"Setelah gue dan Cella ngobrol sama Sam dan Dorothy, kami rasa akan lebih baik kalau kita tunda pengumuman kita kepada media sebelum semuanya benar-benar siap"
"Kita ga boleh ngulang kesalahan yang sama, sebelumnya kita terlalu terburu-buru untuk membiarkan dunia tau sedangkan apa yang ada di dalamnya belum sepenuhnya siap. Gue pikir timing nya akan pas untuk mengumumkan itu pada acara anniversary Zola yang ke-6"
"Oh ya, ada yang perlu saya sampaikan" ucap Rendy sambil mengangkat tangan kanannya.
"Ya, silahkan" aku duduk pada bangku yang terdapat di sampingku.
"Bulan depan kontrak kita dengan Gina akan berakhir, sudah waktunya kita menentukan brand ambassador selanjutnya. Saya dan Nina sudah memperkecil pilihan yang sudah kami buat dan sejauh ini sudah ada 3 kandidat"
"Yang pertama Farah, artis jebolan ajang pencarian bakat yang baru berakhir. Yang kedua Tiara, model nomor satu di Indonesia yang sedang mempersiapkan karirnya di LA dan yang terakhir Helen, artis yang paling diminati saat ini"
Mendengar nama Helen disebut, aku tidak tau harus mengeluarkan reaksi apa. Marcella yang saat itu duduk di hadapanku pun mulai menatapku.
"Dari segi fanbase dan pengalaman, Helen merupakan kandidat yang paling kuat. Kebetulan saat ini ia juga sedang tidak terikat kontrak dengan brand yang bergerak pada bidang yang sama dengan Zola"
"Iya gue setuju tuh, kayaknya Helen cocok" ujar Marcella sambil menatapku dengan tatapan sarkasnya. Rasanya aku ingin menginjak kakinya saat itu juga.
"Umm, kalian boleh mulai hubungi management dari masing-masing kandidat dan akan kita bahas pada rapat selanjutnya" ucapku mengakhiri rapat hari itu.
"Lo gila ya?" ucapku sambil menyesuaikan langkahku dengan Marcella.
"Gila apanya sih? Lagian lo denger sendiri kan penjelasan tadi?"
"Ya tapi ga gini juga Cella, muka gue mau di taro dimana waktu dia tau perusahaan seorang Karin memilih dia untuk jadi brand ambassador -nya"
"Duh Karin coba deh lo pikirin lebih banyak mana, positif atau negatif-nya buat perusahaan ini? Kalau lebih banyak positif-nya ya lo lupain ego lo itu untuk sementara, toh demi kebaikan perusahaan juga"
Mendengar ucapan Marcella, aku hanya dapat terdiam.
***
"Keenan!" panggil Marcella dari dalam mobilnya.
Keenan pun melihat ke kiri dan kanan sebelum akhirnya menyebrang untuk menghampiri sahabatnya itu.
"Lo ngapain?"
"Nungguin lo"
"Gue?"
"Iya, lo lagi ga ada urusan kan?"
Keenan menggelengkan kepalanya.
"Kalau gitu bantuin gue ya"
"Bantuin apa?"
"Udah lo masuk aja dulu, nanti gue jelasin"
Akhirnya, Keenan pun masuk ke dalam mobil Marcella. Tentu saja ia tidak bisa menolak permintaan sahabatnya itu.
"Jadi bentar lagi temen gue tuh ulang tahun dan berhubung gue ga tau selera cowo kayak apa, lo bantuin gue pilih ya" ucap Marcella sambil melihat-lihat baju yang ada di sekitarnya.
"Temen lo? Siapa?"
"Ada lah pokoknya, eh bagusan ini atau ini?" Marcella mengangkat dua setelan jas berwarna abu-abu dan biru navy.
"Kalau lo ga kasih tau gue orangnya, gimana gue bisa bantu pilih yang mana yang cocok"
"Yaudah, Evan orangnya"
Keenan yang tak kuat menahan tawanya pun tertawa dengan kencang di depan Marcella.
"Ternyata dugaan gue bener, lo... balikan lagi sama Evan?"
"Balikan apanya sih, pernah jadian aja ngak"
"Balik sebagai penggemar sejatinya maksud gue"
"Ih nyebelin banget sih lo" Marcella meletakkan setelan jas yang ada di tangannya dan memukul lengan Keenan dengan kencang.
"Ouch! Tangan lo kok kayak ada setruman listrik sih"
"Jadi yang mana yang lebih bagus?"
"Yang ini" ucap Keenan sambil menunjuk setelan jas berwarna biru navy.
Tak membutuhkan waktu lama bagi Marcella untuk memilih hadiah tersebut, ia pun langsung membawa setelan jas itu ke kasir dan membayarnya.
"Terima kasih" ucap Marcella sambil mengambil paper bag yang diserahkan oleh pegawai toko tersebut.
"Eh, makan pizza yuk udah lama gue ga makan pizza"
"Yaudah, kalau lo mau traktir"
"Iye bawel, yuk" Marcella menarik lengan Keenan agar ia dapat berjalan lebih cepat menuju restoran.
"Rasa pizza tempat ini ga pernah berubah ya, dari gue kecil sampe sekarang tetap sama aja" ucap Keenan sambil menggigit potongan pizza yang ada di tangannya. Marcella pun mengangguk penuh setuju.
"Lo sama Karin gimana?" tanya Marcella
"Gimana apanya?"
"Perasaan lo ke Karin, lo suka kan sama dia?"
Pertanyaan yang cukup spontan dari Marcella itu membuat Keenan tersedak potongan pizza yang baru saja ia telan.
"Gue tanya gitu aja udah keselak" ucap Marcella sambil menepuk punggung Keenan.
"Lagian, lo random banget tiba-tiba nanya begitu" balas Keenan setelah meneguk Ice Lemon Tea miliknya.
"Jadi?"
"Ntah"
"Pilihannya cuma dua, iya atau ngak. Kalau suka ya bilang iya kalau ngak ya bilang-"
"-Iya! Gue suka sama Karin! Puas lo?"
Marcella pun tersenyum dengan lebar, sebenarnya tanpa mendengar jawaban sahabatnya itu ia tau bahwa sesungguhnya ada perasaan yang sudah tumbuh di dalam hatinya. Tapi, mendengarnya langsung dari mulut Keenan membuatnya jauh lebih senang.
"Terus, lo kapan mau nyatain perasaan lo ke Karin?"
"Gue masih belum tau"
"Lo... bukan pake temen gue cuma buat sekedar main-main kan?"
"Ya ngak lah, gue serius sama Karin cuma..."
"Cuma apa?"
"Gue ngerasa gue berada di level yang berbeda dengan Karin, rasanya gue belum cukup pantas buat dapetin dia"
"Ya elah, karena Karin posisinya CEO dan dia punya perusahaan besar gitu? Keenan, Karin itu orangnya ga kayak gitu. Dia ga bakal mikirin hal-hal seperti itu"
"Gue tau tapi, ini tentang gue Cella. Selama ini, posisi gue selalu jadi sebagai penerima dan mungkin itu yang akan ada di pikiran orang-orang juga kalau sampai gue jadian sama Karin"
Marcella menarik napas panjang dan meletakkan potongan pizzanya di atas piring.
"Dengerin gue ya, yang jalanin hubungan itu lo sama Karin. Kalau lo udah yakin sama perasaan lo, lo tunggu apalagi? Ga usah peduliin yang lain, oke?"
Keenan hanya membalas Marcella dengan anggukan, pandangannya terus mengitari ruangan tersebut. Meskipun pikirannya hanya tertuju pada satu orang yaitu, Karin.