plate 3·1

311 33 0
                                    

"Apa? Lo mau bawa Keenan ketemu sama Tante Lita?" saking terkejutnya, Marcella pun berdiri dari tempat duduknya.

"Awalnya gue ga yakin kalau itu mamanya Keenan tapi setelah gue gabungin potongan-potongan informasi yang gue temuin, gue cukup yakin kalau itu dia" balasku sambil menuang segelas air hangat dari dapurku.

"Terus? Keenan udah tau?"

"Belum, gue berniat untuk bawa Keenan langsung ke tempat itu"

Aku memberikan segelas hot chocolate yang baru saja ku buat kepada Marcella.

"Ja..jadi makanan kemarin itu...?"

"Iya, itu dari restoran mamanya Keenan"

Marcella terlihat masih cukup terkejut akan hal itu.

"Selama ini, Keenan kira kalau mamanya pergi ke negara lain. Tapi ternyata, ibu dan anak itu berada di negara yang sama selama beberapa tahun ini?"

Kami sama-sama menikmati hot chocolate masing-masing, sepertinya aku dan Marcella sedang membayangkan hal yang sama. Membayangkan berada pada posisi seorang Keenan yang selama ini tidak mengetahui apa-apa mengenai keberadaan ibunya yang sebenarnya hanya berjarak beberapa kilometer darinya.

***

Hari itu telah tiba. Aku tidak tau apa yang akan terjadi setelah ini, yang ada dibayangku hanyalah aku ingin Keenan dapat kembali bertemu dengan sosok yang selama ini menghilang dari hidupnya.

"Sop saudara nya dua ya" ucapku kepada seorang pria yang menghampiriku untuk mencatat pesananku.

Sambil menunggu pesananku keluar, aku melihat ke sekelilingku. Nampaknya kali ini wanita yang aku yakini sebagai ibu dari Keenan sedang bertugas di dalam dapur. Waktu terus berjalan, makanan yang ku pesan akhirnya dihidangkan. Beberapa menit setelah itu, aku dapat melihat Keenan dari jendela besar yang terletak di sampingku.

"Hai, sorry gue ada urusan tadi" ucap Keenan sambil menarik tempat duduk yang ada di hadapanku.

"No, it's okay. Gue udah pesenin makanan buat lo, kebetulan baru aja keluar"

"Ini...?"

Aku mengangguk sambil tersenyum lebar.

Keenan mengangkat sendoknya dan mencicipi sop tersebut. Jantungku berdebar semakin cepat, perutku terasa sedikit mulas, rasa gugup yang sudah lama tidak ku rasakan. 

Setelah memasuki suapan pertama ke dalam mulutnya, Keenan berhenti.

"Kenapa? Ada yang salah sama sopnya?" tanyaku sambil menatap Keenan dengan cemas.

"Ini... enak banget" balas Keenan sambil memasukkan suapan kedua.

"Persis sama rasa sop yang pernah dibuat sama nyokap gue, kira-kira yang masak pakai apa ya? Gue harus nanya sama dia, buat cari tau bahan apa yang terlewat sama gue selama ini"

Keenan tersenyum lebar dan terus melanjutkan makanannya.

"Kok lo ga makan?" tanya Keenan sambil mengalihkan tatapannya kepadaku.

"Lo pengen tau resep masakan itu?"

Keenan mengangguk dengan penuh semangat.

"Mungkin lo bisa tanya langsung sama orangnya" ucapku sambil menunjuk ke arah wanita di balik masakan itu.

Keenan mengalihkan pandangannya, yang dapat dilihat olehnya hanyalah punggung wanita itu yang sedang mengangkat piring makanan dengan sebuah tray. Perlahan, wanita itu mulai menunjukkan wajahnya. Tatapannya bertemu dengan Keenan yang sedang duduk di hadapanku. Langkahnya terhenti, sama dengan senyuman Keenan yang perlahan menghilang.

Tak lama, terdengar suara keras dari piring yang baru saja jatuh ke lantai. Wanita itu hanya dapat menutup mulutnya dengan kedua tangannya.

"Ada apa?" seorang pria menghampirinya dan ikut memandang ke arah kami.

Keenan berdiri dari tempat duduknya dan berjalan keluar dari tempat ini.

"Keenan!" panggilku sambil berjalan mengikuti langkah Keenan.

Keenan naik ke atas motornya dan melaju keluar dari tempat itu dengan cepat. Aku yang tidak sempat menyusulnya pun memutuskan untuk mengikutinya dengan mobilku.

Tepat pada saat aku membuka pintu depan Maison, aku dapat mendengar suara yang cukup keras dari arah dapur. Dengan cepat aku berjalan masuk ke dalam dapur. Di dalam sana Keenan sudah duduk pada salah satu sudut dapur sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

"Keenan, sorry gue ga seharusnya mengambil keputusan sendiri untuk langsung mempertemukan lo dengan-"

"-sejak kapan lo tau tentang ini?" tanya Keenan yang baru saja mengangkat wajahnya untuk menatapku. Ada air mata yang sudah membasahi wajahnya.

"Beberapa hari yang lalu... sebelum gue datang ke sini" balasku.

Keenan kembali menutup wajahnya.

"Gue cuma mau lo bisa ketemu sama nyokap lo, gue tau selama ini lo juga mau ketemu sama dia kan?"

"Lo ga tau apa-apa, Karin!" kini, Keenan menaikkan nada bicaranya. Cukup ku akui, hal itu membuatku terkejut.

"Gue lagi pengen sendirian, jadi tolong tinggalin gue" Keenan mulai merendahkan nada bicaranya tapi ia sama sekali tidak menatapku.

Pada saat seperti ini, tidak akan ada gunanya jika aku terus berusaha untuk menjelaskan isi pikiranku kepada Keenan. Yang dapat ku lakukan hanya menuruti permintaannya dan keluar dari tempat itu.

Sebelum membuka pintu dapur, aku kembali menghadap ke arah Keenan yang pandangannya terlihat kosong.

"Lo benar gue emang ga tau apa-apa tapi, lo juga. Dan kapan pun lo merasa siap gue bakal temenin lo buat cari tau ketidaktahuan itu"

Tanpa mendapat balasan apa pun dari Keenan, aku melangkah keluar dan meninggalkan tempat itu. Meskipun ada kekhawatiran yang terus menghantuiku.

MaisonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang