Hypnosis Microphone © King Records
Cover © Picrew
Story © RefiAdhy & LavendulaMinty
.
.
.Itu adalah pertengahan musim semi saat Jyuto bersiap untuk menghadap kedua orang tua Gentako. Kimono yang ia kenakan adalah resmi dan sesuai nuansa pertunanganーakhirnya usia mereka cukup untuk mengambil langkah berikutnya menuju pernikahan. Gentako tersenyum tipis, wajahnya yang terpulas make-up tampak lembut. Jyuto membalas senyum tersebut, namun tidak bisa memaksa dirinya untuk tidak menunduk menatap lantai kayu. Dengan sikap yang datar seperti itu, prosesi pertunangan berlalu dan berakhir. Kedua keluarga kemudian meninggalkan mereka menghabiskan waktu bersama di ruangan yang sepi itu berdua, namun tidak satupun dari mereka yang angkat bicara. Jyuto menggosok lehernya canggung, matanya masih menolak menatap bola mata Gentako. Ia cantik, sangat cantik hari ini. Kecantikannya semakin bertambah semenjak mereka mengenal satu sama lain lima tahun lalu. Dan lima tahun lalu Jyuto menerima fakta bahwa keluarga mereka akan membuatnya menikahi gadis keturunan keluarga sastrawan terkenal di Jepang tersebut. Kapan tepatnya, ia tidak tahu. Tapi, segera setelah dirinya terbiasa menjabat di Bakufu, mungkin, pembicaraan tentang pernikahan akan segera muncul.
"Bolehkah aku memegang tanganmu, Jyuto-san?"
Jyuto terbangun dari lamunannya, tangan lembut Gentako sudah meraih dan membalut punggung tangannya. Jyuto bisa merasakan keringat dingin dari permukaan jemari Gentako. Rupanya ia gugup. Jyuto hanya tersenyum sembari mengangguk.
"Tentu saja boleh, Gentako-san."
Keberadaan Gentako seperti sudah menjadi sebuah kebiasaan yang Jyuto terima adanya. Seperti tanggung jawabnya sebagai polisi di Bakufu. Seperti kacamatanya yang harus ia kenakan atau ia tidak akan bisa melihat dengan jelas.
"Maaf, aku...tidak pandai mencari topik pembicaraan..."
"Tidak apa-apa. Kau pasti lelah setelah prosesi tadi, kan? Bagaimana kalau ikut denganku ke taman?"
Semburat merah menyeruak di wajah Gentako, dan Jyuto spontan berpikir bahwa tunangannya manis sekali. Ia pria yang beruntungーsudah sepantasnya ia berpikir begitu.
"Aku...ingin sekali, tapi...aku masih harus pergi les Koto..."
Ah. Alat musik tradisional Jepang itu. Keluarga Yumeno memang terkenal sangat ketat memelihara tradisi. Selain les Koto, Gentako juga diwajibkan belajar merangkai bunga, memasak, bahkan menjahit. Jyuto agak merasa kasihan karena Gentako menghabiskan sebagian besar hidupnya menyempurnakan seni, sedikit waktunya untuk menulisーsatu-satunya kegiatan kegemaran gadis itu di waktu luang.
"Sayang sekali, tapi apa boleh buat." Jyuto meraih pucuk kepala Gentako yang berhiaskan bunga wisteria artifisial dan pita warna ungu, membelainya lembut seakan meminta gadis itu untuk bersabar.
"Kalau begitu aku pergi duluan. Gentako-san juga, sebaiknya cepat berangkat."
"Ah..." desahan melarikan diri dari bibir Gentako yang menyaksikan Jyuto melenggang pergi, meninggalkannya sendiri. Ia menunduk, tangannya yang hendak menarik lengan Jyuto ia turunkan, urung.
"Nona Gentako, supir sudah siap mengantar ke tempat les...lho?"
Gentako berbalik, senyuman paksa tercetak di wajahnya melihat pembantunya.
"Jyuto-san ada urusan, jadi ia pergi duluan."
"O-oh..."
"Ayo berangkat."
Gentako bisa merasakan langkahnya terasa gontai saat ia berjalan menuju pintu keluar ruangan. Ia ingin menghabiskan waktu lebih lama dengan calon suaminya. Hal yang wajar, bukan? Ah...Gentako jadi mengingat postur tegap Jyuto dan tindak tanduk sempurnanya saat prosesi tunangan barusan. Ia tidak tampak gugup sedikitpun, kebalikan dari dirinya. Leher jenjang Jyuto yang tidak terbalut kimono membuat wajah Gentako panas. Ia ingin melihat lebih banyak kulit dari polisi Bakufu itu. Menyentuhnya, lebih...
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear J : from Jiroko to Jyuto, from Jyuto to Jiro
FanfictionJyuto Iruma terlahir dengan ingatan akan kehidupannya seabad lalu. Tahun 1912, zaman Taisho, zaman yang memberikan Jyuto akan ingatan pahit bersama Jiroko, istrinya. Di zaman dimana pria harus bertarung dengan hypnosis microphone, Jyuto kembali dipe...