Bagian 03

160 83 44
                                    

"Cinta datang tanpa diminta.
Hadir tanpa memberi tanda. Dan pergi tanpa memberi aba-aba."

-If Only

***

Bagian 03 - Rencana, Tekad, dan Sebuah Usaha Untuk Mendapatkan

***

AZKAL sedang asik bermalasan di atas tempat tidur ketika tiba-tiba ponselnya bergetar diikuti nada dering yang panjang, menampilkan sebuah panggilan dari seseorang. Cowok itu baru saja bersantai setelah dijadikan pesuruh oleh Keisya seharian karena adik perempuannya itu mengancam akan mengadukan Azkal pada Lasmi, ibu mereka.

"Hallo... "

"Panggilan yang anda tuju sedang malas berbicara. Cobalah beberapa menit lagi."

"Woi goblok. Gue lagi nggak ada waktu buat bercanda ya sekarang." kata seseorang di seberang yang langsung membuat Azkal tertawa.

"Tumben lo nelfon. Ada apa Vin?" tanya Azkal serius. Cowok itu mengubah posisinya menjadi terduduk di tepi tempat tidurnya, mulai mendengarkan.

"Hm, gue cuma mau bilang, gue sama Satya lagi di aryanet nih. Kalo lo lagi gaada kerjaan, bisa nggak nyusul sekarang?"

Fyi, aryanet adalah warnet langganan Azkal dan teman-temannya. Tempat dimana cowok itu biasa menghabiskan waktu untuk melepaskan penat dan mengisi waktu luang. Bisa dibilang, aryanet sudah menjadi rumah kedua bagi Azkal dan teman-temannya.

Azkal berdiri dari duduknya. Mengambil mengantongi ponselnya, kemudian bergegas keluar.

"Tunggu lima menit, gue berangkat sekarang."

***

Kayla menggulingkan tubuhnya. Entah sudah berapa kali cewek itu melakukan hal serupa. Kegabutan di hari minggu benar-benar membuatnya bosan. Tidak ada kegiatan yang bisa dilakukan kecuali bersih-bersih rumah, mengepel, atau mencuci pakaian. dan Kayla sama sekali tidak tertarik untuk melakukan itu semua.

Jangan berpikir jika Kayla adalah tipe cewek rajin kebanyakan yang selalu sibuk di hari minggu. Karena pada kenyataannya, sejak pagi cewek itu belum juga beranjak dari tempat tidur.

"Yang namanya anak perawan itu pamali bangun siang."

Vina masuk ke dalam kamar putrinya. Lengkap dengan serbet dan celemek di pinggangnya. Wanita paruh baya itu bertolak pinggang, menatap putrinya dengan tatapan tajam. "Bangun atau bunda panggilkan ayah, biar kamu kena marah?" ancamnya.

"Sebentar bun, lima menit lagi." Jawab Kayla tanpa minat. Gadis itu sama sekali tidak beranjak dari tempat tidurnya.

Vina hanya menggeleng heran. Bagaimana bisa putri sulungnya itu bermalas-malasan ketika remaja seumurannya sedang asik menghabiskan waktu bersama teman-temannya di hari minggu seperti sekarang?

"Kamu nggak main sama temen-temen kamu?" tanya Vina sambil merapikan meja belajar Kayla yang sedikit berantakan.

"Nggak bun."

"Kenapa?"

"Males."

"Emangnya kamu nggak bosen di rumah terus?"

"Bosen sih bun."

"Terus, kenapa nggak keluar?"

"Males."

Vina diam sebentar. Sebenarnya sikap putrinya itu menurun dari siapa?

"Yaudah terserah kamu aja. Bunda mau masak buat makan siang dulu." katanya sambil beranjak dan menutup pintu kamar Kayla.

Sepeninggal sang bunda, Kayla kembali menggulingkan tubuhnya. Berpikir, apa yang harus ia lakukan untuk memberantas kegabutannya. Biasanya cewek itu akan mengajak Wisya dan Shania untuk bersepeda, namun berbeda dengan hari ini karena kedua sahabatnya itu sudah memiliki janji lain dengan teman SMP nya.

Semenjak ketiganya berbeda sekolah, Kayla memang jarang sekali bertemu dengan Wisya dan Shania. Tidak seperti sebelumnya, sahabatnya itu lebih sering menghabiskan waktu dengan teman-teman barunya.

Sebagai sahabat, tentu saja Kayla harus memakluminya. Terlebih jika hal itu menyangkut kebahagiaan sahabatnya. Ia tidak mau egois semata-mata hanya karena memikirkan dirinya. Wisya dan Shania juga berhak untuk berteman dengan siapa saja, tidak hanya dengannya.

Namun, adakalanya Kayla merasa iri terhadap mereka yang bisa menghabiskan waktu dengan kedua sahabatnya. Berbeda dengannya yang kian jarang bertemu karena perbedaan jadwal diantara ketiganya, membuat cewek itu bersikeras untuk mencari cara supaya bisa kembali dekat dengan sahabatnya.

"Gue tau caranya!" katanya tiba-tiba dengan senyuman lebar.

Buru-buru ia mengambil ponselnya di atas nakas. Mengetikkan tiga buah pesan sekaligus kepada Azkal sebagai langkah awal.

Jika Kayla ingin mendapatkan kembali sahabatnya terutama Wisya, maka ia harus memanfaatkan Azkal dengan sebaik-baiknya.

***

Tring! Tring! Tring!

Serentetan notifikasi membuat konsentrasi Azkal hilang. Cowok itu mengomel saat Vino berhasil mengalahkannya. Meraih ponsel, ia bersiap melemparkam sumpah serapah kepada 'seseorang' yang telah berhasil mengganggu kegiatannya.

Azkal sedikit terkejut saat mendapati tiga pesan berturut dari cewek yang mengaku bernama Kayla. Seseorang yang bahkan baru dikenalnya beberapa hari yang lalu namun sudah berani mengacaukan permainannya.

"Chat dari siapa Kal?" tanya Satya sambil menyesap kopinya hingga tak tersisa.

Azkal menghela napasnya panjang. Memperlihatkan layar ponselnya kepada Satya yang hanya membaca sekilas kemudian meletakkan cangkir kopinya di atas meja.

"Mas, kopinya satu lagi!" serunya pada seorang pelayan warnet yang memang ditugaskan untuk menyiapkan kopi atau teh sesuai yang diinginkan pengunjung warnet.

"Halah, gaya lo pesan-pesen, buat sendiri kenapa?" balas pelayan itu ketus.

"Yaelah mas bro, gue kan tiap hari kesini, kadang juga nginep. Masa nggak ada pelayanan yang baik gitu?" sahut Satya sambil memasang ekspresi memelas. bukannya luluh, sang pelayan malah membalasnya dengan ketus.

"Modal ngutang aja minta pelayanan yang baik."

Satya berdecak. Mendadak malas berdebat. Menoleh, cowok itu mengalihkan perhatiannya kepada sang sahabat.

"Terus, gue harus bantuin apa?" tanyanya pada Azkal.

Azkal tersenyum smirk. Cowok itu mengotak-atik ponselnya sebentar. membuat Satya menunggu dengan tidak sabar.

"Nih cewek siapa lagi?" tanya Satya kebingungan ketika Azkal malah mengiriminya foto seseorang yang sama sekali tidak ia kenal.

"Biasalah, temennya Caca."

"Terus, kenapa lo kasih fotonya ke gue?"

"Lo pasti ngerti." Azkal berdiri. Menyimpan ponselnya dalam saku celana, kemudian melangkah pergi. "Gue balik duluan." pamitnya, yang hanya diangguki oleh kedua sahabatnya.

Satya menghela napasnya jengah. Pada akhirnya ia akan selalu kembali pada tugasnya. Menjadi detektif pribadi Azkal yang tidak pernah dibayar.

"Dasar tu bocah. Dari dulu emang nggak pernah berubah. Dia yang dideketin, gue yang disuruh nyelidikin. Hidup emang nggak pernah adil." dumel Satya sambil memandangi sebuah foto yang terpampang jelas di layar ponselnya.

Satya terdiam. Dahinya berkerut samar.

Sepertinya ia tidak asing dengan wajah di dalam foto itu. Tapi, siapa?

***

If OnlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang