BAB 37 : TEMPAT PULANG

211 31 6
                                    

Karena tidak semua rumah dapat dijadikan sebagai tempat untuk pulang

YOUR HOME

...

Brughh!!

Dimas membulatkan mata seketika begitu juga Rein, secepat mungkin keduanya berlari menghampiri Radin yang termundur hingga mencapai ambang pintu.

"Dhei!"

Nihil, untuk pertama kalinya panggilan Dimas diabaikan dan untuk pertama kalinya pula Dimas memerhatikan ekspresi sahabatnya seperti itu. Dhei yang kalap, cowok yang tanpa ia tahu memendam kekesalan di balik tawanya kini pada akhirnya meluap tanpa dapat dihentikan.

"Lo..." Radin mengernyit heran, dibiarkannya Dhei mencengkram kerah bajunya dengan erat meskipun Dimas, Rein, maupun Mama Dhei meminta anak laki-laki itu melepaskan. "Lo gila ya?"

"Lo yang gila!" bentak Dhei tidak tahan, bola mata yang bulat itu semakin membulat meskipun sesekali terpejam begitu bayangan hitam sesekali memenuhi pandangannya. "Lo selalu seenaknya.  Datang, permainkan gue!"

Tanpa dibalas lagi, Radin hanya tersenyum sinis. Memalingkan wajah. Tidak ada hak untuknya berbicara kepada orang gila.

"Dhei! Lo lepasin dulu! Bicara baik-baik."

Dimas mulai meleraikan, tubuh itu berdiri di tengah, berusaha melepaskan cengkraman tangan Dhei dari kerah baju Radin. Ya, meskipun sekilas tampak memihak pada Radin tapi tak ada yang tahu bukan bahwa Dimas juga sedang ikut menatapnya mengancam sekarang?

Pasti Dimas meminta dirinya untuk tidak membalas sikap orang gila bernama Dhei itu dan percayalah, Radin juga tidak berminat terlibat dalam perkelahian yang bahkan dirinya sendiri tidak tahu penyebabnya.

"Ďhei! Woi!"

"Dhei kamu kenapa?!" teriak Rein, berdiri di samping Radin. "Dhei!"

"Dhei! Mama bilang lepaskan teman kamu, Dhei!"

Dhei menggeleng kaku, mengabaikan ucapan itu. Dingin, ujung jari berwarna kepucatan itu terasa dingin dan Dimas yang berusaha melepaskan cengkraman Dhei mengakui hal itu.

"Gue nyesal ketemu orang kayak lo, Din," gumam Dhei menekankan.

Radin tertawa tanpa suara, dimasukkannya kedua tangan dalam saku, menatap dengan meremehkan. "Jadi ini yang lo bilang setelah berhasil nyeret gue ke dunia lo hm? Pecundang."

Mata Dimas membulat, ingin rasanya menghajar Radin meskipun melihat situasinya seakan tidak mungkin.

"Lo juga pecundang," gumam Dhei, menatap tajam.

"Ya, memang," Radin mengembus napas pasrah. "Lo dulu yang menarik gue ke dunia yang penuh kebahagiaan versi lo, dunia yang penuh kenaifan bahkan saking bahagianya lo takut untuk pulang ke rumah yang sesungguhnya. Bodoh."

Brughh!!

Untuk kedua kalinya Dimas menatap tidak percaya. Radin terjerembab, tersungkur di lantai. Dimas menelan ludah memerhatikan salah satu sahabatnya itu kembali.

Your Home [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang