Bagian 3

2.7K 231 15
                                    

"Sarapan dulu."

Ryon terpaksa berbalik arah ketika suara ajakan mamanya menyela langkahnya menuju tangga. Dia baru pulang dari apartemen Kikan.

Sebenarnya Ryon sudah bisa menebak bahwa akan menemui keluarganya yang tengah menikmati sarapan pagi di ruang makan. Namun, dia berusaha menghindar walau tetap gagal.

"Pasti udah, Ma. Nggak mungkin di sana nggak dikasih makan."

Ryon tersenyum kecil, lalu mengusap puncak kepala adik perempuannya yang tadi memberikan sahutan untuk mamanya.

Demi formalitas dan rasa sayang kepada sang mama yang memintanya sarapan, Ryon tetap menerima sodoran secangkir teh hangat dari wanita itu. Padahal perutnya sudah terisi dengan nasi goreng dan kopi buatan Kikan.

Sekilas Ryon menyadari kalau papanya terus menatapnya, tapi dia memilih biasa saja dan menikmati minuman.

Ketika papanya dengan sengaja mengingatkan Nika, adik perempuannya, agar segera bersiap berangkat kuliah, saat itulah Ryon paham bahwa dia tidak diizinkan untuk beranjak dari sana sebelum mereka bicara.

"Jadi, kapan?"

Ryon hanya bisa memijit tengkuknya dengan agak canggung ketika mendengar pertanyaan pendek itu dari sang papa. Sekarang mereka hanya bertiga di meja makan.

"Belum, Pa."

"Tapi, nginap terus di situ." Kali ini celetukan mamanya yang membuat Ryon semakin canggung.

"Beberapa hari ini Kikan lagi nggak enak badan, Ma. Kasian kalau nggak ditemanin. Lagian, nggak sengaja ketiduran mulu bawaannya kalau udah di sana."

Alasan konyol. Ryon sadar akan hal tersebut, tapi tetap nekat menyuarakan.

"Artinya harus segera diresmikan, biar bisa sama-sama setiap waktu dalam ikatan yang sah!" Mamanya benar-benar serius sekarang menyudutkannya. Wanita itu sengaja menekankan kata 'sah' dengan nada khusus.

"Ryon tahu batasan, Ma. Nggak bakal macam-macam sebelum waktunya," kilah Ryon, semakin memperparah diri sendiri di depan orang tuanya.

"Iya, Mama tahu," sahut mamanya dengan nada gemas sekaligus mulai kesal.

"Mama dan Papa percaya sama kamu. Tetap aja, nggak baik kalau terus-terusan bersama, tapi nggak jelas begini. Kalian ini mau nunggu apa lagi, sih? Bikin greget aja. Semua keluarga juga sudah pada bertanya-tanya."

Ryon tidak lagi menyahut dan berusaha fokus menghabiskan isi cangkirnya. Namun, tetap tidak beranjak karena dia tahu papanya masih menatapnya

"Kalau kurang modal, nanti Papa tambahin."

Ryon melirik agak malas kepada papanya. Entah sedang bercanda atau memang sebuah sindiran, tapi dia agak tersinggung saat topik biaya yang harus diangkat dalam masalah ini.

Karena, memang bukan itu sumber perkaranya. Dia sudah lebih dari sekadar mampu untuk membiayai pernikahannya sendiri. Pastilah papanya juga sudah tahu tentang hal itu.

"Untuk menghindari hal yang tidak-tidak, lebih baik disegerakan saja, kan? Siapa tahu kamu khilaf. Setan, kan, ada di mana-mana," lanjut papanya santai, sebelum menikmati kopi buatan istrinya.

"Kami nggak macam-macam, Pa. Masih pacaran sehat," ulang Ryon, menjelaskan hubungannya bersama Kikan.

Ryon tahu apa yang dimaksudkan oleh papanya, tapi memang benar bahwa interaksinya bersama Kikan masih dalam kategori sehat. Tidak pernah melewati garis batas yang telah mereka sepakati dari awal.

Ryon sangat menghargai keberadaan Kikan, begitu juga sebaliknya. Apalagi Kikan juga selalu menjadi pengingat atas batasan yang harus mereka patuhi.

"Mama tahu, kalian sebenarnya sudah lebih dari sekadar siap. Daripada membiarkan Kikan tinggal sendirian begitu, mending diboyong aja sekalian ke sini atau langsung tempati rumah kosong kamu itu. Kelamaan pacaran nanti malah bikin bosan duluan. Apalagi kalau keburu khilaf. Dosa, Ryon!"

Ryon mendesah pelan. Menentang dan membebani pikiran mamanya adalah sesuatu yang pantang dilakukannya. Dia selalu berusaha tidak melakukannya, karena semua rasa cintanya pada sang mama.

Namun, permintaan mamanya tadi adalah salah satu dari perkara yang belum bisa dikendalikan Ryon dengan benar.

Sesuatu yang sudah diinginkan mamanya sejak mengetahui keseriusan Ryon menjalin hubungan dengan Kikan. Sesuatu yang sakral dan mengikat, yaitu segera melegalkan Kikan menjadi anggota keluarga mereka. Menikahi wanita itu.

Sayangnya, hal tersebut tentu tidak semudah membalik telapak tangan, kan?

Banyak hal yang tidak diketahui oleh orang tuanya, sehingga Ryon harus menahannya selama ini. Bahkan ketika hatinya menjerit karena menginginkan hal tersebut, tapi tetap tidak bisa dilakukannya dengan segera.

"Sabar, ya, Ma. Kikan pasti jadi menantu Mama, kok," ujar Ryon, mencoba meyakinkan mamanya.

Dia juga menatap papanya demi memberi keyakinan untuk kesekian kali. Berharap kembali mendapat dukungan dari orang tuanya.

Ryon memang kembali mendapatkannya. Karena setelah itu, papanya memilih mulai fokus pada lembaran koran di hadapannya. Tanda bahwa pembicaraan pagi ini sudah dirasa cukup.

Ryon bangkit untuk segera memeluk singkat mamanya yang masih bergumam pelan. Wanita it uterus mengomentari kelambanan progres hubungannya bersama Kikan.

Dia juga mengecup pipi mamanya untuk memberikan penenangan, sebelum pamit menuju kamarnya untuk mandi dan bersiap pergi bekerja. Saat di tempat Kikan, dia hanya sempat sikat gigi dan mencuci muka.

Selesai berpakaian, Ryon menyiapkan perlengkapan yang akan dibawanya ke kantor. Ketika membuka laci meja kerja, dia melihat sebuah notes lama yang langsung mengingatkannya akan seseorang.

Diambilnya notes tersebut dan langsung membuka halaman di mana selembar foto ukuran 3R terselip.

Foto yang berisi gambar dirinya bersama seorang pemuda lain dalam balutan seragam SMA. Saling memeluk pundak masing-masing dengan gestur hangat, meski wajah keduanya cuek dan sangat kelihatan tidak pandai berpose.

Cukup lama Ryon menatap foto pemuda yang berada di sampingnya. Pikirannya sejenak mengambang dan tidak berfokus apa-apa. Hanya menatap saja. Meski pada akhirnya dia harus berdecak, lalu mengacak rambutnya dengan perasaan jauh dari kata puas.

"Lo emang jagonya bikin gue pusing, Ren," ucapnya pelan sambil menutup notes dan mengembalikan ke tempat asal, lalu mengambil apa yang tadi dicarinya di dalam laci.

Ryon meninggalkan kamarnya untuk segera berangkat kerja sambil memikirkan satu sosok yang selama ini selalu memenuhi hati dan pikirannya: Kikan.

[16.04.2020] & [29.07.2022]

Cerita lengkap sudah tersedia di karyakarya

https://karyakarsa.com/LightKuro

Nama akun sama dengan di wattpad.

Nama akun sama dengan di wattpad

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Let Me Give Your Heart a BreakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang