekanan.

"Kita emamg gak ada apa apa, tapi suatu saat pasti kita ada apa apa" Tatapan nya lurus memandang kedepan.

Ngawur, batin Zidan.

"Dengar ya gue gak pernah tertarik sama lo apalagi mikir bakal jadi pacar lo" ketus Zidan. Ia merasa terganggu semenjak kehadiran cewek ini dihidup nya.

Wulan menoleh, "Aku tau itu dan aku sadar"

"Bagus kalau lo nyadar jadi gak usah capek capek gue sadarin" ujar Zidan dingin.

"Cinta itu tumbuh dengan terbiasa dan aku akan buat kamu terbiasa dengan itu. Mungkin aku gak bisa paksa sekarang tapi aku yakin dibalik usaha aku pasti ada hasilnya. Ntah baik ataupun buruk,"

Zidan menghela nafas jengah,"Serah lo. Lanjutin aja halunya, gue cabut" ia kemudian berdiri dari duduknya.

"Jidan kamu mau kemana sih?" tanya Wulan. Baru juga berduaan eh malah pergi.

"Bukan urusan lo!" ia tak suka ada yang ikut campur dengan urusannya.

"Jadi aku ditinggal sendirian nih?" Wulan memanyunkan bibirnya.

Zidan tak menjawab, ia terus berjalan menjauh dari Wulandan turun melangkah menuju lantai bawah.

"Ihhh nyebelin banget sih jadi cowok!" Wulan menghentakkan kakinya.

"Kalau bukan karena sayang, dari dulu udah gue cabik-cabik lo Zidan!" teriak Wulan diatas rooftop.

Ya seperti yang kita ketahui, cinta itu rumit dan butuh pengorbanan. Salah satu pihak pasti tersakiti.

----------
Yuk divote ceritanya dan tinggalkan komentar dibawah!
Happy reading.
Enjoy your story!
❤️
----------

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 25, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The WanderlustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang