Prolog

37 3 1
                                    

Seorang penulis muda sedang duduk termangu di depan meja kerjanya dengan rambutnya yang panjang terurai ke belakang punggungnya dan pakaiannya yang compang-camping. Sebuah rokok menyala di dalam asbak di sebelah laptopnya terlihat mengeluarkan asap dari ujung pangkalnya. Seorang penulis muda yang sedang risau dan memikirkan apa yang harus ia tulis.

Di dalam ruangan yang penuh keheningan, dan agak jauh dari rumahnya, ia hanya menyendiri sejak beberapa hari lalu. Menghirup udara segar dan membaca buku membuat otaknya semakin bimbang untuk menulis.

Hingga selang waktu beberapa saat, penulis itu mulai mengetik sepatah kata di lembar kosong microsoft wordnya. Namun, ia tidak percaya diri bahwa ia bisa menyelesaikan apa yang akan ia tulis. Kejadian seperti itu terus mengulang dari tiga hari sebelumnya. Ia merasa putus asa setelah membuat beberapa naskah cerita yang sudah hampir rampung tapi selalu saja mengalami block writing. Sebuah penyesalan pun datang menghampirinya.

"Apa yang harus aku perbuat?!" Ia berbicara sendiri. Meremas-remas kepalanya yang sudah kehabisan kata. Ia merasa sangat tidak berguna saat itu. Orang tuanya pun selalu meremehkan dirinya.

Di atas mejanya, beberapa buku berserakan terapung seperti kertas yang dilemparkan ke langit. Di dalam asbak sudah puluhan batang rokok ia isap tanpa sadar. Kepalanya pusing bukan kepalang.

Pagi dini hari. Ia mulai menggila menertawai dirinya sendiri, kadang juga ia menangis jika harus berpasrah dengan keadaan. Putus asa mulai merajalela di jiwanya. Keringat-keringat deras berjatuhan membalur kepala dan tubuhnya. Sudah tiga hari ia tidak tidur dan mengistirahatkan tubuhnya.

Ia beranjak dari duduknya, berdiri dan berjalan mondar-mandir sambil sesekali melihat ke laptopnya yang menyala begitu terang. Terpikir sebuah ide di benaknya. Ia kembali duduk dan mencoba menuliskannya. Tapi, itu selalu gagal. Kepercayaan dirinya kandas begitu saja. Menghilang seperti ditelan bumi. Kepalanya kembali berkeringat. Bau badannya sudah tidak sedap.

Lelaki itu duduk, menatap layar monitor yang menyala. Ia mengambil sebatang rokok dari bungkus rokok yang ia letakkan di sebelah laptopnya. Ia menyalakan sebatang rokok. Bibirnya tersenyum seperti orang tidak waras. "Imajinasi." Satu kata itu terlontar bersamaan dengan asap-asap yang keluar dari mulutnya. Ia terus mengulangi satu kata itu. Tangan kanannya menopang dagunya, duduk dengan tubuh yang lemas.

Ia memikirkan sesuatu, sesuatu yang tidak pernah terpikirkan olehnya. Ia mulai membayangkan sebuah kejadian yang sangat fiksional.

"I write with my imagination." Kalimat itu keluar dari mulutnya.

Ia mulai meletakkan kedua tangannya di atas papan ketik. Memposisikannya dengan teratur. Imajinasinya mulai bermain hingga ke mana-mana. Dan tubuhnya masuk ke dalam imajinasi di kepalanya. Ia terdiam melamun hingga beberapa jam lamanya tanpa ia sadari.

...
Nb: Ceritanya masih berlanjut. Saya baru menyalin bagian prolog agar kalian menerka-nerka apa kejadian selanjutnya di dalam cerita ini. Oh, ya, jangan lupa follow akun saya, ya, hehe, biar saya semangat nyalin draft cerita saya ini. Follow IG juga @mhmmdfachriii_
🍂

Story in ImaginationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang