╬ bost ╬

399 32 1
                                    

Setelah setengah jam yang dipenuhi dengan tangisan para pemuda—Taeyong menangis juga tadi, suasana ruangan itu menjadi sunyi lagi. Selama setengah jam itu pula, para alpha itu tahu bahwa tiga pria yang datang bersamaan dengan Taeyong dan Jaehyun adalah ibu dari Wonwoo, Jihoon, dan Haechan. Mereka sedikit terkejut dengan fakta ibu mate mereka adalah seorang pria, tapi mereka tak mempermasalahkan hal tersebut. Jeonghan juga sudah kembali sepuluh menit yang lalu. Sama seperti saat ia keluar tadi, tak ada yang menghiraukan kedatangannya.

"Kamu kenapa bisa pingsan tadi?" tanya Ren—si bunda kepada Wonwoo.

"Suara serigalanya keras banget tau, bun. Telinga sama kepalaku sampe sakit tadi."

Kedua alis Ren menyatu saat mendengar jawaban dari Wonwoo. Tidak hanya Ren saja, tetapi hampir semua orang di dalam ruangan itu satu pikiran dengan Ren. Pria yang duduk di tepi ranjang Haechan itu membuka mulutnya.

"Kan pikiranmu ga nyambung ke telinga, Won. Biasanya juga kamu denger suara keras di pikiranmu ga bikin telingamu sakit deh," ujar Baekhyun—maminya Haechan.

Wonwoo mengangkat kedua bahunya. Ia sendiri juga bingung. Selama ini, ketika ia berkomunikasi dengan benda, tumbuhan, hewan ataupun manusia, telinganya tak pernah merasa sakit hingga membuatnya tak sadarkan diri. Kepalanya juga tak pernah sesakit saat ia mendengar teriakan serigala hitam. Ia bahkan sudah sering mendengar teriakan melengking dari lantai, dinding, atau kursi yang ia duduki. Suara benda mati terdengar sangat melengking, tetapi hal itu tak pernah membuatnya tak sadarkan diri.

"Dia kena efek samping setelah bertemu dengan belahan jiwanya. Iya kan, Jeonghan?"

Wanita dengan pakaian formalnya memasuki ruangan itu. Taeyong yang melihat wanita itu langsung mengalihkan wajahnya ke arah Ren dengan pandangan bertanya. Ren menggelengkan kepalanya sambil mengangkat kedua tangannya. Wanita itu melihat ke arah Taeyong yang menunjukkan ekspresi tidak sukanya, ia menghela napasnya berat.

"Jeonghan kamu kan omega. Pertama kali kamu ketemu sama pasanganmu, ada efeknya kan?"

Wanita itu tetap melanjutkan pertanyaannya tanpa mempedulikan ekspresi tidak suka Taeyong. Ia hanya ingin menjelaskan sesuatu kepada semua orang di dalam ruangan ini. Ia tak ingin acara menjelaskannya itu terganggu hanya karena Taeyong yang tidak suka dengan kehadirannya.

Jeonghan baru saja membuka mulutnya untuk menjawab pertanyaan wanita tadi, tetapi suara Taeyong membuatnya menutup mulutnya kembali. Ia memutuskan untuk tetap diam sampai wanita itu bertanya lagi padanya.

"Mama tau darimana kalo Haechan dirawat disini?"

"Kamu kira mama ga tau? Mama tuh ngawasin kamu terus, tapi kamunya aja yang ga merhatiin."

Mendengar jawaban dari wanita tadi—yang ternyata adalah ibu Taeyong, Taeyong mengalihkan pandangannya. Ia beranjak dari tempat duduknya menuju kamar mandi di ruangan itu. Ia membuka pintunya lalu membantingnya keras, membuat semua orang yang ada di ruangan itu terkejut. Wanita itu menghembuskan napasnya, tak habis pikir dengan sikap Taeyong yang kekanakan sekali menurutnya.

"Apa sih yang mau kamu omongin sampe harus kesini, Gi? Udah tau anakmu ga suka liat kamu, masih aja nekat datang kesini," tanya Yoongi—bubunya Jihoon.

Jihoon menyenggol badan Yoongi dengan sikutnya. Bubunya ini memang memiliki ucapan yang setajam pisau, terlalu to the point, tanpa memilah kata apa yang sekiranya tidak menyakiti lawan bicaranya. Jihoon sering meminta maaf pada orang-orang yang sering tersakiti karena ucapan bubunya. Beruntung sekali sikap Jihoon dalam hal berucap menurun dari ayahnya.

Wanita itu duduk di bangku samping ranjang Haechan yang tadinya digunakan oleh Taeyong. Wanita itu memijat keningnya. Kepalanya pusing karena banyak hal yang harus ia jelaskan pada mereka, tetapi ia bingung harus memulainya dari mana. Haechan mengusap bahu wanita itu, berharap agar wanita itu bisa lebih tenang.

Nire Patua (DISCONTINUED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang