Dear 1, Memory

354 43 2
                                    

Hypnosis Microphone © King Records
Cover © Picrew
Story © RefiAdhy & LavendulaMinty
.
.
.

Jyuto menumpuk kertas-kertas di atas meja kerjanya sembarangan. Ia sudah ingin bisa melihat kembali permukaan meja kayu berlapis kaca yang diselipi beberapa foto dan catatan kecil. Sebatang pulpen tak sengaja tersenggol. Jyuto membungkuk untuk mengambil alat tulis tersebut ketika pintu ruangannya dijeblak.

"Oi, Jyuto."

Kepala Jyuto menyembul dari balik mejanya. "Samatoki, sudah kubilang ketuk pintu dulu sebelum masuk! Dasar yakuza sialan!"

Samatoki acuh, sebatang tembakau di mulutnya dicabut dan asap putih dibebaskan ke udara. "Apa aku mengganggu acaramu bermain tisu?"

"Bolpoinku jatuh, bodoh!" Jyuto berdiri. Satu tumpukan kertas kembali disentuh, disentak-sentakkan supaya rapi. "Mau apa kau kemari? Urusan 'ayah'mu lagi?"

Satu hembusan nafas disertai asap rokok kembali dibumbungkan. "Heh, spoiler dari mana?"

Beberapa tumpukan kertas yang sudah disendirikan disimpan dalam laci. "Kau pikir sudah berapa lama aku mengenalmu."

Puntung rokok yang sudah tidak lebih panjang dari jari kelingking dijejalkan di asbak terdekat. "Oh, seabad lalu? Seperti yang pernah kau bilang padaku bahwa di kehidupan sebelumnya aku adalah kakakmu?" Senyum miring disunggingkan, sedikit menggoda si polisi.

"Tak usah besar kepala. Umurmu saja tak melebihi umurku."

"Berisik, pak tua. Kita ke kamp Riou dulu, nanti kuceritakan di mobil."

Tangan berbalut kain merah Jyuto membenarkan letak kacamata yang tak berpindah. Samatoki benar. Di kehidupan sebelumnya, pria bersurai putih itu adalah kakaknya. Jyuto bisa tahu, karena ia berada pada kondisi langka. Dimana ia memiliki ingatan akan kehidupannya di masa lampau, tepatnya 107 tahun lalu, di tahun 1912 zaman Taisho.

"Oi, Jyuto. Pinjam pemantik."

"Oi, Jyuto. Pinjami aku obi."

Saat pertama kali bertemu dua tahun lalu, Jyuto spontan memanggil Samatoki 'kakak'. Mereka kemudian cekcok karena Samatoki tak percaya dengan segala omongan Jyuto soal ingatan kehidupan sebelumnya yang dianggap bualan. Jyuto menghela nafas. Meskipun telah bereinkarnasi menjadi pria yang empat tahun lebih muda dari Jyuto dan tak lagi ada hubungan saudara, sifatnya sama sekali tak berubah. Masih kasar dan mudah tersulut emosi. Begitu juga dengan kentalnya kebaikan dalam diri Samatoki.

Mobil polisi yang dikendarai Jyuto dan Samatoki melaju mulus di jalan beraspal. Sesekali mereka mengobrol. Sesekali berkelahi kecil karena Jyuto protes Samatoki merokok tanpa membuka jendela mobil.

"Oi, Jyuto. Apa Riou juga ada di kehidupanmu sebelumnya?"

Samatoki menjadi satu-satunya tempat Jyuto bercerita soal ingatannya. Jyuto tahu Samatoki masih menyimpan ketidakpercayaan, tapi ia bersedia untuk selalu mendengar dan itu sudah cukup.

"Ya. Dia sahabat dekatmu."

"Oh, pantas kau mengajaknya bergabung tanpa pikir panjang. Sudah kenal duluan ternyata."

Belum sempat Jyuto melempar respon, sekelebat sosok yang tengah berjalan di pedestrian tertangkap manik zamrud Jyuto. Kakinya spontan menginjak rem kuat-kuat dan membanting setir ke pinggir jalan, menimbulkan decit berisik dari gesekan ban dengan aspal. Samatoki sampai terpelanting.

"Jyuto sialan. Kau kesurupan, hah?! Apa-"

Samatoki tak melanjut ucap, ia melihat netra Jyuto yang melebar, terpaku hanya pada satu titik.

Dear J : from Jiroko to Jyuto, from Jyuto to JiroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang