BAB 52 : INSIDE STORY

167 25 3
                                    

Sahabat itu awalnya saling menyakiti, bertengkar satu sama lain lalu berbaikan dan saling melindungi satu sama lain

YOUR HOME

...

Tidak pernah sedikitpun Radin membayangkan bahwa dirinya menginjak ruangan ini kembali, bukan hanya menginjak namun juga bertemu dengan seseorang di dalam sana dan berbicara duluan.

Berbicara terlebih dahulu? Benar-benar bukan ciri dari seorang Radin kan?

"Hmm... Dhei."

"Lo mau apa?" tanya Dhei langsung, tanpa menoleh cowok itu fokus pada gitar dipangkuan dan buku tulis di hadapannya, berkali-kali ia mencoret buku itu lalu memetik gitar kembali. "Kalau lo mau pisah dari hubungan sebagai teman band atau apapun, silahkan. Gue juga udah enggak bisa ngapa-ngapain buat maksa lo."

Radin bungkam, dengan lengan kemeja yang digulung hingga siku itu Radin hanya memerhatikan.

"Harusnya gue ingat, memertahankan suatu hal yang tidak ingin dipertahankan bakal percuma. Bukan kebahagiaan yang lo dapat malah sebaliknya. Jadi..." Dhei menoleh berhenti memetik senar gitar, memerhatikan Radin dengan tajam. "Apa mau lo?"

Radin melangkah, mendekati tempat tidur itu lalu mengulurkan tangan, dengan wajah datar.

Dhei mengernyit. "Apa?"

"Mungkin rasanya agak aneh dengarin orang kayak gue bersikap seperti ini tapi enggak ada jalan lain yang bisa gue pilih buat berdamai dengan diri sendiri."

Dhei mengangkat sebelah sudut bibir, sinis. "Gue enggak ngerti."

"Maaf buat kesalahan gue selama ini, bersikap tidak peduli, ketus, dan tanpa sadar membuat lo marah seperti beberapa minggu yang lalu."

Dhei tertawa datar, menatap tidak percaya. "Jangan permainin gue, Din. Udah gila lo?" tanya Dhei meremehkan.

Nihil, Radin tidak memedulikan, masih diulurkannya sebelah tangan tanpa berharap terlalu banyak bahwa Dhei nanti akan membalasnya. "Dan gue harap bisa kembali kayak pertemuan di awal," ucap Radin tenang. "Kenalin gue Radin Anggana, salam kenal."

"Jangan permainin gue, Bego!" bentak Dhei, membulatkan mata, mencengkram kerah kemeja itu dengan kuat. Tubuh Radin condong depan berhasil memerlihat ekspresi marah Dhei yang terlihat begitu jelas.

Sorot mata yang hancur, napas yang sesak seakan menahan marah di dalam tubuh, sungguh melihat Dhei terkadang membuat Radin merasa berkaca dengan diri sendiri.

Radin tertawa renyah tanpa suara. Mempermainkan? Bukankah hal itu juga dirasakan olehnya di waktu dulu?

Disaat Dhei berkenalan dengannya, menyeret kehidupannya hingga terlibat dalam suatu hubungan yang bernama teman band lalu satu demi satu kehadiran orang disana seakan selalu berdiri di hadapannya meskipun dirinya selalu memalingkan pandangan.

"Pergi, Din. Gue enggak mau ada keributan lagi," ucap Dhei datar, mendorong tubuh itu dengan pelan disaat ia melepaskan cengkraman.

"Dhei..."

"Gue bilang pergi!" bentak Dhei kesal, gigi itu menggertak geram lalu memalingkan pndangan. Diam-diam Radin menunduk, memerhatikan lirik dan kunci gitar yang baru selesai setengah lagu.

Your Home [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang