☁ chapter vi ;purple macarons

64 10 0
                                    

Besoknya, hari Jumat, aku sedang berjalan menyusuri koridor lantai satu setelah mengumpulkan tugas Bahasa Inggris kelasku di ruang guru

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Besoknya, hari Jumat, aku sedang berjalan menyusuri koridor lantai satu setelah mengumpulkan tugas Bahasa Inggris kelasku di ruang guru. Aku hendak berjalan menuju lantai 2 untuk makan malam di kantin tetapi berhenti berjalan saat melewati ruang musik. Entah apa yang terpikirkan olehku sehingga aku masuk ke dalam ruang musik dan sekarang aku sudah duduk diatas kursi piano. Aku mengangkat penutup tuts piano dan melayangkan jari-jariku diatas tuts piano. Kalau dipikir-pikir baru saja kemarin Selasa kejadian itu terjadi, dan setelah itu aku tidak bertemu dengan Wonwoo lagi. Eh, kenapa aku malah terdengar seperti merindukannya. Huh, sepertinya otakku sedang dalam kondisi yang tidak baik.

Kemudian aku mendengar pintunya terbuka dan tubuh Wonwoo dapat terlihat. Melihatku yang sedang duduk diatas kursi piano, Wonwoo terkejut. Kemudian ia hendak pergi keluar, dan aku memanggil namanya. “Wonwoo, tunggu sebentar.”

Dia berbalik dan mengantisipasi untuk mendengar kata-kataku selanjutnya. Tetapi bahkan aku sendiri tidak tahu apa yang harus aku katakan. Uh, kenapa juga aku memanggilnya barusan? Reflek-ku benar-benar buruk sekali. Akhirnya aku hanya mengeluarkan suara gumaman saja, berusaha untuk mengucapkan sesuatu. Aku melihat wajah Wonwoo yang menyiratkan kebingungan.

“Apakah kau mau memainkan piano lagi untukku?” Aku menahan nafas terkejut dan melayangkan kedua telapak tanganku untuk menutup mulutku setelah mengatakannya. Di dalam kepalaku aku sudah memukuli diriku sendiri karena telah mengatakan hal bodoh seperti itu. Melihat Wonwoo yang tambah kebingungan semakin membuatku malu terhadap diriku sendiri. Astaga, otakku hari ini kenapa, sih?

“M-maaf. Aku tadi hanya asal berbicara saja. Um…aku mau ke kantin dulu,” ucapku sambil membungkuk sedikit kearahnya.

Tapi, tidak sesuai dugaanku, Wonwoo duduk diatas kursi piano dan menulis sesuatu di note book-nya. Melihat itu aku tidak jadi berjalan dan menunggunya selesai menulis. Aku sudah mengantisipasi tulisan berisi ‘ya, sebaiknya kau pergi saja dan jangan mengatakan hal-hal aneh lagi ’. Wonwoo menyodorkan note book-nya kepadaku dan aku membacanya.

Kau ingin mendengarkan lagu apa?’

Kedua mataku langsung bersinar setelah membaca tulisan itu. Aku tidak pernah tahu bahwa respon sederhana seperti itu dapat membalikkan suasana hatiku dengan cepat. Sedetik yang lalu aku menyesal telah menanyakan hal bodoh itu kepadanya, tetapi sekarang aku merasa senang. Aku memandangnya dengan harapan bahwa apa yang dia tulis tadi benar dan aku tidak sedang berimajinasi. Melihat antisipasi di dalam kedua matanya, aku tersenyum ringan dan berkata, “Bisakah aku mendengarkanmu memainkan Für Elise?”

Wonwoo hanya mengangguk dan kemudian mulai bermain. Mungkin kalian bingung mengapa aku memilih lagu ini. Sebenarnya, jujur saja aku menyukai lagu ini, itulah alasan mengapa aku dulu sempat ingin memukul pianoku saat tidak bisa memainkannya setelah latihan 1 bulan. Lagu yang sangat terkenal, bahkan untuk orang-orang yang tidak suka musik klasik, memiliki kisah dibalik not-notnya yang membuatku jatuh cinta kepada setiap nadanya.

𝐘𝐔𝐀𝐍𝐅𝐄𝐍'ʲʷʷˊTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang