Di pelataran masjid, sudah tiga puluh menit lebih Dhika duduk setelah melaksanakan sholat subuh. Ia masih memikirkan mimpinya yang baru saja terjadi pada saat ia terbangun dari tidurnya. Saat ia memikirkan mimpinya, jantungnya berdegup begitu kencang, seolah ini adalah, sebuah jalan yang akan menunjukkan titik terangnya menjadi seorang penulis.
Tapi, saat ini ia belum sempat memikirkan untuk menuliskan mimpinya tersebut, karena ia tidak begitu yakin dengan apa yang sudah terjadi di dalam mimpinya. Mungkin nanti, saat ia harus berterus terang pada dirinya sendiri untuk memulai, barulah ia akan menuliskannya.
Dhika hanya melamun, dan duduk di atas lantai pelataran masjid sampai tak terasa waktu bergulir begitu cepat, dan perlahan sinar matahari muncul dari timur, dengan warna kemuning biru yang tersenyum padanya. Burung-burung mulai berkicau, ia tak peduli pada kicauan burung tersebut. Tak lama, selang beberapa menit, Dhika berdiri dan pergi meninggalkan masjid, ia berjalan kembali ke tempat kost yang ia tinggali sekarang.
Suasana pagi begitu indah, tidak ada suara gaduh yang terdengar di telinga. Dhika terus berjalan melewati rumah-rumah yang saling berhimpitan dan seperti tidak berpenghuni, karena semua penghuninya masih berada di dalam kelelapan tidurnya dari malam hari.
Cukup jauh Dhika berjalan hingga akhirnya ia tiba di tempat kostnya. Setibanya ia di sana, ia melihat Agam teman sebelah kamar kostnya, sudah bersiap-siap untuk berangkat kerja pagi-pagi buta. Agam sudah terlihat rapi dengan gaya kapitalisnya. Tapi, yang membuat Agam selalu di jauhi oleh perempuan adalah, motor tuanya yang sudah cukup tua sekali untuk usia mudanya.
"Kerja, Gam?" Tanya Dhika yang baru saja tiba.
"Hmm..." Agam menggeram dan mengangguk. "Kau?" Agam menatap Dhika setelah memasang tali sepatu kanannya.
"Aku?" Dhika tertawa. "Kau kira aku kerja?" Ia tertawa sekali lagi dan menggelengkan kepalanya. Kau menghina sepertinya, batinnya menggerutu kesal pagi itu.
"Aku masuk dulu, kau hati-hatilah." Tanpa menunggu jawaban Agam, Dhika segera masuk ke dalam kamarnya.
Tempat kostnya itu berjejer memanjang, di sebelah kiri kamar kostnya terdapat tiga pintu, dan sebelah kanan kamarnya terdapat empat pintu, yang masing-masing disekat oleh dinding berbentuk trapesium berwarna putih.
Di tempatnya, Dhika terkenal sebagai pemuda yang selalu mengurung diri. Ia jarang sekali keluar dari kamarnya. Bahkan, sehari, ia bisa menghitungnya dengan jari. Karena memang, di dalam kamarnya ia hanya menulis dan terus menulis. Beruntungnya, ia bisa bertahan hidup dengan menulis, kadang, ia membuka jasa penulisan skripsi juga untuk mahasiswa yang malas membuat skripsi. Jika dikumpulkan uangnya dari jasa menulis skripsi selama satu bulan, ia dapat membeli dua buah sepeda dengan harga yang cukup mahal.
Dhika duduk di tepi kasur. Memandangi dinding kamarnya yang di sana terdapat lukisan-lukisan pemandangan alam yang menempel di dinding. Pikirannya kembali pada mimpi itu, ia dihantui lagi, seakan, seseorang telah menyuruhnya untuk menuliskan semua kejadian di dalam mimpinya.
Ia diam sejenak, berjalan ke arah meja kerjanya, mengambil sebatang rokok dari dalam bungkusnya. Ia mulai duduk di kursi kecil berwarna merah.
Sambil mengisap rokok di tangannya, ia terus berpikir apakah ia akan menulis kejadian yang ia alami di mimpi, ataukah tidak. Pagi itu kebimbangan merajai pikirannya. Sekali ia mengisap rokoknya, dan mengepulkannya di hadapan. Lalu, ia mulai menulis sesuatu di atas buku catatan berwarna biru dengan pena. Serbuk rokok ia jentikan masuk ke dalam asbak.
Beberapa menit berselang, ia mulai membuka laptopnya dan menulis seluruh kejadian yang ia alami di mimpinya semalam.
Ia kalut, terbawa emosi yang kian meluap-luap. Merasakan sensasi yang begitu dahsyat dari cerita yang ia alami di mimpinya. Tanpa ia sadari sama sekali, matanya tampak berkaca-kaca terbawa suasana. Dhika berdiri, membuka kaca jendelanya, dan terdengar jelas suara burung-burung bermain di halaman. Ia segera kembali duduk, dan menggilas rokok ke dalam asbak. Sisa-sisa asap beterbangan ke luar melalui jendela. Bias cahaya matahari masuk dari luar, menabrak dahinya yang memiliki kulit eksotis, dan menjadi kemuning pagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story in Imagination
Mystery / ThrillerSINOPSIS Novel ini bercerita tentang seorang penulis muda yang sedang mengalami depresi yang sangat membuat bakatnya menjadi seorang penulis sedikit goyah. Hingga suatu ketika ia mendapatkan ide, lalu ia menuliskannya, tapi semuanya berjalan tidak s...