Kikan bingung. Dia merasa tubuhnya seakan tidak menjejakkan kaki di lantai. Seperti mengambang begitu saja.
Pemandangan di hadapannya juga sempat membuatnya termangu. Tempat yang familier.
Namun, bagaimana bisa setelah sekian tahun berlalu, tiba-tiba saja dia berada di ruang kelasnya saat masih kelas dua belas SMA? Bahkan tempat tersebut tidak berubah seperti sepuluh tahun lalu. Seperti memang ini hanya berupa ingatan Kikan di masa lampau.
Kikan masih bingung dengan kondisinya. Tubuhnya terdiam karena memang tidak bisa digerakkan sesuai perintah. Seakan menunggu seseorang di meja yang berdekatan dengan pintu masuk kelas.
Dia kaget ketika kepalanya menoleh sendiri untuk melihat seseorang yang baru memasuki kelas dan mendekatinya.
Bukan berlebihan, hanya saja Kikan tahu kalau dia tidak sedang dalam kondisi normal. Akal sehatnya menolak untuk mengatakan ini sesuatu yang nyata.
Keberadaan sosok di depannya saat ini tentulah sebuah ketidakmungkinan dalam masanya sekarang.
Rendra?
Kikan tercengang melihat sosok tinggi yang dikenalinya sebagai Rendra. Tubuhnya terasa menegang.
Fisik pemuda itu terlihat sama seperti saat dia masih remaja. Seragam SMA yang tidak rapi. Kemeja yang sengaja dikeluarkan dari celana. Lengkap dengan rambut acak-acakan. Kaus hitam juga terlihat dari balik kemeja yang sengaja tidak dikancing bagian atasnya.
Seorang pemuda berperawakan tinggi, beriris mata cokelat terang yang akan terlihat cemerlang kalau terkena cahaya langsung. Salah satu hal yang paling disukai Kikan dari pemiliknya.
Rendra membalas tatapan Kikan dalam diam sambil tersenyum tenang. Tidak ada suara yang terdengar. Bahkan terasa sangat sunyi.
Hanya ada kedua pasang mata yang saling menatap. Kikan dengan pandangan penuh kegetiran, sedangkan pemuda itu menatapnya lembut dalam bungkam.
Kikan ingin berteriak memanggil nama pemuda itu, tapi tidak bisa. Seakan pita suaranya tertahan sesuatu. Dia ingin menangis. Mengutuk diri karena tubuh yang tidak bisa digerakkan sama sekali.
Hal yang ingin dilakukan Kikan saat ini adalah menerjang tubuh Rendra untuk dipeluk, lalu menyuarakan seluruh kerinduannya.
Namun, tidak ada yang terkabul satu pun, baik memanggil atau memeluk. Rendra masih diam dan malah menundukkan kepalanya untuk menatap sesuatu di tangan Kikan.
Tanpa diperintah, mata Kikan bergerak sendiri mengikuti arah pandangan Rendra. Barulah dia menyadari kalau dia sedang menggenggam sesuatu.
Benda berukuran kecil yang muat dalam genggaman tangan. Sebuah ukiran kasar terbuat dari kayu yang menggambarkan wajah seorang gadis berambut panjang.
Kikan bisa menyebutkan secara detail karena memang dia sangat mengenali benda tersebut. Miliknya. Dibuat oleh seseorang dengan menjadikan Kikan sebagai modelnya. Meski tidak begitu mirip, tapi tetap saja itu adalah wajahnya.
Lalu, kenapa memangnya?
Kenapa benda itu harus menjadi fokus Rendra sekarang? Bahkan pemuda itu memberikan ajakan tersirat agar Kikan juga terus memperhatikan benda itu.
Ketika Rendra kembali menatapnya, pemuda itu mengerjap sekali diiringi senyuman lembut di bibirnya.
Kikan tahu ini tidak nyata. Namun, dia ingin Rendra terus memandangnya dan semakin mendekat.
Pemuda itu melalukannya. Terus menatap Kikan dengan tatapan hangat seperti yang selalu diingat dan disukai Kikan. Namun, tidak dengan mendekat. Rendra tetap diam di tempat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me Give Your Heart a Break
RomantizmRyon butuh kepastian, sedangkan Kikan masih butuh waktu. Keduanya betah berkecimpung dalam zona penuh kebungkaman atas hati masing-masing. Ryon mulai lelah. Kikan tidak ingin Ryon menyerah. Entah siapa yang lebih dulu menghentikan kebungkaman terseb...