chapter 5; Plan

54 4 8
                                    

Aimee menggerakkan tangannya dengan perlahan. Sedikit saja ia menggerakkan tangannya, ia bisa merasakan sendi-sendinya ngilu. Tak hanya itu, wajahnya kini dipenuhi luka gores dan terasa begitu pedih. Kakinya yang sempat tertembak pun juga sepertinya mengalami peradangan karena pengobatan yang tidak tuntas.

  Sudah hari kelima Aimee berada di neraka bernama markas Darkness Troops. Lima hari pula ia berusaha menciptakan racun sesuai dengan standar yang diinginkan oleh mereka.

"Hoi, apakah kau tidak bisa lebih cepat lagi dalam membuat racunnya, hah!?"

  Aimee tak nenghiraukan seruan dari sesosok lelaki yang telah menjaganya--agar tidak kabur tentunya--selama lima hari ini. Plus juga jobdesc tambahan untuk memukul Aimee jika ia membangkang. Hal tersebutlah yang kini menjelaskan sendi-sendi lengan Aimee yang ngilu dan juga bekas-bekas luka di wajahnya. Lelaki itu juga setiap dua jam sekali datang ke depan ruang-atau lebih tepat disebut sebagai sel- Aimee dan meneriakinya untuk bekerja cepat.

  Padahal yang membuat pekerjaan Aimee melambat adalah tangannya yang sakit akibat dipukul oleh lelaki itu. Tentu saja, rasa sakit di tangannya menghambat pergerakan tangannya dan menghambatnya dalam bekerja.

"Bukankah kemarin aku sudah selesai membuatnya dan kau buang! Dasar bodoh!"

  Perkataan Aimee memang terdengar nekat. Hal itu sengaja ia lakukan untuk menunjukkan bahwa ia tak gentar meski disiksa berkali-kali oleh lelaki tadi.

  Lelaki itu terpancing emosinya mendengar seruan Aimee. Ia pun membuka pintu sel dengan kasar. Begitu ia berhasil masuk, ia langsung menarik rambut Aimee dengan kasar kemudian membenturkannya ke meja di hadapannya.

"Laksanakanlah tugasmu membuat racun dengan benar. Bukan membuat cairan tak berefek seperti kemarin. Kemudian jangan kau pikir kau bisa bertahan hidup setelah menghinaku!" seru lelaki tadi.

  Aimee dapat merasakan wajahnya semakin perih. Akan tetapi, ia malah tersenyum lebar.
"Kau tidak akan bisa membunuhku--"
"--karena jika kau membunuhku, ketuamu akan membunuhmu."

  Pria itu terlihat makin kesal. Ia pun kembari menarik rambut Aimee kemudian ia mengeluarkan sebuah pisau lipat dari dalam kantongnya dan menodongkannya tepat di sebelah leher Aimee.

"KAU PUNYA NYALI JUGA. BAGAIMANA JIKA PISAU INI MENGGORES LEHERMU."

"Hanya menggores tidak akan membunuhku."

  Lelaki itu hampir lepas kendali dan memotong nadi di leher Aimee. Untungnya, ia sadar jika ia melakukan hal itu, dialah yang selanjutnya akan dibunuh oleh ketuanya. Karena itulah ia memilih mengalihkan pisau lipat itu ke wajah Aimee kemudian menggores pipi kanan Aimee cukup dalam, kemudian lelaki itu tersenyum,

"Aku memang tidak bisa membunuhmu, tapi aku bisa menghancurkan wajahmu."

   Aimee masih berusaha mempertahankan senyumnya. Kemudian ia menatap dengan nanar lelaki tadi.
"Kau hanya menggertak kan."

  Mendengar ucapan itu, lelaki tadi semakin emosi. Ia pun menarik rambut Aimee dengan lebih keras, kemudian menggoreskan pisaunya ke
pipi kiri Aimee. Kemudian lelaki itu belum puas, ia hendak menusuk mata kiri Aimee. Akan tetapi secara mendadak, kepala Aimee berpendar warna putih dan gadis itu berseru kecil, "Lepaskan!"

  Secara mendadak lelaki itu melepaskan Aimee dan terjungkal ke belakang. Untuk beberapa saat, baik Aimee ataupun lelaki itu terdiam. Mereka sama-sama menyadari sesuatu,
"Apa yang kau lakukan padaku, hah?"

  Aimee baru mengingatnya. Kelihatannya karena tekanan di tempat itu, ia jadi melupakan aura controllingnya.

"Kau yang melepasnya sendiri, kenapa menyalahkan aku, hah!?"

EVANESCENT AURA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang