Saraswati bisa dibaca di KBM APP ATAU KARYAKARSA Aqiladyna.
2 April 2021
Happy reading!
Langit terlihat mendung di sore hari, kemungkinan hujan akan turun, Saraswati bergegas mengangkat jemuran dan membawanya ke teras belakang, duduk di dipan kayu Saraswati melipat pakaiannya. Sesaat tatapannya terpaku pada gelang emas yang melingkar di pergelangan kakinya. Tersenyum simpul Saraswati mengingat bagaimana sang Juragan tanpa sungkan mengenakan gelang itu di kakinya padahal jelas kasta mereka berbeda.
Jujur Saraswati bahagia atas perlakukan Juragan Devan, tidak pernah sebelumnya ia di perlakukan istimewa oleh Tuan majikannya, Tuan Karim tidak pernah memperlakukan Saraswati sama dengan abdi pelayan lain. Tuan Karim seakan berhati-hati dan menjaga jarak. Wajar ternyata Saraswati di jadikan hadiah karena mungkin Tuan Karim tidak menyukai keberadaannya namun enggan mengatakan sebenarnya.
"Melamun saja toh!" seruan terdengar dari balik pintu, Kinasih melogokan kepala dengan senyumnya, rambut panjang di kuncir dua menambah paras gadis itu sangatlah ayu.
"Belum pulang?" tanya Saraswati, biasanya setiap sore Kinasih akan pulang dan balik sangat pagi ke rumah Juragan Devan.
"Sebentar lagi Mbakyu, barusan aku selesai beresin cucian piring kotor." kata Kinasih duduk di tepi dipan menatap langit yang semakin menghitam.
"Walah, sepertinya hujan badai akan turun, kalau begitu aku pamit dulu toh Mbakyu." Kinasih berdiri menyambar tangan Saraswati dan mengecupnya. Gadis itu berlalu melangkah laju lewat jalan belakang tuk pulang ke rumahnya.
Saraswati hanya menggeleng pelan dengan sikap polos Kinasih, meski demikian Kinasih gadis yang cerdas, ia baru saja ikut bekerja di rumah Juragan Devan sebagai abdi pelayan mengantikan mendiang bibinya yang dulu pernah mengabdi di sini.
Pakaian yang di lipat satu persatu di muat kembali ke dalam keranjang, sembari bersenandung Saraswati melakukan pekerjaannya dengan senang.
Kehadiran Mbok Romlah menghentikan nyanyian Saraswati, ia tersenyum menyapa halus pada wanita patuh baya itu yang duduk di sampingnya membantunya melipat pakaian bersih.
"Ndak usah Mbok, biar Saras saja."
"Ndak apa biar Mbok bantu. Mbok ndak ada kerjaan lagi."
"Sebaiknya Mbok istirahat toh di bilik kamar."
"Belum ngantuk Saras, lagian ini masih sore."
Saraswati tidak mampu melarang Mbok Romlah tuk tidak membantunya, memang beliau meski berusia senja semangat kerjanya sangatlah membara. Kalau tidak kerja kata beliau tidak enak, badan terasa sakit semua.
"Mbok boleh Saras bertanya?"
Mbok Romlah mengerutkan keningnya menatap pada Saraswati.
"Mau tanya apa toh Nduk?"
"Ndoro Maharani itu siapanya Juragan Devan toh Mbok?" Sering kali Saraswati mendapati Ndoro Maharani datang ke rumah besar ini, tanpa sungkan sering memasuki bilik kerja serta bilik kamar Juragan Devan. Ndoro Maharani juga terlihat sangat dekat dengan Ndoro Ratih.
"Setahu Mbok beliau putri dari kawan akrab Ndoro Ratih yang sudah di anggap seperti keluarga, memang kenapa kamu mempertanyakan tentang Ndoro Maharani?"
"Maaf Mbok, hanya penasaran saja." Saras tertunduk.
"Mbok boleh kasih saran jangan terlalu penasaran dengan kehidupan majikan kita. Kita ini hanya abdi pelayan kalau ada yang dengar dan ndak senang tentu pembicaraan ini akan menjadi bencana." nasehat Mbok Romlah sembari menghela nafas melanjutkan melipat pakaian.
Saraswati mengangguk, ia tahu diri kastanya rendahan, memang benar apa yang di katakan Mbok Romlah, tidak pantas ia mempertanyakan hal barusan, mulai saat ini Saraswati berjanji akan mengunci mulutnya rapat. Saraswati tidak ingin keberadaannya semakin tidak di senangi di sini.
"Mbok masuk ke dalam dulu." kata Mbok Romlah berdiri berbalik melangkah masuk ke dalam, sementara Saraswati menyelesaikan lipatan pakaiannya.
Hujan akhirnya turun sangat deras dengan angin yang berhembus kencang di malam hari, di meja makan Juragan Devan duduk bersama Ndoro Ratih menikmati makanan yang tersaji.
Dengan telaten Mbok Romlah dan Saraswati melayani. Saraswati menaruh segelas minuman di depan Ndoro Ratih sekejap perempuan paruh baya itu melirik padanya.
"Siapa suruh kamu naruh minuman di sana?" tanya Ndoro Ratih dengan nada ketus.
"Maafkan Saras Ndoro."
"Lain kali jangan berani melakukannya sebelum di perintah, toh kamu abdi pelayan yang di hadiahkan untuk melayani putraku, bukan aku."
Saraswati tertunduk sedih masih berdiri bergeming di tempatnya, sementara Mbok Romlah tidak bisa membela hanya menatap kasihan pada Saraswati.
"Sudahlah Biyung. Niat Saraswati kan baik, dia ingin melayani Biyung juga jangan di perpanjang." kata Juragan Devan beralih menatap Saraswati.
"Saraswati kembalilah ke dapur, jangan lupa untuk makan." titah Juragan Devan.
"Inggih Juragan, saya permisi." Saraswati segera berbalik menuju dapur. Duduk di kursi kayu Saraswati terisak. Saat Mbok Romlah masuk Saraswati segera menghapus air matanya. Sentuhan di pundaknya membuat Saraswati bergeming.
"Sabar Nduk!" hibur Mbok Romlah prihatin. Saraswati mengangguk, tersenyum getir pada Mbok Romlah.
"Saras ndak apa Mbok."
"Ya sudah kita makan dulu."
Selesai makan malam, Saraswati mencuci sisa piring kotor, tak di biarkannya Mbok Romlah membantu dan meminta beliau untuk beristirahat dan kali ini Mbok Romlah mengiyakan.
Piring bersih sudah tertata, Saraswati mematikan keran air, ia menguap sudah mengantuk dan berniat balik ke kamar. Pandangannya menyorot ke arah bilik tengah yang masih terang. Melangkah ke sana berniat tuk memadamkan lampunya. Saat melewati kamar Juragan Devan yang tirainya di terpa angin cukup kencang hingga sosok Juragan Devan di dalam kamar yang melepaskan pakaian memperlihatkan tubuhnya yang terpahat sempurna melekat di pandangan Saraswati.
Terkutuklah Saraswati tidak mampu mengalihkan tatapannya hingga tidak sengaja menyenggol sebuah guci menimbulkan suara cukup keras, Saraswati bersyukur guci itu tidak pecah buru-buru ia membenarkan posisinya.
"Apa yang kamu lakukan?" tanya Juragan Devan sudah berdiri di ambang pintu. Saraswati meneguk salivanya yang berjongkok, perlahan berdiri menatap pada beliau. Lihatlah wajah dingin Juragan Devan nampak keheranan, beliau masih belum mengenakan apapun menutupi tubuh bagian atas yang keras berotot.
"Ngapunten Juragan. Saya...."
"Sudah sangat malam, sebaiknya kamu beristirahat."
"Inggih Juragan, saya...ingin memadamkan lampu di bilik tengah." jelas Saraswati hingga pandangan Juragan Devan mengarah pada bilik tengah.
"Biar aku saja, kembalilah ke bilik kamarmu."
Saraswati mengangguk, segera berbalik permisi undur diri dari hadapan Juragan Devan. Saraswati memasuki kamarnya detak jantungnya berpacu cepat duduk di pinggir ranjang menetralkan pernafasannya. Pandangan Saraswati tertuju pada gelang tersemat di kakinya. Di lepasnya gelang emas itu memandanginya dengan binar kekaguman.
Juragan Devan Dhanurendra entah setiap kali Saraswati berhadapan dengan beliau atau mengingat sosok beliau hati Saraswati bergetar. Ada apa dengannya? Saraswati harus menepis perasaan aneh ini, tidak harus ia mengagumi sosok beliau yang sempurna. Siapa dirinya hanya seorang abdi pelayan yang di hadiahkan pada beliau.
Saraswati membaringkan tubuhnya di atas dipan hanya memandangi gelang kaki di dalam genggamannya yang bersinar terpapar cahaya lampu. Mata Saraswati perlahan terpejam berharap kali ini ia memimpikan Juragan Devan Dhanurendra.
Tamat

KAMU SEDANG MEMBACA
Saraswati
RomanceSaraswati laksana kembang mawar putih di tengah pekatnya gelap, dengan takdir yang menyedihkan sebagai seorang abdi pelayan. Takdir jugalah mempertemukannya dengan seorang Juragan Devan yang menghadirkan benih cinta di hatinya. Namun ia sadar siapa...