BAB 47 : DARK MEMORIES

166 26 1
                                    

Bahkan kenangan yang dulunya terasa indah akan berubah menjadi menyakitkan bila pada akhirnya kini menjadi sebuah kenangan

YOUR  HOME

...

Ada kalanya kenangan indah yang dulunya terasa menyenangkan bila dijalankan akan terasa menyedihkan untuk diingat. Kenangan yang penuh kehangatan, kasih sayang dan kebersamaan akan terasa menyedihkan bila kembali diingat. Ya, hanya dapat diingat tanpa dapat dilakukan kembali.

Meskipun orang-orang mengatakan bahwa kenangan itu juga dapat menjadi sebuah kekuatan namun tetaplah bagi Radin menjadi hal menyebalkan baginya.

Titik lemah yang ia sembunyikan, ia pendam dalam-dalam dan berharap dapat dilupakan kini menjadi kebalikan pada akhirnya.

"Radin..."

Radin. Cowok yang setelah sekian lama tidak pernah berkumpul di meja makan itu hanya menoleh, diambilnya piring dengan sebelah tangan begitu juga menyendok nasi dengan cepat. "Tante enggak usah repot-repot, saya bisa sendiri," ucap Radin datar.

Makan malam...

Entah untuk berapa kalimat itu berputar di dalam kepalanya. Terus berputar hingga tanpa sadar menimbulkan efek mual di perutnya. Nasi dan lauk pauk jelas tersedia, aroma masakan bercampur pedas, asin dan gurih jelas tercium begitu nikmat.

"Radin," Perempuan paruh baya itu tersenyum lembut, menyodorkan mangkok lauk yang berisi ayam kecap. Pandangan yang tadinya tajam dan tegas luluh seketika, sungguh mengingatkan Radin pada seseorang...

Mama. Ya, Mama yang dulu tersenyum begitu hangat kepadanya sebelum semuanya berubah menjadi dingin dan menimbulkan situasi yang tidak biasa.

"Lo yang sekarang ketakutan dan jangan hindarkan fakta itu."

Secepat mungkin Radin memejamkan mata lalu menggeleng pelan. Diabaikannya tawaran dari perempuan itu dan mengambil lauk pauk yang berada di dekat Sam, semangkuk sayur dengan beberapa potongan sosis goreng yang tertera di piring.

Makanan kesukaan? Ingin rasanya Radin tertawa datar  dirinya tidak mempunyai lagi hal-hal remeh tersebut, bagian dari kesukaan baik itu makanan maupun hobi sudah ia tinggalkan jauh-jauh agar tidak kembali mengingatkannya pada masa itu.

Tapi...

Napas Radin terhenti seketika. Mencengkram sendok dan garpu di tangan dengan erat. Bukankah Dimas menyuruhnya untuk menghadapi masa yang penuh 'menyenangkan' tersebut?

Menyenangkan? Omong kosong, tak ada hal yang dapat membuatnya senang lagi.

"Radin," panggil Mama. Ah tidak, hanya Mama Sam tidak lebih dari itu. "Gimana sekolah kamu hari ini?"

"Baik," jawab Radin datar, melahap makanan dengan cepat setengah berharap dapat langusung pergi dan beristirahat.

"Sebentar lagi kamu mau ujian 'kan? Gimana persiapannya? Atau kamu butuh Mama panggilin guru khusus untuk ngajarin ka..."

"Aku bisa sendiri," sambar Radin langsung tanpa menatap wajah perempuan paruh baya itu.

"Ah, begitu ya..." Perempuan itu tertawa hambar begitu merasakan jarak yang begitu jauh dengan Rasin ynag begitu dingin. Jangankan Radin, bahkan Sam yang ia kandung pun tidaklah sedekat hubungan ibu dan anak lainnya.

"Sam," Sam yang duduk di samping Radin menoleh, memerhatikan Mama. Perempuan itu menyodorkan sesendok nasi lalu meletakkan di piring Sam. "Makan yang banyak."

Sam terdiam seketika, diperhatikannya Radin di sampingnya sejenak lalu mengangguk pelan memerhatikan Mama. Radin yang hidup dalam dunianya sendiri, bahkan disaat makan bersama seperti ini saja cowok itu hanya tenggelam dalam dunianya. "Makasih Ma."

Your Home [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang