Bagian 1

33 0 0
                                    

Pada tahun 1950. Di sebuah desa yang sangat jauh dari gedung-gedung dan suara bising kendaraan-kendaraan yang lalu lalang lewat di jalanan. Pada larut malam, ada seorang ibu sedang kesakitan menahan perihnya kekuatan di dalam perutnya. Ia ingin melahirkan segera. Keringatnya sudah mengalir seperti air terjun di pedalaman desa yang mengalir begitu derasnya tanpa henti. Ia terus berjalan melewati hutan-hutan dengan pohon-pohon besar bersama suaminya. Ia dirangkul melewati jalan yang penuh dengan batu-batu kerikil kecil yang membuat kaki mereka sangat begitu sakit saat menginjaknya. Mereka terus berjalan, wanita itu terus memegangi perutnya yang sudah hampir meledak. Matanya begitu kedap-kedip layaknya lampu berbelok mobil. Suaminya terus merangkul sang istri hingga berjalan hampir dua kilometer hanya untuk menemui seorang dukun beranak malam itu.

Perjalanan begitu jauh sekali, satu jam berlalu, mereka baru saja tiba di pertengahan jalan. Wajah wanita itu sudah memerah seperti hendak mengeluarkan bayi yang ada di dalam kandungannya. Ia sudah berpasrah akan keadaan yang mungkin akan berakhir buruk di sini.

Mereka masih terjebak di dalam hutan rimba dengan pohon-pohon besar yang berdiri tunggang-langgang di hadapan mereka. Pohon-pohon dengan warna hitam gelap yang diselimuti cahaya dari rembulan dengan kegelisahan seorang suami yang menghantar istrinya untuk bertemu dengan seorang dukun beranak, menjadi cerita bagi siapa saja yang merasakannya.

Terdengar auman serigala di telinga lelaki itu, namun terdengar samar di telinga sang istri. Mereka berdua terus saja berjalan, hingga malam benar-benar menjadi pagi dengan keburaman rembulan yang masih setengah berdiri melihat kegelisahan di antara sepasang suami-istri tersebut.

Tepat pukul tiga pagi, di mana para malaikat sedang bergiliran menggantikan yang satu dengan yang lainnya untuk menjalankan perintah dari Allah. Mereka akhirnya tiba di sebuah rumah gubuk kecil yang letaknya masih berada di tengah-tengah hutan tersebut. Lelaki itu segera mengetuk pintu, tak lama ada seseorang yang membukanya, lalu mempersilakan sang istri masuk dan menyuruh si lelaki itu menunggunya di luar.

Keringat menyapu kedamaian lelaki itu yang terus saja merasa gelisah akan kehadiran anak keduanya di dunia. Pikirannya begitu buruk, dikuasai hal-hal yang tidak ia inginkan. Kegelisahan membuat dahinya bercucuran keringat. Baju polos putih yang ia pakai pun, begitu tercetak bulatan besar air keringat yang mengalir di punggungnya.

Lelaki itu duduk di pelataran rumah, sambil berdoa, wajahnya menatap langit-langit hitam penuh bintang gemerlap yang benderang. Tangannya mulai terangkat berada di depan dadanya. Air mata mulai tak bisa lagi terbendung. Hingga ia mendengar suara jeritan sang istri yang mana begitu lantang di telinganya. Lelaki itu terus memejamkan matanya dengan penuh keyakinan bahwa keduanya akan selamat. Mulutnya terus berkomat-kamit melantunkan doa-doa. Angin kencang menabrak dinding lalu terpantul ke kepalanya dan menggoyangkan rambutnya yang sudah acak-acakan tak karuan penuh dengan butiran-butiran keringat.

Tak lama, terdengar suara tangisan bayi dari dalam rumah gubuk kecil itu. Lalu, si lelaki itu segera masuk ke dalam dengan berlari penuh kegembiraan dan rasa suka cita. Sambil terus tersenyum lelaki itu merasa percaya diri dangan apa yang dikehendaki oleh Tuhannya.

Tibalah lelaki itu di dalam kamar yang kecil. Dan melihat dukun beranak itu sedang menggendong-gendong bayi yang baru saja dilahirkan oleh sang istri. Sang istri pun tersenyum melihat bayinya yang terlahir dengan begitu sempurna. Lelaki itu mendekatinya, perlahan meminta sang bayi dari gendongan dukun beranak tua itu. Lalu lelaki itu secara perlahan menggendong bayinya. Ia duduk di sebelah sang istri, dan melantunkan suara azan di telinga bayinya. Lalu sang istri tersenyum dengan lemas.

Lima menit berselang, azan sudah terlantunkan dari mulut seorang ayah kepada bayi laki-lakinya. Saat lelaki itu menoleh ke arah istrinya. Ia melihat istrinya sudah tak sadarkan diri. Lelaki itu segera bertanya kepada si dukun beranak tua di sana yang berdiri melongo hanya menatap perempuan itu, dan tidak bisa melakukan apa pun.

Story in ImaginationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang