Dear 2 : Brother

328 44 10
                                    

Hypnosis Microphone © King Records
Cover © Picrew
Story © RefiAdhy & LavendulaMinty
.
.
.
"Jadi begitulah. Ini adalah tim yang akan melawan kalian saat rap battle lusa malam. Tolong standby 20 menit untuk sound check. Untuk mixing lagu juga tolong diberikan ke staff bagian sound sekarang jugaー"

Jiro melongo. Tubuhnya mematung melihat sosok polisi Yokohama berkacamata itu di sisi MC Crazy M dan Mr. Hardcore. Briefing dari staff backstage rap battle Chuuoku tidak ia indahkan. Otaknya terlalu sibuk memproses situasi konyol ini. Pria yang melecehkannya di jalanan Yokohama tempo hari! Kenapa bisa ada di sini?! Melawan Buster Bros, pula!

"Oi, Jiro, itu kan-"

"Diam," geram Jiro muak. Ia membuang muka, menolak membalas tatapan datar Jyuto barang sedetik pun.

"Hm?" Ichiro mengalihkan pandangan dari staff ke sosok MC 45 Rabbit yang masih sibuk merokok. Ingatan tentang cerita Saburo yang melihat Jiro dipeluk laki-laki asing kembali berputar di benaknya.

"Cih." Samatoki berbalik dan meninggalkan muster point selepas staff bergegas ke tim lainnya. Biasanya ia akan langsung adu mulut ketika bertemu Ichiro, tapi kali ini rokok di ujung bibirnya terasa sayang untuk diabaikan demi perselisihan picisan. Riou mengekor dari belakang, bahunya menyenggol Jyuto untuk ikut serta. Jyuto mengangguk, kemudian membuang linting rokoknya ke tempat sampah saat sebuah tangan menahannya di tempat.

"Jyuto-san."

Jyuto memaku mendengar namanya disebut Ichiro. Ingatannya kembali ke seratus tahun yang lalu, di mana Ichiro dengan pakaian zaman Taisho dan bergender perempuan memanggilnya dengan nada yang sama, dengan tatapan penuh tahu. Ichiro yang itu, yang memberinya restu menikahi Jiroko, yang mungkin menangisi kematian mereka berdua, kembali terlahir menjadi kakak bagi Yamada bersaudara. Secuil rasa iri menggerogoti relung hati Jyuto. Andai saja ia juga terlahir kembali menjadi orang yang bisa berada di dekat Jiro, andai saja mereka berdua bukan laki-laki. Andai usia mereka tidak terpaut terlalu jauhー

"Haaa?! Apa maumu, Ichiro?! Jangan sentuh anggota kru-ku seenaknya!" seru Samatoki yang berbalik dan menghampiri kakak tertua Yamada itu.

"Aku tidak bermaksud tidak sopan, aku hanya perlu bicara sebentar dengan Jyuto-san," jawab Ichiro tenang, tidak seperti biasanya.

"...apa kita saling mengenal? Untuk apa leader Buster Bros hendak bicara denganku?" tanya Jyuto datar, tangannya melepas genggaman Ichiro tanpa susah payah. Apa Ichiro marah karena insiden dengan Jiro seminggu yang lalu?

Ichiro terdiam sebentar menatap Jyuto. "Ya, tapi sudah lama sekali kita tidak bertemu. Kau juga ingat, bukan? Tahun 1920..."

Bola mata Jyuto melebar. Tahun 1920, tahun di mana ia dan Jiroko menikah.

"Haaa?" Samatoki menggeram untuk kedua kalinya, tidak menangkap bagian terakhir kalimat Ichiro yang dibisikkan. "Bicara yang jelas, bocah!"

"Ichi-nii! Simpan tenaga untuk nanti malam! Jangan ribut di sini!" pinta Saburo.

"Iya, nii-chan! Kita masih harus gladi resik, jangan buang tenaga meladeni orang-orang ini!"

"Samatoki, jangan buat keributan di sini. Kita bisa didiskualifikasi," ujar Riou.

"Hanya sepuluh menit," nada bicara Ichiro berubah menjadi berbahaya. Bibirnya tersenyum, tapi tidak menyentuh matanya. Jyuto bergeming, aura membunuh Ichiro tampak jelas.

"Aku janji."

.

.

.

.

GRASAK!

Jyuto terlempar hingga tersungkur di atas aspal yang basah akibat hujan. Rusuknya terasa sakit bukan main ditendang oleh Ichiro yang kalap tanpa peringatan. Beruntung mereka berada di belakang gedung venue, di mana saksi mata mereka hanyalah beberapa tong sampah besar dan lampu neon yang berkedip, dan mungkin sebentar lagi akan mati. Andai salah satu staff chuuoku mendapati mereka seperti ini, sudah pasti Mad Trigger Crew dan Buster Bros didiskualifikasi dari battle. Mereka memang diberi wewenang saling bunuh di atas panggung, tapi tidak di luarnya apalagi dengan tangan kosong.

Jyuto terbatuk, air liurnya menetes dari ujung bibir. Ia masih bisa bangkitーbagus, berarti rusuknya tidak patah.

Ditendang di bagian dada berarti Ichiro sengaja mengincar bagian tubuh yang tertutup kain dan tidak menyerang dengan intensi membunuh. Entah Jyuto harus bersyukur atau membalas.

"Berani sekali kau kembali mendekati Jiro."

Jyuto tersengal mencoba mengatur nafasnya kembali. Ekspresi Ichiro datar, sarat akan amarah. Tapi garis lurus bibirnya merupakan indikasi ada kecamuk berbahaya yang membuncah di dalam dada pria usia 19 tahun tersebut. Aaah...pemahaman menyelimuti Jyuto. Begitu rupanya. Ichiro juga sama sepertinya. Sekarang semuanya masuk akal. Termasuk letupan amarah yang dilampiaskan padanya semenit lalu.

"Aku tidak menyangka ternyata masih ada yang punya ingatan waktu itu selain aku," Jyuto menelan kembali batuk yang hampir keluar. "Maafkan aku, kakak ipar...aku tidak bisa menahan diriー"

Perkataan Jyuto terpotong Ichiro yang menarik kerahnya kasar, kali ini emosi meluap tampak di wajahnya. Wajah mereka sangat dekat, membuat setiap lantang jeritan Ichiro terekam jelas oleh Jyuto.

"APA TIDAK CUKUP KAU MEMBUAT JIRO MENDERITA DI KEHIDUPAN MASA LALUNYA?! HAH?!"

"...maafkan aku."

"AKU MERELAKAN ADIKKU UNTUKMU DAN BEGITU CARAMU MEMBALAS KEBAIKANKU?!"

"Maafkan aku..."

"KHー!" Ichiro melayangkan tinjunya ke wajah Jyuto, namun berhenti sebelum permukaan kepalannya mendarat di hidung polisi Yokohama itu. Tubuh Ichiro bergetarーJyuto mafhum, dendam sekian puluh tahun akibat adiknya yang mati dibunuh oleh suaminya sendiriーkakak mana yang tidak murka?

Jyuto tidak mengatakan apapun. Ia tidak pantas. Berada di dekat Jiro lagi pun...ia tidak seharusnya dihadapkan pada kesempatan semacam ini. Tuhan mungkin tengah menghukumnya. Jyuto terimaーapapun itu asalkan semua orang memaafkannya.

Termasuk Jiro.

BANG!

Tong sampah yang terbuat dari kaleng bengkok mengakomodasi hantaman tinju Ichiro. Kakak tertua Yamada itu mengusap wajahnya sebagai usaha menenangkan diri. Rasa sakit yang menjalar di buku tangannya ia abaikan. Ingin membunuh. Ingin membunuh. Ingin membunuh. Ichiro ingin membunuh Jyuto sekarang juga. Nyawa harus dibayar nyawa. Rasa sakit Jiro harus dibalaskan.

"Kenapa...kau membunuh Jiroko..."

Pertanyaan Ichiro terdengar pilu.

"..."

"Jiroko membuang semuanya demi bersamamu..."

Jyuto mengusap air liur di ujung bibirnya dalam diam. Apapun yang dikatakannya sekarang tidak akan mengubah apapun. Jika ia adalah Ichiro, Jyuto juga pasti akan melakukan hal yang sama. Semua ini hanyalah permainan takdir yang kejam. Mereka? Hanyalah pion yang menjalankan peran.

Suara pintu dibuka memancing perhatian Jyuto. Ichiro mengusap air matanya sambil membuka pintu besi besar dengan tulisan exit di atasnya pelan, ia tampak menarik nafas panjang-panjang. Sudah selesai? Heran Jyuto dalam hati. Belum genap sepuluh menit, tidakkah Ichiro ingin melakukan hal lain demi menyalurkan kekesalannya? Jyuto yakin ia masih bisa mentoleransi satu, dua pukulan lagi.

"Sekali lagi kau mendekati Jiro...akan kubunuh kau."

# # #
.
.
.
Next, Dear 3 : Magnet

Dear J : from Jiroko to Jyuto, from Jyuto to JiroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang