Dear 4 : Moment

248 35 10
                                    

Hypnosis Microphone © King Records
Cover © Picrew
Story © RefiAdhy & LavendulaMinty
.
.
.

Kesialan macam apa ini?

Saburo tidak bisa menghentikan bola matanya dari melebar melihat Riou masuk ke dalam kamar mandi laki-laki yang tengah sepi. Ia baru saja selesai buang air kecilーdengan susah payah, karena tubuhnya penuh memar dan luka serta kakinya gemetar, ia harus bersender pada dinding wastafel. Ditemukan oleh musuh yang beberapa jam lalu mengalahkanmu di keadaan menyedihkan seperti ini, Saburo benar-benar punya peruntungan yang buruk.

"...butuh bantuan?"

Saburo melempar pandangannya ke arah dinding. Ia tampak merajuk sekarang, tapi itu lebih baik daripada harus bergantung pada musuh. Saburo juga punya harga diri. Jemarinya yang bergetar meraih keran air, satu dua kibasan air pasti cukup untuk membuatnya segar kembali. Saat meraih lagi untuk menutup keran, pandangan Saburo menggelap tanpa peringatan.

"!"

"Bahaya."

Punggung Saburo menabrak dada kokoh Riou. Tangan mantan tentara itu menahan pinggang Saburo, mencegahnya dari jatuh melesak ke lantai. Saburo refleks mendorong Riou menjauh, tapi hal itu justru memicu sensasi menyetrum di kakinya. Efek dari perseteruan tidak sah mereka di gang sempit tadi masih terasa.

"Ah!"

"Saburo-"

Lagi, Saburo mendapati dirinya kembali didekap Riou. Dada solid itu mengecup pelan wajah Saburo yang masih mendesis kesakitan. Cepat tanggap, Riou mengangkat pinggul Saburo hingga sang bocah terangkat dari lantai dan tidak harus memaksakan diri berdiri.

"Wa-! Le-lepaskan-"

Sebelum perkataannya selesai, Saburo terduduk di atas wastafel, tangan Riou menopang punggungnya agar tidak jatuh ke belakang. Saburo bisa merasakan hembusan nafas Riou di bahunya, tangan lain tentara itu bersender pada cermin wastafel. Saburo ingin melarikan diri dari situasi canggung ini namun kakinya terasa bak jelly. Matanya masih terasa beratーsampai kapan efek dari hypnosis microphone Riou akan menguras tenaganya seperti ini?

"Aku...bisa sendiri..."

"Aku tidak akan melakukan apapun, hanya ingin membantu. Istirahatlah sebentar, akan kubawa kau ke kakakmu."

"Kh...memangnya siapa yang sudi, hah..."

Riou mengangkat dagu Saburo, memutarnya ke kanan, kemudian kiri dengan lembut. Air muka anak ketiga Yamada tersebut masih tampak pucat, dan keringat mengucur tipis dari pelipisnya. Riou ingin mengumpat pada dirinya sendiri. Ia sudah menahan diri dari menyerang berlebihan, namun sepertinya tingkat kekuatan hypnosis microphone miliknya tetap berada di atas Saburoーfakta yang tidak dapat dielakkan.

"Hngh..." Saburo menggeram rendah, tangannya menepis tangan Riou lemah. Alih-alih berhasil, tangan Saburo justru terjun bebas ke atas wastafel bersamaan dengan kepalanya yang melesat ke belakang. Riou menangkap keduanya di saat bersamaan. Ia baru akan bersyukur akan refleks seorang tentara miliknya saat mata Saburo menatap Riou tak berdaya.

"Riou-san..."

"!"

Sekelebat bayangan wajah perempuan mengenakan hakama yang separuh terbuka dengan wajah merona memenuhi pandangan Riou. Wajahnya dihiasi tiga tahi lalat persis Saburo, yang membedakan mereka hanyalah panjang rambut dan ukuran buah dada. Tangan Riou mengerat di pergelangan tangan Saburo. Mendadak celananya terasa sempit dan leher kecil Saburo tampak sangat mengundang. Akan sangat mudah bagi Riou untuk mengecup lekukan tanpa noda itu dan menggigit gemasーmungkin juga meninggalkan tanda selagi ia melakukannya.

Dear J : from Jiroko to Jyuto, from Jyuto to JiroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang