Memaafkan bukan hanya sebagai bentuk dari damainya sebuah masalah melainkan juga mengalahkan ego yang meminta untuk dimenangkan.
YOUR HOME
...
"Mungkin rasanya agak aneh dengarin orang kayak gue bersikap seperti ini tapi enggak ada jalan lain yang bisa gue pilih buat berdamai dengan diri sendiri. Maaf buat kesalahan gue selama ini, bersikap tidak peduli, ketus, dan tanpa sadar membuat lo marah seperti beberapa minggu yang lalu."
"Hhhh... hhhh..."
Suara sesakan napas terdengar jelas dari dalam ruangan bernuansa putih itu. Perlahan namun pasti kelompak mata yang tadinya terpejam kini terbuka lalu meringis begitu rasa nyeri menghantam salah satu anggota badannya. Menyebalkan, Dhei menopang sebelah tangan ke dahi seraya menelan ludah. Sungguh menyebalkan.
Kalimat permintaan maaf dari Radin beberapa hari yang lalu selalu terlintas di pikirannya. Setiap hari, jam, menit bahkan detik tidak dapat sedikitpun dirinya melupakan dan bodohnya, bahkan hingga tertidur dan tubuh dikuasai oleh segala jenis obat-obatan itu juga belum cukup membuat dirinya melupakan kalimat tersebut.
Radin yang tidak peduli kini meminta maaf padanya...
Ingin berdamai dengan sendiri, sungguh terasa asing bagi Dhei meskipun tak dapat dipungkiri ada rasa begitu geram bila mengingat wajah itu kembali.
Radin yang selalu mempermainkannya. Mulai dari kehidupan itu, sikapnya, bahkan setiap-setiap keputusannya entah mengapa membuat Dhei selalu menaruh rasa kesal pada cowok itu.
Tuk!
Tidak ingin memikirkan apapun lagi, secepat mungkin Dhei membenarkan posisi tempat tidur menjadi 45 derajat. Diraihnya sebotol air mineral di atas meja kecil lalu menyesapnya perlahan, membiarkan sedikit angin siang menyapu kulitnya melalui dari jendela ruangan yang terbuka.
Memaafkan, demi apa Dhei ingin sedikit saja menuruti egonya, seperti tidak menerima perkenalan dari Radin ataupun senantiasa memalingkan wajah dari manusia menyebalkan itu.
"Dhei, lo sama Radin sama. Lo udah ngerti itu 'kan? Gue akui dia memang jauh lebih egois, keras kepala dan seenaknya sendiri tapi di dalam diri dia maupun lo sebenarnya kalian saling membutuhkan 'kan?"
Tanpa mengerjapkan mata, Dhei terus saja menyesap minuman, membiarkan ucapan Sam melalui telepon beberapa hari yang lalu kembali terputar di kepalanya.
"Enggak semua orang bisa memahami lo ataupun Radin. Bahkan meskipun dia udah berusaha keras buat mencoba berdamai dengan dirinya sendiri sungguh gue sama sekali enggak pernah bisa mengerti sikap dan pikiran Radin. Tapi lo yang bisa mengerti dia, begitu juga dengan dia yang bisa mengerti lo. Karena itu, lo maafin dia ya?"
Tidak mudah memaafkan, tapi selalu terasa sesak bila tidak melakukan. Meskipun dirinya berusaha mati-matian untuk menjauhi orang-orang terdekatnya namun tetap saja pada akhirnya dirinya masih menjadi seorang Dhei yang tidak bisa hidup sendirian.
Dimas...
Sam...
Rein...
Radin...
Keempat orang berharga yang ia temui, keempat sahabat meskipun Dhei sendiri mengakui tidaklah seperti persahabatan orang lain yang ia temui. Ada lebih banyak pertengkaran, lebih banyak kesalahpahaman dan kesedihan dibandingkan kata bahagia dan tertawa bersama-sama.
Saling merangkul, menyemangati, mendengar cerita satu sama lain. Perlahan Dhei mengusaikan minum, mengedarkan pandangan ke arah luar melalui jendela. Sungguh dirinya merindukan nuansa itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Home [COMPLETE]
Fiksi Remaja"I miss the old you, about home." ____ Mereka selalu berkata tidak ada tempat yang jauh lebih baik dibandingkan rumah, hanya berada di rumah kamu bisa menjadi dirimu yang sesungguhnya tanpa harus mengenakan topeng yang begitu banyak. Namun tidak ba...