"Lo mau terus sembunyiin ini dari Karin sampai kapan?" tanya Marcella sambil membantu Keenan merapikan kopernya.
"Ya abisnya gimana? kalau gue kasih tau Karin bukannya itu malah bikin dia ke distract? Secara tanggal kepergian gue aja bertepatan dengan acara perusahaan kalian" Keenan mengambil baju hangatnya dari tangan Marcella dan memasukannya ke dalam koper.
"Terus? lo bakal biarinin Karin ga tau tentang ini gitu?"
"Tenang aja, gue udah punya rencana gue sendiri"
Keenan memasukkan baju terakhir ke dalam kopernya dan menutupnya dengan rapat.
"Panjang umur, orangnya nelfon" ucap Marcella sambil mengangkat handphonenya yang berbunyi.
"Halo Kar? Kenapa?"
Keenan terus memperhatikan Marcella yang sedang berbicara dengan Karin melalui teleponnya itu.
"Iya oke gue ke sana sekarang" Marcella mengambil tasnya dan berdiri dari tempat duduknya.
"Ini gue lagi di....."
Keenan dengan cepat memberi kode kepada Marcella untuk tidak memberitahu keberadaannya sekarang.
"Gue lagi on the way kok.. iya... bye"
Satu hari menjelang acara anniversary ke-6 perusahaan kami sekaligus menjadi acara dimana kami akan mengumumkan branch New York beserta dengan brand ambassador terbaru perusahaan kami. Siapa yang duga hal yang selama ini hanya menjadi angan-angan kami akan segera terwujudkan.
"Nin, coba lo cek lagi deh sound system-nya. Tadi masih sempat ada yang putus-putus, jangan sampai besok masih kayak gini"
"Oh, oke baik"
"Karin!" panggil Marcella yang baru saja datang ke venue, tempat kami akan melangsungkan acara besok.
"Lo kemana aja sih? Rendy cariin tuh dari tadi"
"Sorry, tadi ada urusan"
Aku dan Marcella pun berdiri bersebelahan sambil melihat panggung yang sudah ¾ terselesaikan, beserta dengan dekorasi yang turut menghiasi tempat yang cukup megah ini.
"Ga kerasa ya" ucap Marcella.
Aku melipat kedua tanganku sambil tersenyum tipis.
"Ini baru awalnya Cell, setelah ini masih ada banyak yang harus kita lakukan untuk menyempurnakan plan kita sebelum grand opening di New York dan..."
"Masih ada banyak tangga yang harus kita pijak untuk mencapai tempat yang lebih tinggi" lanjutku sambil merangkul Marcella. Ada seulas senyum yang muncul pada wajah Marcella.
"Karin, gue ga tau harus berterima kasih seperti apa ke lo. Kalau 6 tahun yang lalu lo ga memberi gue kesempatan untuk bergabung dalam team ini, mungkin sekarang gue tetap orang biasa yang tidak pernah keluar dari zona nyamannya"
"Justru gue yang harus berterima kasih ke lo. Cuma lo yang menaruh kepercayaan pada gue di saat yang lain berkata kalau gue mimpi terlalu tinggi"
"To infinitiy" Marcella mengepalkan tangannya, menunggu balasan bro-fist dariku.
"and beyond!" ucapku sambil membalas bro-fist Marcella.
***
Sambil menyalakan lilin dengan aroma vanilla pada ruanganku, aku memandang pemandangan malam kota Jakarta dari kaca apartemenku. Dilengkapi dengan segelas hot chocolate, malam itu terasa hangat dan nyaman.
Pandanganku teralihkan pada suara deringan telepon yang datang dari handphoneku.
"Halo?"
"Gue udah di bawah, bisa turun sebentar?"
Dengan memakai sweater dan celana santaiku, aku berjalan ke arah taman.
"Lo satu minggu ga ketemu gue aja udah kangen ya?" tanyaku sambil duduk pada sebuah ayunan yang kosong, tepat di samping Keenan.
"Susah mau ketemu sama orang sibuk, mungkin gue harus bikin appointment sama asisten lo dulu kali ya buat ketemu sama lo?" balas Keenan.
Dengan kedua kakiku, aku menggoyangkan ayunan tersebut ke depan dan belakang dengan perlahan.
"Besok seharusnya jadi salah satu acara penting dalam hidup lo tapi gue malah ga bisa datang, sorry ya" ucap Keenan.
"Lo ga perlu minta maaf, lagian ini semua juga bisa terwujudkan karena lo"
"Gue?" Keenan menghentikan ayunannya dan menatapku bingung.
"Iya, lo inget ga malam itu waktu lo bawa gue ke taman hiburan? Di sana lo bilang ke gue kalau kita harus berani mengambil resiko karena kita ga tau kapan kita akan berhasil. Lo bikin gue yakin untuk jalani mimpi gue"
"Kalau gitu, seharusnya gue dapat bagian dong? Atau mungkin gue udah cukup bisa menggantikan posisi Marcella?"
"Gue laporin Marcella ya" ucapku sambil mengeluarkan handphoneku.
"Eh eh iya ampun, jangan bangunin macan yang lagi tidur"
Aku pun kembali menyimpan handphoneku sambil tertawa.
"Karin"
"Hm?"
"Selama ini, lo yang paling sering mengucapkan terima kasih ke gue. Tapi, rasanya gue jarang punya kesempatan buat bilang itu ke lo. Semenjak gue kenal lo, gue sadar akan value yang terdapat dalam diri gue. Gue kembali menemukan jati diri gue yang sebelumnya sempat terkubur. Rasanya ga bisa terhitung dengan jari berapa banyak kebahagiaan yang udah lo datangin buat gue. Terima kasih udah menjadi bagian dalam hidup gue"
Aku tidak tau apa yang terjadi padanya tapi, ucapannya berhasil menyentuh hatiku. Hingga sebuah air mata pun menetes dari mataku.
"Lo... nangis?" tanya Keenan.
"Ng..ngak, apaan sih" ucapku sambil berdiri dari ayunan itu.
"Ngak salah lagi" Keenan ikut berdiri dari ayunannya dan menghapus air mata yang membasahi pipiku.
"Udah malam, lo istirahat gih"
Aku membalasnya dengan anggukan dan mulai melangkah menuju pintu lobby apartemenku.
"Karin!" teriak Keenan tepat sebelum aku membuka pintu tersebut.
Aku membalik badanku, melihat Keenan yang sedang berlari ke arahku. Ia memelukku dengan erat, seperti tak ada hari esok. Dengan perlahan aku mengangkat kedua tanganku dan membalas pelukannya.
"Setelah ini... kita masih bisa ketemu kan?" suara Keenan dapat terdengar tepat di samping telingaku.
"Ya jelas kita masih tetap bisa ketemu lah, lo ngomong seolah-olah lo bakal pergi jauh" balasku sambil tertawa kecil.
Keenan melepas pelukannya dan menatapku. Ia menundukkan tubuhnya, menyesuaikannya dengan tubuhku.
"Di mata gue, lo seorang perempuan yang hebat dan lo perlu tau itu"
Keenan mengangkat tangannya dan meletakannya di puncak kepalaku sambil mengelusnya dengan perlahan.
"You've worked hard"
Aku membalasnya dengan senyuman.
"Gue.. naik dulu ya. Lo hati-hati di jalan"
Keenan membalasku dengan anggukan sebelum akhirnya aku melangkah masuk ke dalam gedung apartemen.